JAKARTA, GRESNEWS.COM - Peneliti senior Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju mengatakan pemblokiran 19 situs yang dianggap sebagai penggerak paham radikalisme merupakan tindakan yang sewenang-wenang, sebab pemblokiran tersebut dilakukan tanpa proses hukum atau perintah dari pengadilan. "Pemblokiran dilakukan tanpa pengaturan yang jelas dan transparan," ujar Anggara kepada Gresnews.com, Selasa (31/3).

Anggara menilai, jika pemerintah menganggap pengelola situs terlibat dalam tindak pidana terorisme maka harus membawa mereka ke depan hukum. Lalu pemerintah bisa melakukan pemblokiran sementara hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Anggara pun menyarankan kepada pemilik situs yang diblokir pemerintah agar mengajukan gugatan perdata terhadap Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) karena telah melakukan perbuatan melawan hukum. "Sebab potensi kesalahan pemblokiran sangat mungkin terjadi," tegasnya.

Ia menjelaskan Peraturan Menteri (Permen) Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif juga masih diuji di Mahkamah Agung (MA), sehingga sebaiknya Kominfo tidak menggunakan aturan tersebut sebagai dasar pemblokiran situs internet. Apalagi Permen tersebut tidak mengatur kewenangan Kominfo untuk menilai apakah suatu situs bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau tidak.

Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Matriks Indonesia Agus Sudibyo mengatakan pemerintah seharusnya memiliki kriteria yang jelas soal ajaran agama yang radikal dan batasannya. Kriteria tersebut jugga harus mengandung kesamaan perlakuan (equal treatment) yaitu bukan hanya situs Islam yang menjadi fokus pemblokiran tapi juga situs agama lain. "Pemblokiran harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati," ujar Agus kepada Gresnews.com, Selasa (31/3).

Ia menambahkan, ketika akan melakukan pemblokiran, pemerintah sebaiknya juga lebih dulu memanggil pengelola situs tersebut. Tujuannya untuk mengklarifikasi dan memberikan peringatan jika memang terbukti memuat paham radikalisme. Klarifikasi ini perlu dilakukan untuk menghindari tudingan kesewenangan-wenangan pemerintah.

Menurutnya, jalan tengah atas permasalahan ini bisa diambil dengan membawanya ke pengadilan sehingga terdapat proses yang transparan, resmi, dan memiliki legitimasi.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memblokir situs yang dianggap menyebarkan radikalisme dengan rekomendasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Situs yang diblokir diantaranya Arrahmah.com, Voa-islam.com, panjimas.com, dan dakwatuna.com.

BACA JUGA: