JAKARTA, GRESNEWS.COM – Kuasa hukum Bambang Widjojanto menjelaskan sejumlah kelemahan Bareskrim Mabes Polri saat proses penangkapan Bambang yang ditersangkakan atas dugaan menyuruh saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat. Kuasa hukum BW--demikian panggilan akrab Bambang Widjojanto-- Muhammad Isnur menyatakan surat penangkapan BW cacat sebab setelah ditetapkan sebagai tersangka, langsung ditangkap.

Padahal seharusnya, Bambang dipanggil lebih dulu, baru ditangkap dan diperiksa. "Sebagai warga negara yang baik Bambang mau diperiksa," ujar Isnur dalam diskusi Menanti Ketegasan Jokowi di resto Warung Daun, Jakarta, Sabtu (31/1).

Isnur melanjutkan, saat penangkapan terhadap Bambang dilaksanakan, Bareskrim Polri tidak jelas menuduhkan pasal yang mana. Ia mencontohkan Bareskrim menuduh Bambang melanggar Pasal 242 KUHP. Pasal ini memiliki banyak unsur seperti turut serta melakukan, turut serta menganjurkan, atau turut serta memerintahkan.

"Saat itu Bareskrim tidak bisa menjelaskan unsur mana yang dilakukan Bambang. Padahal untul penyidik selevel Bareskrim seharusnya hal tersebut tidak terjadi," kata Isnur.

Selain proses penangkapannya yang tidak sesuai prosedur, kata Isnur, terdapat perubahan Surat Perintah Penyidik (Sprindik) saat penangkapan dan setelah penangkapan. Ia menilai adanya sprindik baru menunjukkan ada kebingungan dari penyidik. "Perubahan pasal sprindik tersebut dengan tiba-tiba juga merupakan bentuk kriminalisasi," ujarnya.

Menanggapi tudingan itu, kuasa hukum Mabes Polri Fredrich Yunadi mengatakan, pihak Bareskrim sudah melakukan gelar perkara untuk kasus Bambang sebanyak tiga kali. Saksi yang diperiksa dalam gelar perkara sudah mencapai 12 orang dan saksi ahli sebanyak 4 orang.

"Sehingga Polri sudah memiliki alat bukti yang sah menurut hukum. Saya punya datanya. Kita sudah lakukan sesuai protap," ujar Fredrich pada kesempatan yang sama.

Saat ditanya apakah dengan adanya alat bukti yang dianggap sah tersebut polisi bisa melakukan penangkapan dengan tiba-tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya, Fredrich menyatakan, KUHAP telah memberikan wewenang pada Polri bertindak sebagai penyidik tunggal untuk melakukan penggeledahan, penangkapan dan bila perlu penembakan.

Ia melanjutkan penangkapan merupakan wewenang penyidik 100 persen untuk menganalisa kenapa seseorang harus ditangkap dan diborgol. Fredrich juga menegaskan adanya prinsip equality before the law, sehingga pejabat negara yang ditangkap juga tidak bisa meminta hak privilege. "Lagipula tidak ada undang-undang yang mengatakan polisi tidak bisa menangkap orang," katanya.

Soal penangkapan harus meminta izin Wakil Kepala Polri (Wakapolri), menurutnya keliru. Sebab polisi bisa saja menangkap banyak penjahat yang jumlahnya mencapai satu juta orang. Sehingga tidak harus semuanya minta izin Wakapolri. Ia pun menegaskan penangkapan Bambang sudah sesuai prosedur yang benar.

Lalu terkait adanya perubahan sprindik saat penangkapan dan setelah penangkapan Fredrich juga menyangkalnya. Menurutnya hal itu bisa dibuktikan melalui video proses penangkapan Bambang yang dimiliki Polri.

BACA JUGA: