JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pidato politik capres Prabowo Subianto yang menolak pelaksanaan Pilpres 2014 harus disikapi dengan tenang, bijak dan penuh pengertian. Dalam beberapa poin alasan penolakan itu memang menjadi bagian dari keprihatinan semua pihak di setiap pelaksanaan pemilu ataupun pilkada.

Peristiwa ini menjadi sejarah pertama dalam proses pemilu di negeri ini. Karena itu sikap tenang diperlukan karena semua itu bagian dari proses pembelajaran politik dan demokrasi di Indonesia.

"Praktek kecurangan, baik yang disengaja atau tidak, yang melibatkan penyelenggara dan peserta serta kekuasaan yang melingkupinya, seringkali terjadi," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Rai Rangkuti dalam pernyataannya yang diterima Gresnews.com, Rabu (23/7).

Dan hingga hari ini, belum juga ditemukan model pencegahan dan penanganannya dengan tepat. Akibatnya kasus demi kasus pelanggaran terus terjadi bahkan kadang massif. Oleh karena itu, ada baiknya semua pihak tetap memperhatikan secara serius faktor-faktor yang mengakibatkan tim Prabowo menolak pilpres.

Sebab tanpa mensikapi dengan serius persoalan-persoalan itu, ada potensi setiap pelanggaran pemilu dibiarkan saja dan akan berakhir terhalang waktu pemilu. "Itu jelas berpotensi mendegradasi pemilu yang baik," jelas Ray.

Sekalipun begitu, alasan penolakan tim Prabowo atas pelaksanaan pilpres 2014 juga sesuatu yang berlebihan. Menolak pelaksanaan di ujung tahapan terdengar lucu. Lebih terlihat sebagai sikap tidak legowo daripada sikap mengawal demokrasi.

Menolak pelaksanaan pilpres sama dengan menolak semua tahapannya. Sejatinya sikap ini dinyatakan sejak awal. Lebih lucu lagi, karena tim Prabowo dengan santai dan anggunnya ikut tahapannya hingga 1 hari sebelum final di KPU.

Di sini, ada argumen yang kurang tepat dari tim Prabowo. Alasan menerima secara rasional jika misalnya penolakan tim Prabowo pada beberapa kasus di pencoblosan atau rekapitulasi. Dan dengan kasus-kasus itu mereka menyatakan tidak dapat mengakui kesahihan hasil pilpres. Artinya, mereka bukan menolak pilpres tapi menolak mengakui kesahihan hasilnya.

Jika itu keberatan tim Prabowo, kita dapat memahami sikap mereka. Tapi menolak pilpres jelas mendegradasi keberadaan mereka sebagai pemimpin-pemimpian parpol.

"Sekalipun begitu, poin-poin kritik mereka tetap patut dan layak kita renungkan. Tanpa kritik terhadap sistem kita, demokrasi dapat rusak dari dalam," papar Ray.

Sebelumnya, capres Prabowo menyampaikan pidato politiknya yang berapi-api. Prabowo mengatakan bahwa demokrasi artinya rakyat berkuasa. Wujud dari demokrasi adalah pemilihan, dan esensi pemilihan adalah pemilihan yang jujur, yang bersih dan adil.

Tim kampanye pasangan menemukan banyak kecurangan. Kata Prabowo, dari Papua saja ada 14 kabupaten yang tidak pernah mencoblos tetapi ada hasil pemilu. Sementara di DKI Jakarta ada 5 ribu lebih TPS yang direkomendasikan pemilihan suara ulang (PSU) tetapi tidak digubris oleh KPU.

"Oleh karena itu, kami Prabowo-Hatta mengambil sikap," kata Prabowo.

Pertama proses penyelenggaraan Pilpres yang diselenggarakan oleh KPU bermasalah. Sebagai pelaksana, kata Prabowo, KPU tidak adil dan tidak terbuka. Banyak peraturan main yang dibuat justru dilanggar sendiri oleh KPU. Selain itu rekomendasi Bawaslu banyak diabaikan oleh KPU.

Dalam pidatonya, Prabowo juga mengkritik KPU. Dalam setiap pemilu KPU selalu mengalihkan masalah ke Mahkamah Konstitusi. Seolah-olah setiap keberatan harus diselesaikan di MK padahal sumber masalahnya di KPU. Telah terjadi kecurangan masif dan sistematis untuk mempengaruhi hasil pemilu presiden.

"Oleh karena itu, saya Prabowo-Hatta akan menggunakan hak konstitusional kami menolak pelaksanaan Pilpres 2014 yang cacat hukum. Oleh karena itu kami menarik diri dari proses yang sedang berlangsung," kata Prabowo.

Lebih lanjut Prabowo mengatakan tidak ingin mengorbankan mandat yang telah diberikan oleh rakyat dipermainkan dan diselewengkan. "Kami siap menang dan siap kalah dengan cara yang demokratis dan terhormat," tegas Prabowo.

Prabowo meminta pendukung untuk tetap tenang. Ia menyatakan tidak akan membiarkan hak demokrasi diciderai.

Tapi akhirnya, KPU  menetapkan pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla sebagai peraih suara terbanyak sebesar 53,15% mengalahkan pasangan Prabowo-Hatta yang memperoleh suara 46,85%. Jokowi-JK meraup suara sebanyak 70 juta suara sementara Prabowo-Hatta 62 juta dengan selisih 8 jutaan suara.

BACA JUGA: