Duduk bersila, Yono (41), asyik menyantap nasi bungkus bersama istri dan kedua orang putrinya. Bertebaran, perabotan rumah tangga seperti kasur, lemari plastik ukuran besar, kompor hingga mesin cuci pada kamar yang terbilang sempit.

"Baru masuk rusun tadi pagi jadi belum sempat dirapihin," kata Yono.

Warga RT 06 RW 05 Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur yang berperawakan kurus ini mengaku pasrah menerima nasib untuk direlokasi ke Rusun Cipinang Besar Selatan (Cibesel), meninggalkan kampung Bidaracina yang sudah ditinggalinya selama puluhan tahun. Meski kerap dilanda musibah banjir karena berada di bantaran sungai, Yono merasa lebih nyaman tinggal di Bidaracina.

"Enakan di sana, ramai dan gak perlu bayar," kata Yono yang berprofesi sebagai buruh serabutan.

Yono yang menempati lantai 1 Blok E Rusun Cibsel itu mengaku harus membayar Rp 280.000 untuk biaya sewa rusun per bulan setelah 3 bulan masa gratis habis, itu belum termasuk biaya air dan listrik. "Ya gimana nanti aja bayarnya...namanya juga pindah karena terpaksa buat program pemerintah katanya," keluhnya.

Sementara itu seorang ibu warga Bidaracina yang menghuni lantai 2 blok E Rusun Cibesel mengaku senang direlokasi ke rusun karena bisa terbebas dari banjir. Namun sempitnya ruangan yang harus ditempatinya di rusun menjadi permasalahan tersendiri.

"Sempit banget, lihat sendiri kan...kita dua keluarga ini di sini," katanya.

Sejumlah warga Bidaracina yang terkena dampak proyek sodetan Ciliwung-KBT hari ini terlihat mulai menempati Rusun Cibesel di Jatinegara, Jakarta Timur. Mereka mulai mengisi unit tempat tinggal mereka di Blok E rusun. Kendaraan bak terbuka milik warga terlihat hilir mudik membawa perabotan.

Memang belum semua warga RW 05 bersedia untuk segera direlokasi dan menempati rusun. Masih ada pula warga setempat yang bertahan dan ada pula yang menempuh jalur hukum terkait rencana penggusuran ini. Meskipun blok E rusun Cipinang Besar sudah mulai ditempati warga Bidaracina, namun masih tampak fasilitas rusun yang belum rapi.

Terlihat pekerja masih ada yang merapikan ruangan-ruangan di blok E Rusun Cipinang Besar. Tempat pembuangan sampah di sekitar Blok E pun masih belum terkelola dengan baik, tumpukan sampah terlihat di halaman samping rusun dan asap pembakaran sampah membumbung tinggi kerap memasuki area rusun dan mengganggu pernapasan.

Ada beberapa versi yang mengisahkan muasal kampung Bidaracina, sau kelurahan di kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Saat ini sekarang bukanlah kawasan permukiman orang-orang cina kendati di masa lampau punya kisah sejarah terkait kehidupan orang-orang China.

Mengenai nama Bidaracina itu, Zaenuddin HM, menjelaskan dalam buku karyanya 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe setebal 377 halaman yang diterbitkan Ufuk Press pada 2012. Berdasarkan cerita sejarah, nama Bidaracina berasal dari peristiwa pemberontakan orang-orang China terhadap pemerintahan Belanda di Batavia pada 1740.

Dalam peristiwa itu ribuan orang dari mereka tewas dengan jenazah bersimbah darah. Oleh masyarakat setempat peristiwa itu disebut-sebut dengan istilah "tragedi China berdarah." Dan kata Bidara diambil dari kata "berdarah".

Hingga akhirnya menjadi kampung Bidaracina. Padahal peristiwa tersebut terjadinya bukan di sini, melainkan di dekat Kali Angke di Jakarta Utara.

Sedangkan cerita lain menyebutkan Bidaracina berasal dari nama tumbuhan atau pepohonan. Dahulunya, pada masa kolonial Belanda, di tempat itu orang-orang China menanam pohon Bidara (zyzyphus jujubelam).

Ciri pohon bidara adalah akar dan kulit kayunya terasa pahit, namun bisa dijadikan obat untuk beberapa jenis penyakit, termasuk sesak nafas. Di ketiak buahnya biasanya timbul gumpalan getah. Buah bidara juga bisa dimakan. Banyak kalangan meyakini inilah asal usul Bidaracina. (Edy Susanto/Gresnews.com).

BACA JUGA: