Nina (32) dan Noni Delfina (33) adalah dua bersaudara penyintas bencana tsunami Aceh yang merenggut ribuan nyawa pada 26 Desember 2004 lalu. Kenangan ketika gelombang dahsyat tsunami menyerang kampung mereka di Lhoknga, Aceh Besar, sepuluh tahun lalu masih melekat kuat dalam ingatan kedua bersaudari ini. Nina bercerita, ketika gelombang tsunami melanda, dia bersama saudarinya Noni terpisah.

"Saya ingat mengendarai sepeda Noni dan kemudian saya begitu lelah sehingga saya menumpang sepeda motor milik tetangga. Kami naik berlima di motor tersebut. Saya bisa melihat Noni di belakang kami mengendarai sepedanya tetapi kemudian saya kehilangan dia dan kami terpisah," kata Noni dalam kisahnya yang diterima Gresnews.com, Minggu (22/12).

Saat itu, kata Nina, jalanan sangat ramai dipenuhi oleh para penduduk yang berusaha menyelamatkan diri dari terjangan gelombang tsunami. Mereka semua berlarian menuju sebuah bukit dan tempat aman lainnya. "Kami bisa melihat gelombang di belakang kami. Tiba-tiba gelombang laut menelan kami dan kami sudah berada di dalam air, dan itu sangat dalam. Banyak orang terendam air dan berpegangan pada sampah dan beberapa menggunakan pelampung dan banyak mayat dimana-mana," kisah Noni.

Saat itu Nina berpikir, Noni turut menjadi korban tewas. Namun dia berdoa dan berharap saudarinya itu masih hidup dan selamat. Beruntung akhirnya kedua bersaudari itu bisa bertemu kembali. "Saya dan Noni bertemu kembali setelah dua hari di sebuah ujung jalan di luar desa Lamgirek (sebuah desa yang selamat dari terjangan tsunami). Kami sangat lega dan bahagia," kata Nina.

Setelahnya, mereka pun bertekad untuk menemukan saudari mereka lainnya Nona dan ibunda mereka yang juga terpisah. Sayangnya, harapan kedua bersaudari itu untuk bertemu dengan Nona dan ibunda mereka kandas. Nona dan ibunda Nina dan Noni turut menjadi korban tewas dalam bencana tersebut.

Kini 10 tahun pasca bencana tersebut, Nina dan Noni menjalani kehidupan normal kembali bersama keluarganya. Pasca bencana, Noni sempat bekerja dengan Oxfam selama dua tahun sebagai penyuluh kesehatan dan penerjemah. Selama itu, Noni bertugas di Aceh Besar, Lamno dan Sigli.

Setelah itu, Noni sempat tinggal di Banda Aceh dan kemudian memutuskan untuk kembali ke ke desa mereka. "Saya merasa saya adalah gadis pantai. Saya akan membangun cafe kecil di dekat pantai, menjual buah segar dan kelapa untuk turis. Pantai adalah bagian dari hidup saya dan juga lautan. Saya suka sekali berenang dan melakukan snorkel," kata Noni. (teks dan foto: Oxfam, Suzi O Keefe/Jim Holmes)

BACA JUGA: