Telepon genggam Doni tak berhenti berbunyi, ratusan pesan masuk dari para pelapor. "Mas, saya menemukan kucing dengan luka menganga di kepala," demikian bunyi dari salah satu pesan yang juga disertai foto hewan luka tersebut. Setelah menanyakan lokasi satwa yang terluka tersebut, Doni bersama seorang staf bergegas memacu kendaraan menuju kawasan Depok, Jawa Barat, untuk melakukan penjemputan.

Hatinya bergetar saat tiba di lokasi. Kucing tersebut memiliki luka menganga yang cukup lebar di kepala dengan kondisi hampir busuk. "Ini luka kena benda tumpul, sudah ada belatungnya di luar, harus dioperasi, dibuka lukanya pasti ada lebih banyak lagi belatungnya," kata Doni Herdaru Tona, nama asli pria tersebut kepada gresnews.com yang mengikuti kegiatan Doni bersama dengan Animal Defenders, organisasi yang didirikannya untuk melakukan penyelamatan satwa terutama anjing dan kucing, beberapa waktu lalu.

Sang kucing yang terluka di kepala tersebut segera dibawanya ke dokter hewan di kawasan Muara Karang, Jakarta Utara, untuk diberikan perawatan. Tak lama berselang kembali pesan masuk ke telepon genggamnya. Kali ini disertai dengan video singkat."Gila ini lebih parah," ujar Doni sembari menunjukkan video tersebut.

Dalam video tersebut terlihat seekor kucing berjalan terseok-seok karena kaki belakang patah hingga pangkal paha. "Tertabrak atau sengaja ditabrak ini," ujar Doni sembari kembali bergegas memacu mobilnya untuk melakukan penjemputan di kawasan Simprug, Jakarta Selatan, meski saat itu waktu sudah menunjukan hampir tengah malam.

Menurutnya, dalam sehari laporan yang masuk bisa ratusan, namun dirinya melakukan skala prioritas. "Prioritasnya hewan yang kondisinya terluka parah," ucapnya. Doni dan Animal Defenders memang bersiaga 24 jam. Karena itu, meski malam tersebut mengantuk, penjemputan tetap dilakukan. "Ini soal nyawa makhluk hidup." ujar Doni.

Kecintaan dan "kegilaan" Doni dalam menyelamatkan satwa memang telah terbentuk sejak kecil. Doni kecil suka anjing. Ia sering memberi makan pada anjing ataupun kucing di jalan. Ia juga tidak tega melihat satwa-satwa itu sakit atau terlantar di jalan. Hasratnya menolong satwa yang tak beruntung itu tidak lagi bisa dibendung setelah ia bisa menghasilkan uang sendiri. "Sekarang seperti sudah menjadi panggilan hati, passion saya," ujarnya.

Doni bercerita, awalnya sebelum mendirikan Animal Defenders, aksi menyelamatkan satwa liar ini dilakukan seorang diri. "Awalnya nolongin satu-satu, sendirian, enggak ada komunitas," cerita Doni.

Lalu kemudian pada 2011, menjadi titik dimana dirinya merasa harus mendirikan organisasi atau perkumpulan dalam usahanya menyelamatkan satwa. "Dipicu oleh adanya kasus peracunan anjing di Yogyakarta. Kita enggak bisa melawan sendirian," katanya.

Selain itu, menurutnya, memang dibutuhkan sedikit "kegilaan" dalam usaha penyelamatan satwa liar terutama kucing dan anjing yang terluka, baik itu yang terluka karena kecelakaan ataupun disengaja akibat keisengan perilaku manusia itu sendiri. Doni rela merogoh koceknya sendiri sekitar Rp35 juta per bulan hanya untuk biaya perawatan satwa-satwa yang terluka tersebut.

"Banyak kasus kucing yang leher hampir putus karena diikat karet atau disiram air panas, anjing yang disiksa atau dibiarkan mati lemas karena sengaja tidak dikasih makan oleh pemiliknya," kata Doni.

Penyiksaan dan penelantaran hewan di Indonesia saat ini menurutnya semakin banyak, oleh sebab itu Doni melalui Animal Defenders dan beberapa organisasi yang bergerak di perlindungan satwa sedang merancang perbaikan hukum tentang pentingnya perlindungan satwa di Indonesia baik itu satwa lokal atau yang dilindungi. Dia menilai, hukum perlindungan satwa di Indonesia masih sangat lemah.

Dalam waktu dekat, Doni bersama organisasi lain yang satu visi akan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR. "Negara harus mengakomodir perbaikan kesejahteraan hewan, baik yang domestik ataupun yang dilindungi atau wildlife," ujarnya.

Doni memang menyesalkan lemahnya peraturan atau undang-undang mengenai penelantaran dan penyiksaan hewan di Indonesia. "Sudah ada pasal penganiayaan hewan di Pasal 302 KUHP yang mengatur hal itu tapi menurut gue itu pasal karet," katanya.

Ungkapan pasal karet tersebut menurutnya merujuk pada adanya kasus kekerasan terhadap kucing yang terjadi di Jogjakarta beberapa tahun lalu. "Nembakin kucing dipamerin di medsos lalu kita laporkan ke polisi tetapi polisi malah ketawa, kita sudah kasih petunjuk harusnya polisi usut karena itu adalah tindak pidana murni, itu yang enggak bilang pasal karet, itu hanya contoh kasus masih banyak kasus kekerasan hewan yang lain," ujarnya kesal.

Melihat kasus-kasus tersebut, Doni berpendapat negara masih abai terkait permasalahan perlindungan terhadap hewan di Indonesia yang menurutnya jauh tertinggal dibanding negara-negara lain. "Di Malaysia lo nyiksa hewan lo dipenjara, peraturan itu aktif Desember 2015, Singapura lebih ketat lagi, jarang ada hewan terlantar di sana dan yang lebih modern lagi Turki," jelasnya.

Meski merasa minim nya perhatian negera terhadap perlindungan hewan, Doni akhirnya menempuh jalannya sendiri dalam hal perlindungan hewan. "Kita harus keluar dari comfort zone kalau mau membuat perubahan, perubahan tidak ada di comfort zone tapi di warzone," ujarnya.

Ungkapan tersebut menurutnya memiliki arti bertindak nyata dan tidak berpangku tangan menanti uluran tangan orang lain atau bantuan pemerintah. "Misal kita di jalan lihat hewan yang butuh pertolongan, kita enggak bisa cuma bilang kasian, kita harus action, taroh ke klinik, lakukan apa yang harus kita lakukan, jangan menunggu orang lain melakukan apa yang harus kita lakukan," tegasnya. (Edy Susanto/Gresnews.com)

BACA JUGA: