Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) 1 dan PLTGU 2 Tanjung Priok merupakan pembangkit listrik thermal tertua di Indonesia. Kedua PLTGU tersebut dibangun pada tahun 1960 dengan kapasitas masing–masing 25 Megawatt (MW). Beroperasinya PLTGU tersebut diresmikan oleh Ir. Soekarno selaku Presiden RI pada masa itu.

Saat ini PLTGU 1 dan 2 sudah di-scrap alias dibesituakan. Di bekas lokasinya saat ini digunakan untuk PLTGU Blok III Priok. Permintaan tenaga listrik yang meningkat awal tahun 1990-an pada saat itu dicukupi dengan dibangun kembali PLTGU berkapasitas 2×590 MW dan 1×740 MW. Penambahan dua blok tersebut membuat PLTGU Tanjung Priok memiliki total kapasitas sebesar 1920 MW.

Krisis listrik di Pulau Jawa yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2017 mendasari dibangunnya PLTGU Tanjung Priok. PLTGU ini memasok tenaga listrik untuk wilayah Jakarta yang saat ini sudah mencapai sebesar 6917 MW. Molornya pembangunan PLTU Batang Jawa Tengah berkapasitas 1x1000 MW, membuat PLTGU Tanjung Priok akan diekspansi menjadi sebesar 1x800 MW.

Selain PLTGU Tanjung Priok untuk mengantisipasi krisis listrik di Jawa juga disiapkan beberapa proyek pembangkit listrik tambahan seperti PLTGU Muara Karang 1x500 MW, PLTGU Muara Tawar 1x650 MW dan PLTGU Grati yang diekspansi 1x450 MW. PLTGU merupakan suatu instalasi peralatan yang berfungsi untuk mengubah energi panas (hasil pembakaran bahan bakar dan udara) menjadi energi listrik yang bermanfaat.

Pada dasarnya, sistem PLTGU ini merupakan penggabungan antara PLTG dan PLTU. PLTU memanfaatkan energi panas dan uap dari gas buang hasil pembakaran di PLTG untuk memanaskan air di HRSG (Heat Recovery Steam Genarator), sehingga menjadi uap jenuh kering. Uap jenuh kering inilah yang akan digunakan untuk memutar sudu (baling-baling atau turbin).

Gas yang dihasilkan dalam ruang bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) akan menggerakkan turbin dan kemudian generator, yang akan mengubahnya menjadi energi listrik. Sama halnya dengan PLTU, bahan bakar PLTG bisa berwujud cair (BBM) maupun gas (gas alam).

Penggunaan bahan bakar menentukan tingkat efisiensi pembakaran dan prosesnya. PLTGU memiliki kelebihan diantaranya, yaitu respons beban cepat sehingga bagus buat mengantisipasi beban puncak pada jam 18.00-22.00. Start up juga terhitung cepat. PLTGU juga effisiensi tinggi, investasi murah, cepat konstruksinya. Kemudian hasil gas buang dari PLTG bisa dimanfaatkan untuk reheater low preasure PLTU karena gas buangnya masih mempunyai enegi yang cukup besar

Sayangnya pembakit listrik jenis ini menyimpan beberapa kelemahan seperti tidak ramah lingkungan, kapasitas hanya mencapai puluhan MW per pembangkit, dan tidak cocok untuk base load (beban dasar/harian). Karena kelemahan pada sisi daya, banyak negara mulai meninggalkan PLTGU dan melirik Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) karena biayanya terhitung murah. Namun PLTN juga mengandung risiko yang sangat besar, terutama jika terjadi kebocoran. (Gresnews.com/Edy Susanto)

BACA JUGA: