Mengurus Kematian sanak saudara atau kerabat di Jakarta saat ini tidak sekadar masalah administratif. Ada permasalahan yang merupakan permasalahan utama yaitu terbatasnya ketersediaan lahan pemakaman.

Bahkan di wilayah DKI Jakarta diprediksi akan mengalami krisis lahan pemakaman pada 2017 nanti. DKI Jakarta saat ini hanya mempunyai lahan pemakaman siap pakai seluas 31,3 hektar dari total 600 hektar lahan pemakaman yang dikelola.

Lahan siap pakai seluas 31,3 hektar ini bisa digunakan untuk 6 ribu liang lahat. Tentu jumlah yang sangat jauh dibandingkan dengan kebutuhan lahan makam warga Jakarta. Berdasarkan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, setiap hari 110 orang membutuhkan makam di DKI Jakarta atau lahan sekitar 880 meter persegi.

Berbagai cara dilakukan Pemprov DKI guna memenuhi kebutuhan warga Jakarta akan ketersediaan lahan makam. Pemprov saat ini tengah mengusahakan untuk menambah stok lahan yang bisa dijadikan makam. Selain penambahan stok lahan pemakaman baru,penerapan sistem makam tumpang yang di anggap bisa mengatasi krisis lahan pemakaman.

Makam tumpang merupakan alternatif lain untuk mengatasi kekurangan lahan di Ibu Kota. Dengan makam tumpang, penggunaan petak makam berkurang sehingga lahan yang digunakan dapat lebih efisien.

"Memang semakin sempit sekarang, dulu sebagian makam di sini masih ada tanah buat main bola sekarang sudah jadi makam karena kebutuhan makam bertambah," ujar Nahwan (62) warga Kemanggisan Jakarta Barat.

Di temui di sebuah TPU di kawasan Jakarta Barat, lelaki berperawakan gempal dengan rambut yang seluruhnya sudah memutih ini menuturkan penerapan sistem makam tumpang memang di gunakan saat ini untuk mengatasi semakin sempitnya lahan pemakaman.

"Ada yang tumpuk tiga tergantung permintaan keluarga, seperti makam adik saya yang di tumpuk sama anaknya itu," jelasnya sembari menunjuk sebuah makam dengan berisi dua nama dalam satu liang.

Namun penggunaan lahan tumpang memiliki beberapa persyaratan khusus. Di antaranya ada izin dari ahli waris makam yang akan ditumpang. Selain itu, lahan makam harus sudah tidak jelas keberadaan ahli warisnya dengan kata lain tidak diperpanjang IPTM-nya (izin pakai tanah makam).

Untuk makam yang ditumpang minimal kedalamannya juga mencapai 1,5 meter. "Dari pihak keluarga gak keberatan sih karena memang lahan makam sekarang kan semakin berkurang," ujar Titi (50) seorang ahli waris yang tengah mengurus IPTM-nya (izin pakai tanah makam) yang harus di lakukan 3 tahun sekali.

Keterbatasan lahan pemakaman memang menjadi permasalahan tersendiri bagi warga Jakarta. Pengalihan fungsi lahan pemakaman sebagai tempat tinggal, kantor atau apartemen dituding menjadi salah satu faktor penyebab semakin sempitnya lahan pemakaman.

Semakin berkurangnya lahan pemakaman menjadi celah bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung-jawab demi meraup keuntungan dengan melakukan praktik percaloan atau pun pemesanan makam secara ilegal yang menyebabkan munculnya fenomena makam fiktif seperti yang terjadi beberapa bulan lalu.

Hal ini terjadi karena warga khawatir tidak mendapatkan lahan makam ketika meninggal, selama puluhan tahun warga Jakarta terbiasa memesan makam saat masih hidup. (Edy Susanto/gresnews.com)

BACA JUGA: