Suasana perkampungan terasa ramai, pernak-pernik sisa perayaan kemerdekaan Indonesia yang lalu masih terasa. Di pojok, orang bergerombol menikmati hari, anak-anak berlari riang mengerubungi pedagang ikan hias kaki lima yang mampir.

Lalu-lalang kendaraan di gang-gang sempit tidak mereka hiraukan. Hari yang riuh di Bukit Duri, sebuah kawasan, perkampungan atau kelurahan di wilayah Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Berbatasan dengan Kelurahan Manggarai di sebelah Utara, Kelurahan Manggarai Selatan di sebelah Barat, Kelurahan Kampung Melayu di Timur dan Kelurahan Tebet Timur di Selatan.

Kampung yang sudah ada sejak 1672 Masehi ini awalnya tanah milik Meester Comelis Senen, seorang kaya dari Selamon di Pulau Lontar, Kepulauan Banda. Luas wilayahnya 5 kilometer persegi dari Cipinang dan Ciliwung.  Untuk melindungi para penebang hutan dan tukang kebun dari gerilya tentara Mataram dan Banten, rumah-rumah mereka dikelilingi pagar (1656). Selanjutnya, pada 1689, pagar sederhana itu diperkuat dengan pagar bambu berduri dan dijaga 14 tentara yang sebagian besar sakit-sakitan.

Pagar berduri itulah yang kemudian dipakai jadi nama pada Kampung Bukit Duri. Sekarang di daerah yang sama dijadikan nama kompleks pertokoan yang dibangun di atas lahan bekas tempat  Penjara Wanita Bukit Duri.

Tak lama lagi Bukit Duri tinggal kenangan. Sama seperti Kampung Pulo, wilayah ini menjadi sasaran normalisasi kali berikutnya. Warga cepat atau lambat harus rela meninggalkan rumah yang sudah mereka huni bertahun-tahun. Sebagian warga sudah mengetahui bahwa kampung mereka akan tergusur.

Kendati waktu relokasi warga Bukit Duri belum pasti, sebagian warga pasrah, sebagian menyesalkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang menggusur perkampungan mereka. "Saudara kita yang di seberang (Kampung Pulo) tuh abis, tinggal nunggu giliran aja," celetuk seorang warga saat gresnews.com mendokumentasikan perkampungan Bukit Duri.

Sama seperti warga Kampung Pulo, keberatan warga Bukit Duri terhadap penggusuran yang akan dilakukan karena Pemprov DKI tidak memberikan ganti rugi berupa uang. Pemprov DKI hanya menyiapkan rumah susun (rusun)  Cibesel (Cipinang Besar Selatan) dan rusun Pulo Gebang untuk warga Bukit Duri yang tergusur.

"Masa enggak ada uang kerahiman atau apalah gitu, kita bangun rumah selama ini juga keluar duit," tambahnya. Kondisi rumah-rumah di pemukiman Sungai Ciliwung ini memang sebagian besar masih terbuat dari kayu, namun banyak juga yang kokoh, berbata dan bersemen. Berjejer berhimpitan sepanjang dua kilometer sepanjang tepian sungai. Tepat di halaman belakang rumah adalah Sungai Ciliwung. Jika penggusuran dilakukan, ada 3 RW yaitu RW 10, 11, 12 berisikan 390 kepala keluarga yang akan tergusur. (Edy Susanto/Gresnews.com)

BACA JUGA: