JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi XI DPR telah memasukkan RUU Perbankan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015. Usulan perubahan kedua UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan itu segera dikebut. Sejumlah pihak mendesak DPR agar fokus mengkaji kepemilikan asing di sektor perbankan nasional.

Direktur Kajian Bidang Ekonomi Pusat Studi Sosial dan Politik (Puspol) Kusfiardi mengatakan, DPR perlu memprioritaskan agenda restrukturisasi kepemilikan modal asing dalam RUU perbankan.

Menurut Kusfiardi, RUU Perbankan kali ini harus menempatkan sektor perbankan sebagai salah satu instrumen yang penting bagi negara yang terkait hajat hidup orang banyak.

"Pemerintah perlu secara perlahan mengurangi peran pihak asing dan menempatkan perbankan sebagai institusi negara yang dikelola sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat," kata Kusfiardi saat dihubungi Gresnews.com, Selasa (14/4).

Kusfiardi menilai, bila sektor perbankan secara berkelanjutan dikuasai pihak atau pemodal asing maka pemerintah akan kehilangan kontrol terhadap perputaran uang nasional. Bahkan, lebih lanjut Kusfiardi mengatakan, kuatnya pemilik modal asing berpotensi menggerus peran dan eksistensi perbankan nasional.

Kusfiardi mengakui, pada dasarnya pemerintah tidak mudah mencabut modal asing dalam waktu singkat. Menurutnya, butuh proses dan kerja keras pemerintah untuk mengambil kendali dari pihak asing agar mencapai tujuan nasionalisasi perbankan.

"Memang butuh waktu untuk mengambil alih kepemilikan modal asing. Namun secara perlahan pemerintah harus mengarahkan kebijakannya pada nasionalisasi perbankan guna mewujudkan kepentingan perekonomian nasional.

Selain itu, Kusfiasrdi juga meminta dipertegas kembali peran perbankan untuk memajukan sektor rill. Ia menilai, industri perbankan jangan hanya berkutat pada kegiatan keuangan seperti valas, saham dan surat berharga lainnya serta sektor kredit atau pinjaman yang selama ini hanya disalurkan untuk kepentingan konsumsi semata.

Namun, dalam RUU nanti, lanjut Kusfiardi, pemerintah diharapkan mampu mengarahkan sektor perbankan untuk menumbuhkan sektor rill seperti pangan, transportasi dan menyangkut kepentingan publik lainnya.

"Sektor rill penting untuk menjadi fokus pemerintah dalam RUU Perbankan nanti. Aspek rill sangat penting karena akan memberikan manfaat terhadap meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan peningkatan lapangan kerja," ucapnya.

Selain itu, Kusfiardi pun berharap ada penguatan kinerja institusi perbankan baru seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Menurutnya, lembaga-lembaga tersebut harus berkoordinasi secara solid dalam mengawal pertumbuhan sektor industri perbankan nasional.

Untuk itu, ketiga lembaga tersebut perlu disusun instrumen penyelenggaraan berbasis hukum dan aturan serta kapasitas jaminan terhadap perlindungan konsumen. Misalnya, melalui penguatan akses informasi secara berkala terkait kondisi perbankan kepada masyarakat.

"Masyarakat harus tahu kondisi dan perkembangan sektor perbankan. Hal ini dimaksudkan agar publik dapat mengukur baik buruknya kinerja institusi perbankan," kata Kusfiardi.

Dalam waktu terpisah, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad ikut menyampaikan hal serupa berkaitan dengan peran pihak asing dalam sektor perbankan nasional. Menurut Muliaman, perlu ada rumusan yang tepat untuk mengatasi keberadaan pemilik modal asing.

"Pemerintah perlu rumusan kebijakan yang tepat supaya keberadaan asing dalam industri perbankan nasional memberikan manfaat dan nilai tambah bagi masyarakat," ujar Muliaman.
 
Menurutnya, pemerintah perlu mengkaji sistem konglomerasi perbankan yang hingga kini masih berlangsung. Muliaman menambahkan, substansi dan kajian mengenai hal ini sangat diperlukan agar ke depan tak menimbulkan dampak sistemik kepada anak-anak perusahaan ketika induknya mengalami kerugian.

"Konglomerasi perbankan perlu dicermati melalui pengaturan tentang bentuk perusahaan holding dan penerapan pengawasan terintegrasi," katanya.

BACA JUGA: