JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai pinjaman Lion Air kepada Angkasa Pura II (AP II) sebagai bentuk pelanggaran. Pasalnya AP II tidak berwenang meminjamkan uang negara kepada pihak swasta. Terkait hal ini, komisi VI akan segera memanggil pihak AP II untuk meminta penjelasan. Kalau penjelasan dasar hukum peminjaman tidak masuk akal, maka komisi VI akan mengusulkan opsi untuk memecat Direksi AP II.

Wakil Ketua Komisi V DPR Fraksi PKS yang bermitra dengan departemen perhubungan Yudi Widiana Adia menyatakan sudah melakukan konfirmasi dengan pihak AP II. AP II ternyata hanya menyiapkan uang sejumlah Rp4 miliar. Realisasinya Lion Air hanya meminjam pada AP II sebesar Rp520 juta.

"Rp520 juta untuk taktis chaos kemarin. Pengganti uang tiket untuk menjaga tidak anarkis dan meredakan karena demo sangat bahaya dan merugikan penerbangan kita," ujar Yudi saat dihubungi Gresnews.com, Minggu (22/2).

Ia menjelaskan berdasarkan klarifikasi AP II pada dirinya, pinjaman diberikan lantaran dalam situasi yang menurut mereka emergency. "Bisa dikatakan sebagai pengendalian agar jangan sampai ada kerugian lebih besar lagi kalau alat perlengkapan dan aset mereka dirusak," ujar Yudi.

Meski pihak AP II membela diri, Yudi menilai bentuk pinjaman Lion Air pada AP II tidak patut lantaran penggantian uang tiket merupakan tanggungjawab Lion Air. Begitu pun dengan AP II yang harus mempertanggungjawabkan peminjamannya pada Lion Air ke komisaris dan DPR komisi VI." Uang tersebut juga harus segera dikembalikan," ujarnya.

Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Komisi VI DPR Fraksi Hanura Farid Alfauzi menyatakan peminjaman uang oleh AP II kepada Lion Air sudah melanggar Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) perusahaan BUMN dan standar operasi keuangan BUMN. Tidak hanya itu, ia menilai tindakan tersebut juga melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara.

Berdasarkan aturan itu, ganti rugi wajib diberikan oleh maskapai yang bersangkutan bukan pihak lain. "Tanpa melihat besarnya nominal pinjaman, ini pelanggaran," ujar Farid kepada Gresnews.com, Minggu (22/2).

Ia melanjutkan, DPR sudah bertekad agar bisa menjadikan BUMN menjadi corporate governance atau BUMN yang bersih. "Tapi kasus ini malah menggunakan uang negara yang berada di luar standar operasi. Sehingga komisi VI pasca reses masa sidang kedua akan memanggil pihak terkait untuk menyikapi hal ini," tegas Farid.

Menurut Farid, AP II harus bisa menjelaskan pada DPR soal landasan hukum meminjamkan sejumlah uang negara pada Lion Air. Dia menegaskan kalau AP II tidak bisa menjelaskan landasan hukum atau penjelasannya tidak masuk akal untuk meminjamkan uang pada Lion Air, ia akan mengusulkan pada menteri BUMN untuk segera memecat Direksi BUMN di AP II.

"Peristiwa pinjaman yang seharusnya tak dilakukan saja malah diketahui publik secara luas. Bagaimana dengan hal lain yang tidak diketahui publik. Tentu akan menjadi pertanyaan besar," ujarnya.

Farid pun mengkritisi bagaimana bisa perusahaan sekelas Lion Air tidak memiliki dana on call Rp4 miliar. Padahal perusahaan penerbangan seharusnya linier dengan tingkat keselamatan. Sementara itu tingkat keselamatan juga harus linier dengan tingkat biaya operasi dan maintenance.

"Bagaimana Lion Air melakukan operasi dan maintenance pesawatnya yang banyak kalau dana Rp4 miliar saja mereka harus meminjam dari AP II? Persoalan ini juga harus disikapi tegas oleh kementerian perhubungan," tegas Farid.

Sebelumnya, ratusan calon penumpang Lion Air mengamuk akibat penundaan keberangkatan pesawat sejak Rabu (18/2). Lion Air beralasan keterlambatan penerbangan terjadi karena pesawat rusak akibat adanya benda asing pada pesawat.

Ratusan calon penumpang terlantar dan menuntut pengembalian uang tiket dan ganti rugi. Tidak memiliki uang cash untuk mengganti tiket tersebut dengan jumlah ratusan penumpang, akhirnya Lion Air meminjam pada AP II senilai Rp4 miliar.

BACA JUGA: