JAKARTA, GRESNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani menerapkan kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak). Kebijakan tax amnesty ini nantinya akan ditujukan bagi warga negara Indonesia yang memiliki dana parkiran di negara-negara tetangga. Sehingga pemerintah bisa mengambil manfaat dari banyaknya dana warga Indonesia yang parkir di luar negeri.

Agar berhasil, Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait menyarankan pemerintah mengimplementasikan tax amnesty secara mendadak. Sehingga tidak ada upaya antisipasi dari wajib pajak. Kemudian mulai  membangunan database bagi wajib pajak, serta menegakkan hukum.

Langkah ini menurutnya,  terbukti dapat meningkatkan dengan pesat pemasukan beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan ini. "Saya minta kali ini pembuatan tax amnesty dipertimbangkan," ujar Maruarar kepada wartawan, Rabu  (28/1).

Sejumlah negara yang dinilai berhasil menerapkan tax amnesty antara lain India, Irlandia, dan Afrika Selatan. Indonesia pernah menerapkan tax amnesty pada 1984, namun sayangnya gagal.

Dalam dosis yang lebih ringan, tax amnesty muncul kembali melalui kebijakan sunset policy atau keringanan pajak demi meningkatkan angka pembayar pajak pada tahun 2008. Faktanya, kebijakan itu sempat menaikkan penerimaan pajak negara. "Jika setuju, maka buat payung hukumnya agar uang-uang yang selama ini dilarikan ke negara ketiga, bisa kembali," ujarnya.

Menurut Maruarar jumlah uang yang berada di luar negeri kisarannya mencapai Rp1.000 triliun-Rp1.500 triliun. Seandainya kebijakan tax amnesty diterapkan, pemerintah setidaknya akan memperoleh 3-5 persen jumlah uang tersebut ke kas negara. "Uang itu bisa diputar di dalam negeri dengan efek multiplier yang besar bagi perekonomian," ujarnya.

Menyusul konsekuensi hukum yang akan dihadapi,  Maruarar menyarankan dilakukan  pembicaraan lebih lanjut dengan pihak Kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. "Jika kita membuat kebijakan ini, maka tentu ada yang tak senang yakni negara seperti Swiss dan Singapura, karena duit berputar di mereka selama ini akan hilang," katanya

Selama ini, para pemilik dana tersebut masuk ke Indonesia dengan skema Penanaman Modal Asing (PMA). "Sekarang mereka bisa masuk langsung, kebijakan itu lebih baik daripada kita menarik pajak warteg," ujarnya.

Terkait upaya peningkatan pajak, Maruarar mengusulkan agar pemerintah menambah sumber daya manusia hingga 10 ribu personel demi memperkuat pemenuhan target pajak. Sebab jumlah aparat pajak di Indonesia dinilai masih sedikit, hanya sekitar 32 ribu pegawai dan lima ribu auditor. Sebagai perbandingan, Jepang memiliki sekitar 50 ribu pegawai pajak dan 12 ribu auditor.

Patut diduga dengan jumlah pegawai pajak kecil dan kualifikasi rendah akan menguntungkan pengemplang pajak. "Semua juga tahu makro ekonomi kita bagus,  namun banyak uang parkir di luar negeri. Kenapa kita biarkan dan tak cari solusi?" tanyanya retoris.

Menurutnya jika Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tak merestui usulan ini, harus rapat lanjutan untuk mencari solusi konkret. "Jika ada unsur pemerintah tak mendukung penambahan pegawai pajak maka dianggap tak mendukung peningkatan penerimaan pajak," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak John Hotagaol mengatakan pihaknya masih mengkaji terobosan pajak berupa tax amnesty. Menurutnya, tax amnesty butuh effort yang sangat besar, terutama dukungan dari presiden hingga masyarakat.

“Kalau tidak ada dukungan dari presiden, maka keberhasilan implementasi tax amnesty itu tipis. Begitu juga dari masyarakat. Sehingga, banyak pertimbangan-pertimbangan yang perlu dikaji lebih dalam lagi,” katanya.

BACA JUGA: