JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambut baik kebijakan pemerintah melonggarkan batas minimal kadar lima jenis bahan mineral untuk diekspor ke luar negeri. Langkah pemerintah tersebut diapresiasi oleh kalangan pengusaha.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur mengatakan pelonggaran ekspor mineral merupakan langkah tepat. Lantaran selama ini akibat larangan ekspor mineral, banyak perusahaan yang tutup dan ekonomi daerah tidak bergerak karena rata-rata tambang berada di daerah. Secara otomatis pajak daerah banyak berkurang.

Disisi lain, Natsir menambahkan ada beberapa komoditi yang sangat dibutuhkan pasar, misalnya produk akhir bauksit jenis propan berkadar alumunium 78 persen sebagai pelengkap industri shale gas yang akan dikembangkan oleh PT Antam (Persero) Tbk. Kemudian, terdapat konsentrat pasir besi yang digolongkan dalam pencatatan harmonisasi sistem (HS) pada konsentrat titanium sehingga terkena harga patokan eskpor (HPE) yang lebih mahal.

Menurutnya langkah pemerintah tersebut akan mengubah namanya dari konsentrat pasir besi menjadi konsentrat besi. Hal ini disebutkan dapat memudahkan pengusaha untuk melakukan ekspor. Dia menuturkan pemerintah juga akan mengubah penamaan pasir zirkonium dengan memasukkan kandungan hafnium (HF). Sehingga para pengusaha dapat mengekspor kadar minimumnya menjadi Zr+Hf 65,5 persen.

Selain perubahan dalam penamaan komoditas, pemerintah juga menurunkan kadar mineral pada non logam bentonit dan tembaga batangan telurit. Menurutnya dengan kebijakan pelonggaran ekspor mineral dapat menggairahkan perekonomian daerah.

"Semoga langkah ini bisa ikut menggairahkan para pelaku tambang di daerah," kata Natsir kepada Gresnews.com, Jakarta, Selasa (13/1).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute Resourcess Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan ada kesalahan pemerintah dengan menafsirkan UU Minerba dalam turunan peraturannya pelarangan ekspor minerba yang dilakukan secara bertahap. Marwan mencontohkan pemerintah memberikan kebijakan selama tiga tahun kedepan dengan konsentrat 15 persen karena perusahaan tambang berencana untuk membangun pabrik smelter dan sesudah tiga tahun menjadi 100 persen.

"UU Minerba tidak bisa ditafsirkan seperti itu. Kondisi idealnya ya 100 persen," kata Marwan kepada Gresnews.com.

Marwan mengungkapkan sewaktu Dirjen Minerba dijabat oleh Thamrin Sihite. Pembentukan UU Minerba ditujukan untuk pembangunan smelter dengan tenggat waktu 5 tahun. Kemudian saat itu pabrik smelter Gresik sudah memurnikan 95 persen tembaga dan yang diproses hanya 30 persen dari produksi. Hal itu pun sudah tertuang dalam pasal 170 UU Minerba untuk memurnikan hingga 100 persen.

Akan tetapi proses perealisasian UU Minerba tersebut telah direkayasa dengan keringanan-keringanan hasil dari negosiasi pemerintah dan pengusaha tambang. "Jadi banyak sekali dibodoh-bodohi. Pejabat kita itu antek-antek asing," kata Marwan.

BACA JUGA: