JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemilihan tujuh calon Dirjen Pajak oleh Panitia Seleksi (Pansel) Dirjen Pajak dipersoalkan. Pasalnya dari tujuh nama calon itu, sebagian diragukan integritasnya, bahkan terindikasi  terkait kasus korupsi. Jika yang terpilih adalah calon yang tidak bersih dikhawatirkan  akan berpengaruh pada citra lembaga, hingga ke penerimaan negara.

"Idealnya jika calonnya tersangkut masalah hukum maka digugurkan dalam seleksi," ujar Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamudin Daeng kepada Gresnews.com, Jumat (2/1).

Sebab, jika calon bermasalah yang diajukan, maka problem pemerintah akan bertambah berat untuk memberantas korupsi ke depan. Di samping harga komoditi dan minyak yang terus  jatuh, penerimaan pemerintah dari pajak juga akan terkena dampaknya. "Apabila pajak yang diterima dan dikelola tidak baik akan berdampak pada pelebaran defisit dalam defisit APBN," katanya.

Jika calon bermasalah tetap dipilih maka pemerintah akan menelan konsekuensi pahit atas pilihannya tersebut. Sebab penerimaan pajak dianggap sebagai salah satu tulang punggung pemasukan APBN. "Dirjen pajak itu harus bersih dari masalah korupsi karena kita tahu beberapa kasus pajak juga tak jelas muaranya," tambahnya.

Ia berharap proses seleksi ini tidak menghasilkan tambahan deretan ketidaktuntasan masalah pajak. Sehingga dirjen yang dipilih harus menjadi solusi dan jangan menjadi beban. "Saya juga heran mengapa mereka bisa lolos, padahal proses seleksinya melewati beberapa tahapan, dimana tim penyeleksinya juga mantan pejabat KPK," ujarnya.

Terlanjur basah, ia hanya berharap calon terbersih dan visionerlah yang dipilih menjadi Dirjen Pajak. "Tapi bagaimanapun juga ujungnya pasti pertarungan kepentingan," katanya.

Sebelumnya, Komisi III DPR RI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan tracking terhadap sejumlah calon Dirjen Pajak yang masuk di Pansel. Kedua lembaga ini dituntut ekstra ketat dan tidak membiarkan calon yang terindikasi korupsi, serta  memiliki rekening gendut lolos begitu saja menduduki jabatan penting di sektor penerimaan negara tersebut.

"Infonya banyak yang bermasalah. Sekarang kita minta KPK dan PPATK terbuka," kata Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, Kamis (1/1).

Seperti diketahui berdasarkan seleksi final Panitia Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Pansel Pajak),  Kemenkeu yang dipublikasi melalui Pengumuman No PENG-11/PANSEL/2014, diketahui telah diloloskan 7 calon.

Namun, lolosnya 7 calon tersebut, menurut Bambang mengundang tanda tanya publik. Sebab, ada sejumlah nama yang sangat layak karena memiliki track record bagus justru tidak diloloskan. "Pansel harus jelaskan kriteria penilaiannya ke publik, termasuk penilaian dari KPK maupun PPATK," ujarnya.

Komisi III, menurut politisi Partai Golkar, telah menerima masukan dari  Forum Peneliti Pajak Berkeadilan terkait rekam jejak calon. Berdasarkan penelitian lembaga itu, para calon yang lolos tidak begitu bagus. Bambang membeberkan rapor merah rekam jejak 7 calon yang diloloskan Pansel menurut Forum Peneliti Pajak Berkeadilan. Detail cacat para calon Dirjen Pajak Kemenkeu itu adalah sebagai berikut.

(1) Catur Rini Widosari tidak pernah menjabat Kanwil DJP, sehingga tidak memiliki wawasan tentang target penerimaan pajak. Berembus isu miring ia terlibat kasus Gayus Tambunan.

(2) Sigit Priadi P, diduga memiliki sejumlah aset miliaran rupiah, sementara dirinya hanya seorang PNS. Berdasarkan LHKPN yang diterima KPK, ia mempunyai properti puluhan miliar di Jakarta.

(3) Suryo Utomo, calon paling muda dan sangat pintar, namun sayang ada berita miring terkait mafia pajak. Konon ia mengambil cuti kuliah agar terhindar dari sebuah kasus mafia pajak. Ia juga menerima rapor merah dari Itjen dan Uji Publik.

(4) Poltak Maruli Jhon Liberty Hutagaol, keluarganya memiliki perusahaan konsultan pajak, sehingga dicurigai bisa ada konflik kepentingan bila ia menjabat Dirjen.

(5) Puspita Wulandari, diduga memiliki rekening tidak wajar. Puspita sangat dekat dengan petinggi di pemerintahan dan memiliki jaringan ke pimpinan parpol.

(6) Ken Dwijusetiadi, kendati berpengalaman memimpin Kanwil DJP, dirinya mendapat rapor merah dari ITJEN.

(7) Rida Handanu, calon unik dan mencurigakan. Alasannya, ia tidak ada rapor merah tapi terlibat dalam berbagai kasus besar yang tertangkap tangan oleh KPK. Ia selalu lolos dan hanya bawahannya yang kena ciduk.

"Atas dasar masukan tersebut, DPR mendesak KPK dan PPATK selaku mitra kerja Komisi III DPR, agar segera mengambil langkah-langkah penting, berkoordinasi dengan Pansel agar calon Dirjen Pajak pengganti Fuad Rahmani benar-benar calon yang layak dan minim kontroversi," katanya.

BACA JUGA: