JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengucuran Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp39,92 triliun kepada 30 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tidak akan menguntungkan bagi negara, malah justru merugikan negara. Sebab 14 perusahaan BUMN penerima PMN diantaranya bermasalah dan masuk dalam catatan khusus Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut Analis Ekonomi Politik Kusfiardi,  PMN yang disetujui DPR dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, sama sekali tidak mengakomodir amanat UUD 1945. Terutama terkait dengan amanat bahwa  kebijakan pemerintah harus berorientasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Bahkan menurutnya, persetujuan DPR justru melegalkan PMN kepada 14 BUMN yang menurut audit BPK memiliki catatan buruk. Dia menilai, pengucuran kepada 14  BUMN bermasalah itu karena 14 BUMN itu luput dari penilaian. Padahal seharusnya DPR waspada karena terdapat ancaman serius dibalik pembahasan persetujuan PMN yang diajukan pemerintah.

"Ini bukan saja tidak berorientasi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, tapi justru berpotensi menimbulkan kerugian atas keuangan negara," kata Kusfiardi, Jakarta, Senin (16/2).

Dia mengatakan persetujuan PMN tersebut berarti pula, bahwa DPR menyetujui kebijakan yang menyertainya. Setidaknya DPR ikut menyetujui kebijakan pemerintah menurunkan target setoran dividen dari BUMN. Kemudian DPR juga menyetujui kebijakan pemerintah menambah utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).

Artinya, DPR setuju pendapatan negara yang berasal dari penerimaan deviden diturunkan. Kemudian DPR juga setuju dan membiarkan beban pembayaran bunga dan cicilan utang pemerintah justru semakin bertambah memberatkan keuangan negara.

"DPR juga ikut melegalkan aliran PMN kepada 14 BUMN yang menurut audit BPK memiliki catatan buruk," kata Kusfiardi.

Sementara pengamat kebijakan publik Sofyano Zakaria mengatakan pemberian PMN seharusnya diberikan untuk modal kerja dalam rangka melakukan ekspansi bisnis dan PMN tidak boleh untuk membayar utang. Dia mencontohkan PT Djakarta Lloyd (Persero) yang dianggap tidak layak menerima PMN sebesar Rp200 miliar.

Menurutnya pemberian PMN kepada Djakarta Lloyd tidak akan berguna sebab perusahaan masih memiliki kewajiban membayar gaji karyawan. Sehingga pemberian PMN akan digunakan perusahaan untuk membayar gaji karyawan. Jika untuk revitalisasi kapal, perusahaan juga sudah tidak memiliki kapal.

Sofyano bahkan meminta kepada pemerintah agar membubarkan Djakarta Lloyd karena sudah terlalu banyak membebankan negara dengan utang hingga Rp1,5 triliun. Dia menyarankan pemberian PMN untuk membayar gaji karyawan sebagai langkah PHK lalu negara membubarkan Djakarta Lloyd. "Ya liat saja uangnya untuk apa, kapal juga sudah tidak punya," kata Sofyano.

BACA JUGA: