JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pergantian Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang, menyisakan berbagai pertanyaan. Dewan Perwakilan Rakyat menilai, pergantian itu sangat mengejutkan, karena kinerja Pertamina terhitung baik.

Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Satya Yudha mengaku cukup terkejut dengan langkah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memberhentikan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang secara bersamaan. "Di tengah kinerja keuangan yang cukup baik, itu diputuskan untuk ada penggantian orang penting dalam perusahaan itu yakni Direktur Utama dan wakil direktur utama, ini menurut saya mengejutkan," katanya saat ditemui di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (5/2).

Satya menegaskan, keputusan itu cukup mengejutkan karena di DPR, untuk mengukur sebuah korporasi selalu berdasarkan kinerja. "Kinerja diukur dari bagaimana mereka menyumbangkan dan berkontribusi terhadap negara. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa Pertamina menyumbang cukup besar di dalam keuntungan itu," tambahnya.

Satya mengaku tak percaya alasan Menteri BUMN Rini Soemarno mengganti Dwi dan Ahmad karena adanya kepemimpinan ganda alias matahari kembar di Pertamina. Sebelumnya diberitakan, Dwi dan Ahmad tidak kompak dalam menjalankan kepemimpinannya di Pertamina. Keduanya dianggap cenderung berjalan sendiri-sendiri dengan minimnya koordinasi.

Namun Satya menilai, adanya kepemimpinan ganda bukan jadi pokok persoalan terjadinya kekacauan dalam koordinasi dalam manajemen. Hal tersebut lantaran sebelumnya Pertamina juga memiliki jabatan yang sama pada periode yang lalu.

"Kan Pertamina dulu mempunyai beberapa Wakil Direktur. Ada yang namanya pak Mustikus saleh, ada yang namanya pak Iin Arifin Pakyan. Tidak ada masalah karena pembagian tugasnya benar. Tapi kalau kemarin yang saya dengar kan ada yang janggal dalam scope pekerjaan. Itu tak lepas dari scope yang harusnya diambil di dewan komisaris," tutur dia.

"Sebetulnya kita berharap tidak ada konflik apalagi yang bersifat pribadi, maka peranan daripada Dewan Komisaris harus bisa meredam itu. Karena sebetulnya ini tidak merefleksikan kinerja mereka. Kinerjanya bagus kok. Jadi kan agak repot. Kecuali kalau misalkan dianggap tidak bisa berkomunikasi dan dampaknya terhadap kinerja. Ini masih bisa masuk akal. Ini kan kinerjanya membumbung tinggi. Bahwa Pertamina sepanjang sejarah baru kali ini mempunyai capaian yang sedemikian tinggi," tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir curiga ada tangan-tangan "mafia migas" bermain dibalik pencopotan Dwi dan Ahmad. Menurut Inas, pencopotan Dirut dan Wadirut Pertamina merupakan bagian skenario Menteri BUMN Rini Soemarno. Pasalnya jika pun ada "mata hari kembar" antara Dirut dan Wadirut di Pertamina, itu bermula dari perombakan struktur Pertamina oleh Dewan Komisaris dan Kementerian BUMN.

Dalam perombakan itu, pemerintah meletakkan jabatan Wakil Direktur Utama dalam struktur perusahaan yang semula tak ada. Dengan meletakkan struktur baru itu, Inas menduga, pemerintah sengaja ingin menimbulkan kegaduhan dan menjadi dasar untuk mengganti Dwi Soetjipto.

"Jangan-jangan penunjukan Wadirut memang sengaja untuk menciptakan kegaduhan dimana kemudian mereka berdua dicopot," kata Inas.

Setelah skenario pencopotan Dwi berjalan mulus, kemudian tangan-tangan mafia migas bermain menempatkan orang di posisi Dirut dan membuka peluang bagi pemburu rente. "Endingnya adalah seseorang akan dikirim oleh juragan minyak (mafia migas) untuk duduk jadi Dirut Pertamina. Kita lihat saja drama ini," kata Inas.

Hal senada disampaikan mantan anggota Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas Fahmy Radhi. Dia mengatakan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang hanyalah korban manuver Menteri BUMN, Rini Soemarno. Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM ini mengatakan, hal itu terlihat dari sikap Kementerian BUMN dan Dewan Komisaris yang terkesan memojokkan Dwi dan Bambang.

Kemudian dihembuskanlah isu, Dwi dan Bambang tidak bisa bekerjasama. Menurut Fahmy, sikap itu tidak adil, karena bagaimanapun, perombakan struktur Pertamina dan penempatan Ahmad Bambang sebagai Wadirut Pertamina terjadi atas persetujuan Menteri Rini.

"Secara sistemik Rini melakukan berbagai manuver untuk mempreteli kewenangan Dirut Pertamina, melalui pembentukan Wakil Dirut Pertamina yang menimbulkan Matahari Kembar," kata Fahmy.

TIDAK DIMINTAI PENDAPAT - Ketua Umum Solidaritas Pensiunan Karyawan Pertamina (eSPeKaPe) Nomsar Effendi Hutabarat mengatakan, Dwi dan Bambang memang merupakan korban manuver Rini. Dia mengatakan, kisruh itu tercipta setelah adanya usulan dari Komisaris Utama Pertamina Tantri Abeng yang mengirimkan surat bertanggal 8 Agustus 2016 kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno.

Surat itu berisi usulan perubahan struktur dan penambahan anggota direksi Pertamina. Dewan Komisaris mengklaim usulan penambahan direksi dan adanya posisi Wakil Direktur Utama Pertamina bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan tersebut.

"Harus ada struktur bisnis yang adaptif. Pertamina memerlukan itu supaya lebih bagus kinerjanya. Kami menunggu keputusan dari Kementerian BUMN," alasan Tanri Abeng, ketika itu.

Sejumlah sumber mengatakan Direktur Utama Dwi Soetjipto sama sekali tidak dimintai pendapat dalam penyusunan struktur baru. Itu, kata Effendi Hutabarat, terlihat dari pernyataan Dwi Soetjipto yang mengaku tak tahu adanya usulan pembentukan struktur Wakil Direktur Utama. "Jangan tanya saya. Tanya pemegang saham," kata Dwi, ketika itu.

Adanya dugaan "konspirasi", kata Effendi, terlihat karena selain disepakati Tanri, usulan itu telah disepakati anggota Dewan Komisaris Pertamina lain, yakni Edwin Hidayat Abdullah, Sahala Lumban Gaol, Suahasil Nazara, dan Widhyawan Prawiraatmadja. Kemudian, dengan adanya struktur Wakil Dirut, menurut Effendi, otomatis memang banyak memotong kewenangan Dwi Soetjipto sebagai Dirut.

Wakil Komisaris Utama Pertamina Edwin Hidayat Abdullah, beralasan struktur Wadirut ada dalam rangka rencana pembentukan holding minyak serta gas antara Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Dengan pembentukan holding, Direktur Utama Pertamina akan mengurusi hal-hal yang lebih strategis.

Sedangkan fungsi operasional perlu ditangani orang lain, yaitu Wakil Direktur Utama Pertamina. Pengangkatan Anggota Direksi Pertamina berdasarkan surat keputusan Menteri BUMN No SK-264/MBU/12/2016  

Alhasil, kewenangan Dwi di internal Pertamina memang terpangkas. Dalam mekanisme impor minyak misalnya, menurut beberapa pejabat perusahaan itu, Direktur Utama kini hanya menjadi tukang stempel. Keputusan diambil Wakil Direktur Utama, yang membawahkan Direktur Pengolahan dan Direktur Pemasaran Pertamina.

Wajar jika banyak yang menilai skenario penempatan Wadirut memang disengaja untuk menciptakan konflik internal untuk dijadikan alasan mencopot Dwi dan juga Ahmad Bambang. "Namun Pergantian kepemimpinan yang tidak berpola, baik periode maupun tata cara penunjukannya, menunjukan governance yang rentan diwarnai kepentingan jangka pendek," kata Effendi Hutabarat, dalam pernyatan tertulis yang diterima gresnews.com, Minggu (5/2).

Menurut Effendi, Pertamina merupakan perusahaan terbesar yang dimiliki Indonesia. Perombakan manajemen perusahaan ini akan sangat besar pengaruhnya baik dari sisi bisnis, maupun perannya di sektor energi nasional.

"Kalau kita tidak mampu keluar dari praktik masa lalu, yang selalu mengedepankan kepentingan jangka pendek dan politisasi, maka Pertamina yang dituntut Presiden Jokowi untuk mewujudkan keadilan sosial dan untuk perkuatan pemasukan pendapatan negara tidak akan jalan," ujarnya.

Effendi berharap, pengganti Dwi Soetjipto, Yenni Andayani yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan (EBT) Pertamina, merupakan sosok yang kredibel. "Plt Dirut Pertamina tidak hanya harus jujur, tapi cukup berkompeten di bidangnya," tandasnya.

PERTIMBANGAN PEMERINTAH - Terkait pencopotan Dwi dan Ahmad, Rini Soemarno punya alasan sendiri. "Kalau saya melihatnya, maaf ya Pak Dwi dan Pak Bambang, masalahnya personality. Kalau di perbankan kita kan ada Dirut Wadirut enggak ada masalah, ini aja yang sulit," kata Rini di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2).

Pilihannya memberhentikan dua direksi Pertamina tak ayal karena dalam memimpin sebuah perusahaan, hal utama yang menjadi fokus adalah kemajuan perusahaan dengan memperkuat koordinasi. "Menurut saya akhirnya karena dua-duanya sudah kita anggap sebagai pemimpin. Kalau sebagai pemimpin harus kesampingkan itu tadi, dua-duanya tidak bisa dikesampingkan," tutur Rini.

Menurutnya, sebagai pucuk pimpinan harusnya kedua sosok tersebut bisa bersinergi dan berbagi tugas, bukan malah berseteru. "Di Pertamina itu ada 9 orang, team work itu harus dibentuk. Jangan akhirnya, perusahaan itu dipakai aja untuk kepentingan dua orang, apapun dasarnya," tutup Rini.  

Sementara itu, Deputi Bidang Jasa keuangan, Jasa Survei dan jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, Dwi Soetjipto maupun Ahmad Bambang diberhentikan dari jabatannya di PT Pertamina (Persero) lantaran keputusan pimpinan yang dinilai lambat dalam setiap mengambil keputusan. "Komunikasi pada internal sebuah perusahaan sangatlah penting," kata Gatot.

Gatot juga menjelaskan alasan adanya pemberhentian tersebut, salah satunya karena Pertamina membutuhkan penyegaran manajemen pada internalnya. Namun, dalam perjalanannya, hal ini memicu gesekan dengan munculnya dugaan keributan mengenai impor solar dan kerusakan kilang.

"Permasalahan yang memicu pencopotan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang itu akibat ketidakharmonisan dalam memimpin Pertamina," ujar Gatot. (dtc)

BACA JUGA: