JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menilai, pola perhitungan rasio elektrifikasi secara nasional seperti yang selama ini dilakukan pemerintah kurang tepat. Pasalnya, pola seperti itu justru semakin memperbesar kesenjangan pembangunan pembangkit listrik antar daerah, khususnya bagi kawasan timur Indonesia.

Karena itu, kata Jonan, pemerintah akan mengubah rasio perhitungan elektrifikasi berdasarkan rasio per provinsi maupun per kabupaten. "PLN telah merencanakan, minggu depan rasio elektrifikasi pelan-pelan harus dihitung per provinsi, kabupaten dan kota," kata Jonan di Gardu Induk PLN Gandul, Cinere, Depok, Sabtu (24/12).

Dengan cara perhitungan itu, kata Jonan, pihaknya akan mendapat data detail untuk memetakan desa-desa maupun kota yang benar-benar belum tersentuh oleh listrik . "Yang diutamakan di wilayah Timur. Untuk saat ini masih terdapat 300 kota dan 2.500 desa yang belum tersentuh listrik dari PLN," kata Jonan.

Menurutnya, secara nasional, saat ini rasio elektrifikasi di Indonesia sudah mencapai 90 persen. Namun, jika dilihat per wilayah, daerah-daerah yang teraliiri listrik tersebut masih terfokus di Indonesia bagian barat. "Jadi yang 10 persen sisanya itu tidak merata," katanya.

Dengan cara perhitungan baru per provinsi, kabupaten atau kota nantinya, kata Jonan, maka proyek pembangunan pembangkit listrik berdaya total 35 ribu megawatt (MW) dapat difokuskan ke wilayah minim listrik. 2019 targetnya diusahakan tidak ada lagi desa yang tidak mendapatkan listrik," tegas Jonan.

Dalam mendukung pemerataan listrik tersebut, Jonan juga meminta kepada masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta yang selama ini banyak mengkonsumsi listrik untuk lebih berhemat. Dengan begitu elektrifikasi kita lebih merata," kata Jonan

Terkait keputusan pemerintah melakukan perhitungan rasio elektrifikasi berdasarkan provinsi, kabupaten dan kota ini, pengamat ekonomi dan energi Mamit Setiawan mengatakan, langkah itu merupakan langkah yang tepat. Dia menjelaskan, dengan adanya perubahan perhitungan ini, maka akan di dapatkan data yang real berdasarkan keadaan sebenarnya di daerah.

"Jadi bukan merupakan data secara nasional dan cenderung membela PLN bahwa mereka telah berhasil melakukan pemerataan elektrifikasi secara nasional padahal dalam kenyataanya tidak sebagus itu," kata Mamit kepada gresnews.com, Sabtu (24/12).

Menurutnya, dengan perubahan ini, maka PLN mempunyai tugas yang semakin berat dalam melakukan elektrifikasi ke seluruh wilayah Indonesia. Dia mengungkapkan, PLN harus bisa mengejar target elektrifikasi yang dicanangkan pemerintah.

"Jadi,mereka harus serius dalam pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia. Jangan hanya berkutat di wilayah barat saja," ujarnya.

Seperti diketahui Pemerintah melalui skema perhitungan tersebut diinginkan target rasio elektrifikasi sebesar 97 persen akan tercapai pada 2020 mendatang. Sementara untuk saat ini rasio elektrifikasi nasional hingga saat ini sudah mencapai sebesar 90 persen.

PT PLN (Persero) sendiri telah mencanangkan sejumlah progam demi mendistribusikan listrik ke daerah Indonesia Timur. Program yang saat ini tengah dikebut adalah Papua Terang 2020 dan Maluku Terang 2020.

Dari dua program tersebut, PLN mengalokasikan dana Rp2,5 triliun untuk 2017. Hal itu dilakukan guna mencapai target rasio elektrifikasi Indonesia Timur sebesar 97% di 2020.

Direktur Bisnis Regional Papua-Maluku PLN, Haryanto WS, mengungkapkan dana Rp2,5 triliun itu terdiri dari Rp1,7 triliun untuk Program Papua Terang dan Rp800 miliar untuk Program Maluku Terang. Dana tersebut berasal dari Anggara Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.

"Anggaran itu bakal digunakan untuk membangun jaringan, perluasan grid serta membangun pembangkit listrik berskala kecil. Program ini difokuskan untuk daerah-daerah perbatasan dan belum memiliki aliran listrik," terang Haryanto, Jumat (16/12).

DESA TERPENCIL DAN PULAU TERLUAR - Haryanto memaparkan, dalam Program Papua Terang, PLN bakal mendistribusikan listrik ke 14 Kabupaten, 300 Distrik, dan 2.500 desa. Sedangkan untuk Maluku Terang, listrik akan disalurkan ke pulau-pulau terluar.

Haryanto mengaku, Program Papua Terang lebih sulit dilakukan ketimbang Maluku Terang. Sebab, kondisi geografis Papua harus melewati pegunungan yang hanya dapat dilalui menggunakan pesawat terbang. Sedangkan, kondisi geografis di Maluku hanya pulau-pulau, yang masih mudah dijangkau.

"Di sana (Maluku) lebih baik kondisinya karena di laut tapi masih mudah ditempuh dari laut. Diharapkan lebih cepat mencapai 97% karena lebih mudah dijangkau dan investasi enggak terlalu besar," katanya.

Biaya investasi untuk melistriki desa-desa di Papua tahun depan bakal naik 6 kali lipat dibanding anggaran pada 2016. Tujuannya untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Papua yang ditargetkan dapat mencapai 75% pada 2019.

"Rasio elektrifikasi di Papua masih 45%. Di 2017 kita genjot elektrifikasi dengan menaikkan anggaran. Sebelumnya pada 2016 anggaran listrik desa untuk Papua hanya Rp 300 miliar, jadi naik hampir 6 kali lipat," papar Haryanto.

Ada beberapa cara yang akan ditempuh PLN untuk menerangi desa-desa tak berlistrik di Papua. Kalau desa tersebut masih terhubung oleh jalan raya dengan desa lain yang sudah berlistrik, PLN tinggal memperpanjang jaringan distribusi dari desa yang sudah berlistrik saja. "Kalau bisa dijangkau jalan darat, kita tarik jaringan dari desa terdekat," tukasnya.

Bila lokasi desa terisolasi, belum terhubung jalan raya, PLN bisa memasang pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) apabila lokasinya masih bisa dijangkau lewat darat untuk mengantar solar ke sana. "Kalau masih bisa dijangkau dengan jalan darat untuk memasok BBM dengan harga murah, kita pasang PLTD," kata Haryanto.

Tapi kalau lokasinya sangat sulit dijangkau, butuh biaya sangat mahal untuk mendistribusikan solar ke sana, mustahil pakai PLTD. Maka PLN akan membuatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan lainnya yang terdapat di desa itu.

"Kalau nggak bisa juga (PLTD), kita pasang PLTS sambil menunggu energi terbarukan lainnya seperti PLTMH (mikro hidro) dan sebagainya," tutupnya.

Sementara itu, General Manager PLN Papua dan Papua Barat, Yohannes Sukrislismono, mengatakan kendala pembangunan Papua Terang berada di kondisi geografis dan juga masalah pembebasan lahan. Oleh sebab itu, kata Yohanes, Pemerintah Daerah (Pemda) juga memiliki peran penting.

"Selain itu, akses komunikasi, karena listrik kan sudah pakai pulsa prabayar, untuk membeli pulsa token ini nanti jadi permasalahan sendiri. Itu yang kami beberapa waktu lalu bersinergi dengan Pemda, karena kami yakin yang melistriki di Pemda ini akan sukses semata-mata karena PLN sendiri, jadi Pemda kami ajak," tutur dia.

KALTENG-KALSEL DIGARAP - Selain Papua dan Maluku, di wilayah tengah, PLN juga akan melistriki sekitar 400 desa yang belum teraliri listrik di provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Tengah (Kalteng). Di tiap desa terdapat 50-100 rumah tangga atau kurang lebih 200-400 orang penduduk, maka total ada sekitar 80.000-160.000 penduduk di kedua provinsi itu yang sampai hari ini belum mendapat listrik sejak Indonesia merdeka 71 tahun lalu.

Agar para penduduk desa ini dapat menikmati listrik seperti halnya penduduk di kota-kota besar, PLN telah menyiapkan dana Rp168 miliar untuk menerangi 56 desa di Kalsel dan 49 desa di Kalteng di 2017, total ada 105 desa.

"Rencana PLN Wilayah Kalselteng ada 105 desa yang akan dilistriki melalui Program Listrik Desa tahun 2017. Anggaran yang telah disiapkan 168 miliar," kata General Manager PLN Kalselteng, Purnomo, Selasa (20/12).

Purnomo mengaku, tak mudah melistriki desa-desa di pedalaman Kalsel dan Kalteng itu. Desa-desa tersebut belum terhubung oleh jalan raya. Jaringan listrik PLN disambung di pinggir-pinggir jalan raya. Sulit membuat jaringan distribusi listrik ke sana kalau jalan raya saja belum ada.

Di samping masalah infrastruktur, kendala lain yang harus dihadapi PLN adalah mahalnya biaya investasi. Desa-desa di pedalaman Kalimantan hanya dihuni sekitar 200-400 penduduk, lokasinya tersebar-sebar. Ini membuat biaya pembangunan jaringan menjadi mahal.

Meski banyak rintangan, tak berarti PLN membiarkan desa-desa itu terus-terusan gelap gulita. PLN membangun jaringan ke desa-desa di Kalimantan melalui sungai ketika jalan raya belum tersedia. "Kadang jalan nggak ada kami lewat sungai," tukasnya.

Purnomo menargetkan 97% Kalsel dan Kalteng sudah terlistriki pada 2019, desa-desa tak berlistrik itu pun harus segera terang benderang. "Di Kalsel sudah tinggal kurang dari 80 desa, 2018 kita selesaikan. Tahun ini kami listriki sekitar 112 desa. Kalteng target kita rasio elektrifikasi sampai 97 persen di 2019," tutupnya. (dtc)

BACA JUGA: