JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berencana meningkatkan perannya membangun  infrastruktur produksi perikanan yaitu pelabuhan perikanan dalam sasaran kerja tahun 2016. Hal ini dianggap penting karena keberadaan dan fungsi pelabuhan perikanan selama ini dianggap kurang maksimal.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Narmoko Prasmadji menilai, proses revitalisasi pelabuhan perikanan perlu secepatnya didorong dan dilaksanakan dengan cara membuka sentra-sentra integrasi industri perikanan terutama di wilayah perbatasan.

"Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis perikanan di perbatasan," kata Narmoko beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, contoh seperti di wilayah pelabuhan Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Tahuna, Sulawesi Utara yang sudah ada pelabuhan milik daerah. Namun, keberadaan pelabuhan itu dinilai perlu ditingkatkan lagi fungsinya agar produktifitas dan manfaatnya bisa dirasakan masyarakat nelayan. Menurutnya, dilihat dari sisi asas pemanfaatan sarana perikanan, selama ini keberadaan pelabuhan masih terabaikan dan kurang digarap serius.

"Beberapa kelompok pemerintah belum serius terhadap tugasnya," lanjutnya.

Berdasarkan rancangan program yang disiapkan, pihak KKP disebutkan pengerjaan pelabuhan perikanan rencananya akan dibangun di sepuluh titik wilayah perbatasan dengan rata-rata anggaran per wilayah Rp 100 miliar.

Model penyaluran anggaran pembangunan ke tiap titik lokasi melalui mekanisme Dana Alokasi Khusus yang menyasar pemberdayaan masyarakat nelayan meliputi perikanan tangkap, budidaya dan lainnya di wilayah perbatasan.

Pelabuhan perikanan di wilayah terluar Indonesia itu, dibangun berdasarkan perhitungan ekonomis dengan harapan mewujudkan konektivitas antara sentra-sentra produksi nelayan dengan pasar.

Ketua Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI) Janti Djuari sejauh ini mengeluhkan standar infrastruktur pelabuhan perikanan yang ada saat ini.

Minimnya standar pelabuhan perikanan membuat banyak nelayan kehilangan akses menjual hasil tangkapannya. Misalnya saja di wilayah Indonesia timur, Janti menyebut, sampai sekarang belum didukung pelabuhan perikanan yang memadai.

Alhasil, para nelayan lebih memilih menjual hasil tangkapan ikan segar di luar pelabuhan, melalui kerjasama dengan kapal tampung eks asing. Kondisi tersebut berlangsung saat pemerintah belum mengeluarkan aturan moratorium. Pasca pemberlakuan moratorium dan pencabutan izin sejumlah kapal eks asing, para nelayan sedikit kesulitan memasarkan hasil tangkapannya.

Salah satu tujuan mendasar dibalik optimalisasi daya dukung pelabuhan perikanan adalah menguatkan kebijakan pemerintah menjalankan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 berkaitan dengan Pungutan Hasil Perikanan (PHP).

Untuk itu, KKP berupaya melakukan revitalisasi fungsi pelabuhan karena peranannya yang cukup penting sebagai salah satu tempat proses pelaksanaan PHP dan pungutan pengelolaan perikanan.

Hanya saja, proses pelaksanaan dirasa agak sulit apabila dikaitkan dengan fenomena yang terjadi selama ini khususnya persoalan dualisme mengelola pelabuhan perikanan. Pihak KKP menilai, faktor yang menghambat pembangunan pelabuhan perikanan adalah belum adanya pemisahan fungsi pemerintah dengan sektor komersial.

Dengan demikian, syarat utama perlu diadakan pemisahan terlebih dahulu terkait persoalan pengelolaan pemerintah dan komersial. Di sisi lain, pemerintah berharap pelabuhan yang telah memiliki nilai ekonomi strategis akan dikelola secara profesional bukan pada hal-hal komersial.

Direktur The National Maritime Institute (NAMARIN) Siswanto Rusdi menilai, penguatan fungsi pelabuhan perikanan perlu didasarkan pada persiapan kebijakan dan manajemen yang tepat, baik dari segi manfaat investasi maupun nilai ekonomisnya.

Rusdi mengaku kurang sependapat terkait pandangan pemerintah yang ingin memisahkan fungsi perikanan dari aspek komersial. Menurutnya, langkah itu justru tidak efektif mendongkrak sektor perekonomian nelayan.

"Sentra-sentra pelabuhan bagi masyarakat nelayan sebaiknya tidak hanya dikhususkan pada basis perikanan saja karena fungsi pelabuhan dimana pun perlu diperkuat elemen pendukung lainnya," kata Rusdi kepada gresnews.com, Sabtu (21/11).

Rusdi berpendapat, integrasi antar sektor perlu dilakukan karena merupakan bagian dari perspesktif maritim. Apalagi ekonomi di wilayah perbatasan belum terlalu kondusif sehingga tidak efektif apabila hanya dijadikan pelabuhan khusus perikanan saja.

SINERGI ANTAR KEMENTERIAN - Pembangunan dalam konteks apa pun perlu diawali rencana dan pertimbangan baik dari sisi aturan hingga relasi kewenangan antar pihak-pihak instansi terkait.

Rusdi menuturkan, hal yang sama juga perlu disiapkan pemerintah dalam membangun infrastruktur perikanan. Aspek utamanya, kata dia, antar instansi pemerintah perlu memperkuat visi dan sinergi perencanaan.

"Diantaranya roadmap (peta jalan) harus jelas. Tanpa itu masing-masing pihak berjalan sendiri padahal mengurusi sektor atau bidang yang sama," ujarnya.

KKP diharapkan memperkuat sinergi bersama Kementerian Perhubungan yang turut berwenang mengelola pelabuhan.

Hal itu tercermin dalam setiap kebijakan yang dijalankan masing-masing instansi pemerintah sesuai kewenangannya. Dalam rencana pembangunan infrastruktur perikanan tersebut. Jangan sampai hanya semakin memperbanyak kapasitas pelabuhan sementara sistem manajemen pengelolaan nantinya tidak maksimal.

Belum lagi, lokasi pembangunan berhimpitan dengan wilayah kerja instansi pemerintahan lainnya. Ia menyebut, saat ini saja sudah ada kurang lebih 200 pelabuhan yang dikelola Kemenhub. Sementara, di bawah koordinasi PT Pelabuhan Indonesia (PELINDO) mencapai  140 pelabuhan.

"Memang sarana pelabuhan kita masih minim, sekarang KKP juga berencana membuat pelabuhan perikanan baru, terlepas dari siapa pengelolaannya, jangan terjadi overlaping dan anggarannya tidak tepat sasaran," kata Rusdi.

Terkait langkah antisipasinya, pelaksanaan pembangunan perlu didasari aspek pengawasan dan melibatkan stakeholder terkait.

MENGKAJI EFEKTIFITAS PELABUHAN PERIKANAN - Capaian terhadap efektifitas fungsi pelabuhan perikanan tentu dinantikan masyarakat nelayan. Hal ini penting dan perlu dipertimbangkan dalam proses perencanaan.

Tantangan bagi pemerintah adalah menjamin konektifitas pelabuhan perikanan di perbatasan. Lebih lanjut, Rusdi menambahkan, apakah pelabuhan perikanan nantinya terintegrasi atau terkoneksi dengan pelabuhan yang dikelola Kemenhub atau tidak.

Hal ini menjadi pertimbangan mengingat di sektor kelautan dan perikanan, semua aspek koneksi pelayaran saling kait-mengkait. Untuk itu, sisi konektifitas kapal dan pola pelayaran juga harus dipelajari agar nantinya kegiatan distribusi dan produksi tidak terganggu.

Faktor penting lainnya yang patut diperhatikan, menurut Rusdi soal klasifikasi terkait konektifitas itu sendiri. Dalam perencanannya, pemerintah perlu menjelaskan konektifitas produksi perikanan yang dihasilkan apakah ke luar atau ke dalam negeri mengingat letaknya di daerah perbatasan.

Selain itu, perlu kesiapan mengenai pembangunan sarana penunjang di pelabuhan perikanan misalnya cold storage, gudang produksi hingga reparasi kapal.

Melalui manajemen dan perencanaan yang jelas, rencana alokasi dana KKP Rp 100 miliar ke wilayah perbatasan dapat berjalan maksimal dan manfaatnya pun bisa dirasakan masyarakat.

BACA JUGA: