JAKARTA,GRESNEWS.COM - Kementerian Perindustrian menargetkan menerapkan kebijakan penurunan harga gas industri dimulai pada akhir November 2016 dan diimplementasikan Januari tahun depan. Namun sejumlah pihak meragukan target tersebut bisa terealisasi, mengingat akar masalah gas, yakni keterbatasan infrastruktur gas dan masih adanya trader non-pipa yang belum teratasi.   

Target itu dipasang Kementerian Industri menyusul instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta harga gas industri diturunkan setidaknya hingga di bawah USD 6 per MMBTU (million metric British thermal units). Sebab selama ini, harga gas bumi untuk kalangan industri masih di level USD 9-12 per MMBTU atau  bergantung pada asal daerah suplai gas tersebut.

Jokowi pun menetapkan deadline penurunan harga itu dilakukan pada November ini. Namun demikian, hingga saat ini belum ada tanda-tanda bahwa pemerintah akan segera menentukan harga gas industri yang baru.

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartato mengatakan, penurunan harga gas akan diimplementasikan pada 1 Januari 2017. Bersamaan dengan itu ia mencanangkan akan ada satu kawasan industri yang dapat menyediakan gas sendiri.

"Insya allah semua sesuai dengan yang ditargetkan, kita awal tahun ini sudah bergerak, tapi untuk yang belum kelar dibahas akan diselesaikan minggu depan," kata Airlangga di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Rabu (9/11).

Namun dia mengatakan belum bisa menjelaskan detail penurunan harga gas. "Yang telah sepaham pokoknya tiga sektor dari 11 sektor yang diajak berunding, kemudian untuk beberapa masih dibahas, misalnya soal kesepakatan PNBP," jelasnya.

Ia mengungkapkan penurunan harga gas yang stabil akan memberikan efek berantai, terutama terhadap pertumbuhan Industri dalam negeri. "Kita lihat sektornya, sebab ini terkait devisa, employment dan menyangkut penciptaan pertumbuhan industri, karena itu Bapak Presiden minta agar menargetkan harga gas 5,5 per MMBTU di 2018," ujarnya.

Sementara itu Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, plant gate penurunan secara detail sedang dalam pembahasan. "Untuk petrokimia telah selesai," kata Jonan di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (9/11).

Jonan menyebutkan, disamping petrokimia, sektor industri lainnya juga sepakati yang dapat menikmati penurunan harga gas lebih dulu adalah industri pupuk. Tetapi ia mengakui, penurunan itu masih mengalami hambatan, utamanya masalah formulasi harga gas dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).

"Untuk pupuk memang belum selesai dibahas, tapi hanya soal minoritas. Sebentar lagi selesai, diupayakan Januari 2017, semua industri di dalam Perpres semaksimal mungkin dapat penurunan harga," jelasnya.

Menanggapi rencana penurunan harga gas ini Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Eddy Ganefo mengatakan, pemerintah pasti akan menghitung balance dan simulasi dulu.  Harga gas harus turun berapa, agar negara memperoleh gain akibat situasi ini. "Berapa tenaga kerja, berapa pajak dan berapa devisa yang dihemat jika harus impor," kata Eddy kepada gresnews.com, Rabu (9/11).

Menurutnya, semua inilah yang mungkin membuat pemerintah lambat menentukan harga penurunan tersebut.

AKAR MASALAH  - Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gajah Mada, Fahmi Radhi mengatakan bahwa penurunan gas memang benar akan menguntungkan industri pemakai gas. Namun ia ragu penurunan harga gas itu bisa direalisasikan dalam waktu dekat ini. Sebab untuk menurunkan harga gas tidaklah mudah. Pemerintah harus lebih dulu membereskan segala persoalan yang berkelindan dalam dunia gas.

Menurutnya dalam industri gas terdapat sejumlah masalah. Diantaranya soal keterbatasan infrastruktur gas dan adanya trader non-pipa. "Saya yakin harga gas tidak bisa diturunkan hingga US$ 6/MMbTu, sebelum masalah ini dibereskan," tandas Fahmi kepada gresnews.com, Rabu (9/11).

Penurunan harga gas ini sesuai ketentuan Pasal 4 Perpres 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, nantinya akan diberlakukan bagi industri tertentu, seperti industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca dan industri sarung tangan karet.

Sesuai Perpres yang diterbitkan pada 3 Mei 2016 itu  penetapan harga gas bumi dilakukan dengan mempertimbangkan: a. Keekonomian lapangan; b. Harga Gas Bumi di dalam negeri dan internasional; c. Kemampuan daya beli konsumen dalam negeri; dan d. Nilai tambah dari pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri. Namun dari 11 sektor yang diundang untuk berunding ternyata baru baru 3 sektor yang menyatakan sepakat. Delapan sektor lainnya masih belum menyepakatinya dan masih alot perdebatannya.

BACA JUGA: