JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengunduran diri puluhan pegawai PT Pelindo II (Persero) banyak dipicu oleh ketidaksetujuan mereka terhadap kebijakan Direktur Utama Pelindo II, Richard Joost Lino. Para pegawai menganggap banyak kebijakan RJ Lino yang berpotensi merugikan perusahaan. Seorang mantan pejabat di Pelindo II menyebutkan, ada beberapa kebijakan yang dibuat Lino yang berpotensi merugikan perusahaan. Pertama, penunjukan konsultan pelabuhan tanpa melalui mekanisme tender. "Ada enam konsultan pelabuhan yang langsung ditunjuk oleh dirut," kata sang mantan pejabat itu kepada Gresnews.com, Jumat (13/12).

Sumber itu mengatakan, dalam menggunakan jasa konsultan tersebut perusahaan telah mengabiskan uang lebih dari Rp 10 miliar. Uang sebesar itu mulanya dinilai wajar oleh para pegawai karena para konsultan tersebut memiliki rating 10 besar di dunia. Namun belakangan diketahui kinerja keenam konsultan itu ternyata tak sesuai harapan karena saran-saran yang mereka berikan lebih cocok diterapkan pada pelabuhan modern yang dimiliki oleh negara maju.

Karena sedikitnya rekomendasi dari jasa konsultan yang bisa diterapkan, Lino justru memaksa agar rekomendasi jasa konsultan itu dapat dilaksanakan secara penuh. Padahal menurut para pegawai rekomendasi jasa konsultan tersebut seharusnya diterapkan secara bertahap. "Akhirnya mentah semua. Padahal menggunakan jasa konsultan tersebut perusahaan telah mengeluarkan uang puluhan miliar. Akhirnya kita menjadi bahan ejekan para konsultan," kata sumber tersebut.

Kebijakan lain dari RJ Lino yang mengundang polemik adalah investasi alat-alat bongkar muat yang diimpor dari Cina. Alat bongkat muat tersebut pada akhirnya tidak dipergunakan karena tidak sesuai dengan spesifikasi teknis di pelabuhan. Akibatnya banyak alat yang tidak dapat dipergunakan sehingga perolehan produktivitas pelabuhan pun menjadi menipis. Biaya kembali modal yang diharapkan perusahaan menjadi tidak sesuai dengan hasil yang dicapai.

Di luar itu, ada juga masalah lain yaitu terlalu banyaknya anak usaha yang dibentuk oleh RJ Lino yang pada akhirnya malah tidak memberikan kontribusi kepada induk usahanya. Padahal induk usaha sudah memberikan gaji yang besar kepada direksi anak usaha tersebut, bahkan perusahaan hingga saat ini menggaji para karyawan berasal dari utang yang diperoleh dari perbankan. Akibat tidak memberikan kontribusi, Pelindo II sebagai induk usaha meminta agar anak usaha harus memberikan kontribusi yang besar kepada induk usaha dengan cara merancang proyeksi keuntungan.

Namun langkah yang diambil malah berupa menaikkan tarif, padahal tingkat pelayanan sama saja, bahkan cenderung buruk karena pelayanan bongkar muat malah menjadi antrian yang panjang. "Kalau menaikkan tarif tapi tingkat pelayanan masih sama itu sih tidak usah mikir, anak kecil juga bisa," kata sumber tersebut.

Persoalan lain yang membelit Pelindo II adalah lemahnya perencanaan dan eksekusi pihak manajemen perusahaan terhadap keputusan yang sudah dibuat. Salah satunya adalah dalam proyek pembangunan pelabuhan di Sorong, Papua Barat. Proyek itu kini mangkrak, tidak ada kelanjutan pembangunannya. Padahal pembangunan pelabuhan Sorong sudah menghabiskan dana puluhan miliar.

Karenanya para karyawan mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan segera mengaudit kinerja keuangan perusahaan. "Supaya direksi dan manajemen sadar sudah banyak kekeliruan yang dilakukan selama ini terhadap perusahaan. Kalau tidak sadar, keuangan perusahaan akan ambruk, bisa-bisa perusahaan akan gulung tikar. BPK harus masuk bahkan KPK juga lebih bagus bisa masuk," kata sumber itu.

Menghadapi masalah ini, anggota Komisi VI DPR Ferrari Romawi mengatakan pihaknya akan segera memanggil pimpinan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan jajaran Direksi Pelindo II untuk dimintai keterangan. Menurut Ferrari, pengunduran diri tersebut sangat tidak tepat karena rata-rata pegawai tersebut merupakan pegawai senior yang sudah memiliki pengalaman. Sumber daya manusia, kata dia, merupakan aset besar bagi perusahaan. Ferrari mengatakan, sangat tidak bijaksana para direksi menyetujui banyaknya pegawai yang mengundurkan diri tersebut. "Kami meminta tindakan-tindakan tegas dari Kementerian BUMN," kata Ferrari kepada Gresnews.com.

Soal manajemen Pelindo II yang amburadul, Ferrari mengatakan pihak manajemen telah melakukan beberapa pelanggaran. Misalnya dalam penunjukan konsultan. "Harus melalui mekanisme tender yang di dalamnya terdapat asas kehati-hatian," ujarnya.

Soal rencana pinjaman ke Bank Dunia sebesar Rp 20 triliun, Ferrari menilai seharusnya RJ Lino meminta persetujuan Kementerian BUMN terlebih dahulu selaku pemegang saham. Kemudian Kementerian BUMN meminta konfirmasi bahwa dana tersebut benar-benar utang, apa bentuk jaminannya. "Jangan-jangan yang dijaminkan itu pelabuhan kita. Kan bahaya itu," katanya.

Ferrari mengaku, jika keluhan para pegawai tersebut didukung dengan data-data yang akurat maka pihaknya akan segera meminta BPK untuk mengaudit kinerja keuangan PT Pelindo II (Persero). "Kalau memang ada kejanggalan, BPK harus bertindak," katanya.

BACA JUGA: