PEMERINTAH membentuk Badan Pemberantasan Uang Palsu untuk memberantas maraknya peredaran uang palsu di masyarakat selama Ramadan dan Idul Fitri.

Badan itu terdiri dari Bank Indonesia (BI), Badan Intelijen Negara (BIN), Kepolisian RI (Polri), Kementerian Keuangan, dan Kejaksaan Agung.

"Peredaran uang palsu sudah meresahkan masyarakat. Banyak ditemui di pusat perbelanjaan, bahkan di mesin anjungan tunai mandiri (ATM)," kata Hasiholan Siahaan, Analis Madya atau Ketua Tim Penanggulangan Uang Palsu Biro Kebijakan Pengedaran Uang Bank Indonesia, di Jakarta, Minggu (29/7/2012).

Polda Metro Jaya mencatat ada sebanyak 72 kasus uang palsu di area Jabodetabek per Juli 2012.

Menurut Hasiholan, maraknya uang palsu selama Ramadan dipicu meningkatnya jumlah transaksi tunai. Salah satunya di tempat penukaran uang yang tidak resmi.

"Pemerintah sudah menunjuk sejumlah bank untuk melakukan transaksi penukaran uang menjelang hari raya di Monas yang buka setiap hari sebanyak 67 bank," kata dia.

Menurut Hasiholan, jika melakukan transaksi besar di atas Rp2 juta sebaiknya menghindari transaksi tunai. "Lebih aman gunakan transaksi nontunai. Misalnya bilyet, transfer lewat ATM atau pakai kartu debit atau kredit."

Peredaraan uang palsu sebenarnya sudah lama terjadi, pertama kali terjadi di tahun 1880 di Java Bank. Kewenangan BI hanya sebatas meningkatkan kualitas uang agar tidak mudah ditiru terutama di pengamannya. Sedangkan menindaklanjuti itu adalah bagian dari tugas Polri, BIN dan Kejagung.

Pengamat ekonomi Afiliani mengatakan, uang palsu susah diberantas, jadi hanya ada beberapa cara untuk mengurangi tindakan kejahatan tersebut. "Salah satunya BI harus lebih menggalakkan iklan atau kampanye membedakan uang palsu. Seminimal mungkin menggunakan ATM, debit ataupun kredit untuk mengurangi kejahatan."

BACA JUGA: