MENTERI Kehutanan Zulkifli Hasan dinilai tengah melakukan siasat buruk dalam merespons tuntutan masyarakat agar Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 327 Tahun 2009 tentang pemberian hak penguasaan Hutan Tanaman Industri Kepada PT Riau Andalan Pulp And Paper, direvisi.

Salah seorang aktivis yang mengadvokasi tuntutan pencabutan SK tersebut, Muhammad Ridwan, menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengambil alih tanggung jawab untuk menyelesaikan polemik SK itu.

"Upaya penyelesaian konflik yang telah dan sedang dilakukan pemerintah dalam menjembatani kepentingan perusahaan dengan masyarakat selalu mengedepankan kepentingan industri dan memposisikan masyarakat pada ketidakadilan," kata Ridwan di Jakarta, Selasa (17/7). Sejak awal Juli lalu, para petani Pulau Padang yang tergabung dalam Serikat Tani Riau (STR) terus menyerukan rencana aksi bakar diri di depan Istana Negara untuk mendesak tuntutan agar SK direvisi.

Ridwan menegaskan, selama surat keputusan revisi belum dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dengan mengeluarkan seluruh hamparan Blok Pulau Padang seluas 41.205 hektar dari penguasaan RAPP, selama itu pulau permasalahan Pulau Padang belum dianggap selesai.

Pekan lalu, Zulkifli Hasan mengatakan akan merevisi SK itu dengan terlebih dahulu mendata lahan desa dan lahan masyarakat. Desa yang masuk wilayah konsesi RAPP sesuai SK tersebut akan dikeluarkan, termasuk lahan milik rakyat.

Ridwan menyatakan, rakyat tak ingin terperangkap dalam siasat Menhut. Ini adalah jebakan. Pesan sebenarnya dari Menhut adalah Kementerian Kehutanan hanya akan mengeluarkan lahan perkebunan milik desa. "Pasti nantinya akan ada embel-embel di belakangnya bahwa yang namanya hutan adalah milik Negara."

Ridwan menambahkan, Menhut menjadikan proses tata batas partisipatif yang melibatkan Tim 9 (masyarakat setempat) sebagai senjata untuk menyampaikan kepada publik bahwa konflik RAPP dengan masyarakat Pulau Padang sudah selesai.

"Kenyataan yang tidak terungkap adalah Tim 9 dibentuk tanpa persetujuan masyarakat, makanya Tim  9 ini misterius melakukan kerja secara sembunyi-sembunyi," kata Ridwan.

SK Nomor 327 Tahun 2009 dikeluarkan semasa Menhut MS Kaban, 12 Juni 2009, di penghujung masa jabatan. Tim Pendukung Penyelamat Semenanjung Kampar (TP2SK) pada 2010 mengeluarkan pendapat hukum (legal opinion) yang intinya SK tersebut telah sejak awal bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi. Konsekuensi hukumnya SK tersebut adalah batal demi hukum atau dapat dibatalkan karena kelahirannya telah cacat sejak lahir.

TP2SK mendalilkan kawasan yang telah dikeluarkan izin berdasarkan SK itu berada pada kawasan Lindung gambut sebagaimana diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Nasional yang menyebutkan Kawasan bergambut ditetapkan dengan kriteria ketebalan gambut tiga meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau rawa.

BACA JUGA: