Jakarta - Program penyediaan seribu unit hunian bagi jurnalis oleh Kementerian Perumahan Rakyat diragukan oleh kalangan pengembang. Proyek yang sedianya dibangun di daerah Citayam, Depok, Jawa Barat, itu diperkirakan bakal mempersulit pengembang karena banderol yang ditawarkan hanya Rp45 juta per unit takkan mampu menambal kebutuhan biaya konstruksinya.

"Kalau harganya Rp45 juta per unit jelas pengembang tidak bisa membangun. Tapi, tidak tahu jika Kementerian Perumahan Rakyat mau menambahi kekurangan biaya pebangunannya. Jangan sampai program ini jadi program abal-abal," tegas Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI), Setyo Maharso, di Jakarta, Selasa (10/4).

Menurut Setyo, harga yang paling rasional untuk perumahan bagi jurnalis mestinya menyamai program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yakni Rp70 juta per unit. "Minimal harganya sama seperti rumah yang didanai oleh FLPP," ujarnya.

Sedianya, imbuh Setyo, dalam pekan ini sudah ada perkembangan laporan terkait nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara DPP REI dengan Kemenpera terkait penyediaan fasilitas hunian bagi wartawan. "Lokasinya dibangun tak jauh dari stasiun seperti di Bekasi dan Citayam. Yang membangun adalah anggota REI," katanya.

Di sisi lain, Setyo mengutarakan, ada kemungkinan proyek rumah susun sederhana milik (Rusunami) yang tak terpakai dan berlokasi di tengah kota bisa dipakai oleh kalangan wartawan. "Yang terpenting harus diperhatikan adalah akses transportasi untuk kalangan wartawan. REI juga tidak mau membangun apabila tidak terserap," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, mengatakan bahwa rumah untuk wartawan itu dibanderol seharga Rp45 juta dengan cicilan sekitar Rp300 ribu hingga Rp400 ribu per bulan sehingga diyakini takkan membebani para kuli tinta.

"Seribu rumah untuk para wartawan ini merupakan arahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," kata Menpera Djan Faridz.

BACA JUGA: