Jakarta - Masih ingat pernyataan Menko Perekonomian Hatta Rajasa terkait dengan penghentian ekspor gas ke Singapura? Kali ini, Hatta kembali merevisi kembali ucapannya itu.  Pemerintah, kata Hatta, tetap melakukan ekspor gas ke Singapura sesuai dengan kontrak lama. Namun, tidak untuk kontrak baru yang melebihi pasokan 100 mmscfd.

Kebijakan ekspor gas ke Singapura ini sontak mengundang reaksi publik, seperti dilontarkan pengamat ekonomi ECONIT, Hendri Saparini bahwa kebijakan SBY-Boediono cenderung neoliberalisme. Contohnya, adalah pasokan gas lokal yang takut melawan kepentingan asing meskipun PLN harus menanggung risiko kekurangan pasokan gas dan terpaksa memakai BBM untuk menggerakkan pembangkit listrik.

"Gas ke Singapura saya katakan tidak boleh ada tambahan baru. Kalau tetap dikirim, karena ada kontrak yang lama," kilah Hatta Rajasa di Kantor Menko Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta, Kamis (29/9).

Pemerintah Indonesia, diakui Hatta, memang tidak bisa memutuskan kontrak secara sepihak mengenai hal ini.

"Kalaupun ada mengenai kontrak yang baru karena tidak bisa ditarik ke Sumatera harus ke sana, ya harus dikurangi, di-swap dari Sumatera untuk dinegosiasikan. Kita tidak bisa memotong sepihak karena itu kontrak lama tapi saya pikir Singapura juga paham bahwa kita juga perlu gas," jelas Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Sebagaimana diketahui, permasalahan ekspor gas ini sempat diangkat dalam rapat kerja oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR, Effendi Simbolon. Kabar ekspor gas sebesar 100 mmscfd kepada Singapura seharusnya lebih diprioritaskan kepada PLN bagi pembangkit Muara Tawar. Akibat ekspor ini, PLN terpaksa menggunakan BBM dan harus menanggung biaya operasi hingga Rp 6 triliun menggunakan BBM.

Dahlan mengatakan, saat ini PLN memang belum bisa efisien karena persoalan pasokan bahan bakar gas atau batubara yang belum memadai, sehingga terpaksa menggunakan BMB yang lebih mahal.

"Sekarang kan PLN kan menerangi rakyat, tapi PLN sendiri gelap. PLN seperti Perusahaan Lilin Negara. Memang seperti itu saya tidak keberatan dipanggil Perusahaan Lilin Negara. Habis memang mirip, bisa menerangi sekitar tapi membakar diri sendiri," tukas Dahlan.

BACA JUGA: