Jakarta - Pemerintah Thailand telah melecehkan pemerintah Indonesia karena telah membatalkan perjanjian bilateral kedua negara (government to government/G to G) secara sepihak terkait impor beras sebanyak 300 ribu ton.

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional Viva Yoga Mauladi, mengatakan, pemerintah Thailand harus mengganti kerugian tersebut karena telah melakukan wanprestasi.

"Perjanjian ini adalah G to G yang merupakan perjanjian internasional. Bila Thailand membatalkan sepihak maka itu adalah wanprestasi dan tidak menganggap Indonesia sebagai negara sahabat. Tidak ada makna positif kunjungan PM Thailand Yingluck Sinawatra ke Indonesia baru-baru ini bila kebijakan Thailand seperti itu," kata Viva di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (28/9).

Menurut Viva, alasan pemerintah Thailand membatalkan kontrak itu karena harga yang disepakati saat kontrak itu dibuat dinilai terlalu rendah yakni US$559 per ton yang diterima di pelabuhan di Indonesia (cost and freight/CFR) sehingga dianggap merugikan petani dan tidak dapat dijalankan.

"Alasan itu karena PM Thailand menaikkan harga pembelian pemerintah sebesar 500 dolar AS per ton beras dari tangan petani sehingga dianggap merugikan petani. Ini adalah urusan politik dalam negeri Thailand dengan membangun pencitraan untuk membela petani. Tetapi karena ini urusan perjanjian internasional, maka harus mengikuti kaidah internasional," sebut Viva.

Selain itu, menaikkan HPP pemerintah Thailand itu bukan kondisi force majeur (keadaan memaksa) dalam perjanjian G to G karena itu adalah kebijakan politik dalam rangka meraih dukungan politik para petani ke pemerintah baru.

BACA JUGA: