JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintahan Joko Widod (Jokowi) lemah lantaran tunduk pada keinginan PT Freeport Indonesia yang tak mau membangun pengolah bahan mentah di Papua. Padahal pemerintah memiliki posisi tawar yang lebih kuat terhadap PT Freeport Indonesia. Sebab Indonesia memiliki Sumber Daya Alam yang sangat banyak dimana menjadi incaran bagi perusahaan tambang di seluruh dunia.

Pengamat ekonomi Agus Tony Poputra mengatakan seharusnya pemerintah berani menolak perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. Langkah penolakan tersebut dinilai sebagai wujud ketegasan pemerintah yang tidak mengutamakan kepentingan perusahaan tambang. Pemerintah saat ini dinilai sangat lemah dalam bernegosiasi dengan Freeport.

Menurutnya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah mengamanatkan larangan ekspor bahan tambang mentah, kemudian ditindak lanjuti dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2013. Dampak dari kebijakan pemerintah banyak perusahaan tambang yang menghentikan kegiatannya dan menjadi dorongan bagi beberapa perusahaan untuk membangun pabrik smelter agar dapat mengekspor produk lanjutan.

Menurutya ekspor bahan mentah sangat merugikan Indonesia, selain kehilangan peluang lapangan kerja tambahan, kerugian ekonomi lain juga sangat besar. Nilai produk sampingan dari proses lanjutan bahan tambang banyak yang bernilai tinggi namun disisi lain nilai ekspor bahan mentah tambah umumnya memiliki harga yang rendah.

"Penerimaan negara lewat pajak dan royalti relatif rendah dan negara lain menikmati nilai tambah dari proses lanjutan serta produk sampingan," kata Agus.

Dia menjelaskan dalam konteks pertambangan, sesungguhnya pemerintah memiliki daya tawar yang lebih kuat dibanding perusahaan tambang. Menurutnya sifat tambang umumnya bernilai relatif tinggi dan tidak tersebar merata di seluruh dunia. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai negara yang kaya bahan tambang mineral tetap menjadi incaran perusahaan tambang.

"Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tunduk terhadap tekanan perusahaan tambang," kata Agus.

Sementara itu, pengamat energi dari Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean mengaku tidak yakin Freeport akan membangun pabrik smelter di Gresik, Jawa Timur. Dia menilai sangat aneh jika investasi jangka panjang Rp25 triliun akan dibangun diatas tanah sawah. Menurutnya sangat tidak masuk lahan yang akan dibangun adalah lahan PT Semen Gresik seluas 80 hektar (ha) dengan sewa Rp80 miliar per tahun.

Dia meminta kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk lebih tegas kepada Freeport agar Freeport tunduk kepada undang-undang dan hukum yang berlaku di Indonesia. Menurutnya Freeport harus bermanfaat bagi Indonesia dan bukan hanya bermanfaat bagi Amerika yang mendapat untung besar.

"Fakta inilah yang membuat saya yakin bahwa rencana pembangunan smelter oleh Freeport hanya retorika yang menipu," kata Ferdinand.

BACA JUGA: