JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah dinilai tidak tepat menerapkan kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada para pengguna jalan tol di seluruh Indonesia. Sebab PPN identik terhadap pengenaan barang atau benda, sementara jalan tol bukanlah barang atau benda tetapi fasilitas yang diberikan oleh negara.

Pengamat perpajakan Ronny Bako menjelaskan jalan tol bukanlah obyek pajak berupa barang atau benda tetapi jalan tol merupakan fasilitas yang diberikan oleh negara kepada masyarakat. Sementara, penerapan PPN identik terhadap pengenaan barang atau benda. Artinya ketika masyarakat membeli barang atau benda, secara otomatis akan dikenakan PPN.

Benda yang dibeli tersebut akan menjadi milik masyarakat. Menurutnya pemerintah telah memperluas obyek PPN tersebut, jika dikembalikan kepada UU PPN maka tindakan pemerintah sangat tidak tepat.  "Jalan tol itu bukan barang atau benda. Itukan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah atau negara," kata Ronny kepada Gresnews.com, Jakarta, Kamis (12/3).

Ronny mengatakan jika pemerintah dan DPR menilai jalan tol merupakan sektor jasa, seharusnya pengenaan PPN tidaklah 10 persen. Hal itu dikarenakan dalam teknis perhitungan, pengenaan pajak yang akan ditentukan harus dikalikan dengan indeks jalan tol melalui volume kendaraan yang melewati jalan tol.

 Apalagi dalam kenaikan tarif jalan tol, pemerintah harus memperhitungan Standard Pelayanan Minimum (SPM). Dimana dalam menentukan tarif harus memperhitungakan inflasi dan SPM yang ditetapkan oleh regulator. "Kemudian ditambah lagi dengan penerapan PPN yang bebannya harus ditanggung oleh masyarakat," ujar Ronny menegaskan.

Ronny menerangkan ada keuntungan dan kerugian dalam kebijakan pengenaan PPN untuk pengguna jalan tol. Keuntungannya adalah pendapatan dari sektor pajak secara otomatis akan meningkat. Kerugiannya, masyarakat akan berpikir ulang untuk menggunakan jalan tol.

Sebab penerapan PPN tidak diiringi dengan pelayanan yang didapat oleh masyarakat karena saat ini masyarakat harus mengalami kemacetan di jalan tol. "Kalau memperluas obyek PPN, ya silakan. Tapi kan pemerintah secara tidak langsung melanggar UU dengan memperluas PPN," kata Ronny.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI M.Misbakhun mengatakan jalan tol merupakan sektor jasa, dimana pemerintah harus memberlakukan pajak kepada konsumen. Apalagi pemerintahan Jokowi saat ini menargetkan sekitar 82 persen penerimaan negara diperoleh dari sektor pajak.

Menurutnya sah-sah saja jika pemerintah memberlakukan penerapan PPN sebesar 10 persen karena pemerintah harus memenuhi target penerimaan negara dari sektor pajak sebesar Rp1.489 triliun. "Apalagi ada tuntutan masyarakat kepada pemerintahan agar tidak boleh memperbanyak utang," katanya.

Menurutnya dengan target penerimaan negara 82 persen dari sektor pajak, secara otomatis Kementerian Keuangan mencari cara untuk memenuhi target tersebut. Apalagi penerimaan negara dari sektor pajak nantinya dapat membiayai pembangunan infrastruktur, sekolah, rumah sakit dan kesehatan. "Kalau pemerintah tidak berusaha optimal mendapatkan pendapatan dari pajak, lalu uang kita darimana untuk biayai kesehatan, pendidikan dan infrastruktur," kata Misbakhun.

Sebagai informasi, berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. Pemerintah dan DPR menyepakati volume APBNP 2015 sebesar Rp 1.984,1 triliun. Dari volume itu, pemerintah dan DPR menyepakati target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.489 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 269 triliun.

Besaran defisit yang disepakati di APBNP 2015 sebesar Rp 222,5 triliun atau 1,9 persen dari PDB, lebih rendah dari APBN 2015 sebesar 2,21 persen dari PDB.

BACA JUGA: