JAKARTA, GRESNEWS.COM - Rencana Pemerintah menghilangkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium atau Ron88 dinilai tidak melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai harga BBM tidak boleh diserahkan kepada mekanisme pasar. Sebab masih ada jenis BBM yang masih disubsidi oleh pemerintah yaitu Solar.

Anggota Komisi VII DPR RI Kurtubi mengatakan saat ini pemerintah tidak menyerahkan sepenuhnya harga BBM melalui mekanisme pasar. Sebab pemerintah masih memiliki kewenangan untuk menentukan harga BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruh Indonesia.

"Namun, pemerintah menentukan acuan harga BBM merujuk kepada harga minyak dunia karena hampir 65 persen kebutuhan BBM Indonesia berasal dari impor dan membayarnya dengan impor," kata Kurtubi kepada Gresnews.com, Sabtu (18/4).

Menurutnya jika harga BBM diserahkan melalui mekanisme pasar, maka harga BBM di SPBU akan berubah di setiap harinya karena harga minyak dunia selalu mengalami perubahan setiap harinya. Menurutnya terhadap jenis BBM Premium maupun Pertalite yang nantinya akan diluncurkan, pemerintah masih memiliki kewenangan untuk menentukan harga.

Meskipun Pertalite tidak disubsidi, pemerintah masih memiliki kewenangan untuk mengatur harga sebab masyarakat nantinya akan mengkonsumsi jenis BBM tersebut. "Jadi keliru jika melanggar keputusan MK karena harga BBM di pom bensin masih ditetapkan pemerintah," kata Kurtubi.

Senada dengan Kurtubi, pengamat kebijakan energi Sofyano Zakaria mengatakan, pemerintah tidak melanggar keputusan MK. Sebab dalam amar putusan MK terdapat dua poin penting yaitu pertama, harga minyak dan gas ditetapkan oleh pemerintah.

Kedua, pemerintah memiliki tanggung jawab sosial terhadap harga dengan tetap memperhatikan golongan masyarakat tertentu. "Artinya tidak semua BBM subsidi dihapus oleh pemerintah," kata Sofyano kepada Gresnews.com.

Dia menilai ketika keputusan penghapusan BBM subsidi jenis Premium, pemerintah mensiasati agar tidak melanggar keputusan MK maka jenis BBM solar masih tetap disubsidi. Sebab pengguna solar masih digunakan untuk angkutan umum.

"Jadi pemerintah tidak melanggar UU, kecuali menghapus semua subsidi DPR pasti turun tangan," kata Sofyano.

BACA JUGA: