JAKARTA.GRESNEWS.COM - Kementerian Keuangan menilai keberadaan Penilai Pemerintah dilingkungan Pemerintah daerah sangat mendesak. Sebab tidak saja untuk kepentingan penilaian  Barang Milik Daerah (BMD) tetapi juga kebutuhan penilai terkait penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) P1 dan P2. Juga untuk tujuan penyusunan neraca pemerintah daerah,  juga untuk pemanfaatan atau pemindahtanganan BMD.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, Hadiyanto, mengatakan pada beberapa pemerintah daerah, penilaian aset Tetap/BMD dilakukan oleh Penilai Publik mengingat dilingkungan pemerintah daerah belum terdapat Penilai Pemerintah. Sementara pemerintah daerah lainnya dilakukan oleh Penilai Pemerintah dari lingkungan  Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) kemenkeu dengan mekanisme kerja sama. Data DKJN menyebutkan,  sampai 2014 terdapat 126 pemerintah daerah yang telah bekerja sama dengan DKJN untuk menilai BMD.

Jumlah Penilai Pemerintah sampai Desember 2014 berjumlah 1.543 orang. Jumlah ini terdiri adari 1.267 Penilai Pemerintah dilingkungan DKJN, dan 276 fungsional berasal dari Direktorat Jenderal Pajak.

"Penilai pemerintah di pemerintahan daerah adalah suatu kebutuhan," kata Hadiyanto, di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jalan Lapangan Banteng Timur, Jakarta, Selasa (26/5).

Dia menegaskan, kebutuhan penilai di daerah merupakan sesuatu yang mendesak. Pasalnya banyak masalah yang melatarbelakangi, seperti kebutuhan penilai terkait BMD dan terkait penentuan nilai jual objek pajak (NJOP). "Sayangnya, di beberapa daerah, tim penilai berasal dari penilai publik," katanya.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menambahkan pentingnya peranan penilai untuk mendorong pengambilan keputusan strategis oleh pemerintahan melalui estimasi nilai barang milik negara (BMN) dan barang milik daerah (BMD) yang wajar serta akurat. Peranan strategis penilai dalam perekonomian nasional diwujudkan melalui pemberian estimasi nilai yang akan dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan-keputusan yang strategis. Terutama dalam proyek infrastruktur, industri perbankan, industri pasar modal, penerbitan sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara sebagai alternatif pembiayaan dan dasar pengenaan pajak.

Menurut Mardiasmo, estimasi nilai diperlukan dalam proyek pembangunan infrastruktur, pengambilan keputusan strategis bagi industri perbankan, industri pasar modal dan penerbitan sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara.

"Bagi pemerintah estimasi nilai aset dijadikan ´underlying´ (dasar) penerbitan sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara sebagai alternatif pembiayaan," tegasnya ditempat yang sama

Ia menambhakan, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan berperan dalam pengelolaan kekayaan negara salah satunya menilai kekayaan negara. Penilaian merupakan salah satu tahapan penting dalam pengelolaan kekayaan negara/daerah untuk menentukan nilai wajar yang diperlukan sebagai dasar pengambilan keputusan. Hampir semua sektor strategis ekonomi domestik membutuhkan peranan dari penilai.

Hal tersebut merupakan tantangan bagi penilai karena dengan tersedianya informasi nilai wajar, diharapkan keputusan atau kebijakan pengelolaan kekayaan negara/daerah yang diambil, dapat memiliki alasan yang kuat, akurat, dan akuntabel.

"Mengingat fungsinya yang sangat penting, keakuratan nilai yang wajar yang dihasilkan melalui proses penilaian perlu dijamin sehingga keputusan yang diambil tepat dan memiliki tingkat akuntabilitas yang tinggi," terangnya.

Keakuratan nilai wajar tersebut, lanjut Mardiasmo, tidak lepas dari peran penilai yang berkualitas memiliki tingkat kompetensi dan wawaan yang luas dalam mendukung tercapainya tujuan pengelolaan kekayaan negara yang akuntabel.

Sementara menurut Auditor Utama II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hasbi Asyidiki, temuan BPK terkait pemeriksaan BMD ada dua jenis. Pertama, pemeriksaan kinerja pengelolaan aset tetap. Terkait hal ini, BPK menilai kegiatan penatausahaan aset tetap belum didukung sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Begitu juga dengan kegiatan inventarisasi aset tetap belum memadai.

Kedua, pengelolaan aset tetap. BKP menemukan pencatatan BMD tidak atau belum dilakukan atau tidak akurat. Kemudian penetapan tarif sewa aset pemerintah di bawah ketentuan. "Selanjutnya pemanfaatan aset oleh pihak ketiga tidak didukung perjanjian pinjam pakai dan sewa," tegas Hasbi di Jakarta, Selasa (25/5)m

Karena itu kata dia peran penilai untuk dapat menyajikan aset tetap sesuai Standar Akutansi Pemerintah (SAP) sehingga dapat memperbaiki opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).

Seperti diketahui keberadaan penilai diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Khususnya terkait ketentuan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D). Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah. (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/D) dinyatakan, penilaian diilakukan dalam penyusunan neraca pemerintah pusat, pemamfaatan, atau pemindahtanganan BMN/D.


Sebagai informasi kegiatan penilaian terutama terhadap BMN yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2004. Nilai Barang Milik Negara tercatat hingga 2013 nilai Barang milik pemerintah tercatat 1.790.509 atau menyusut dari tahun 2012 yang tercatat sebesar Rp1.973.224.

BACA JUGA: