JAKARTA, GRESNEWS.COM - Manajer Advokasi World Wildlife Fund (WWF) Indonesia Fathi Hanif mengatakan,  seringkali terjadi tumpang tindih kebijakan antarkementerian soal penindakan kejahatan Illegal, Unregulated and Unreported (IUU) Fishing.  Faktor tersebut dinilai menjadi penyebab lemahnya koordinasi lintas kementerian yang meliputi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan institusi kepolisian.

"Koordinasi masih minim dan juga pemahaman tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga di lapangan belum terintegrasi dengan baik. Misalnya, ada kapal yang ditangkap oleh instansi Polair atau TNI, diharapkan ada tindak lajut secara proaktif guna memverifikasi ulang izin pelayaran kapal yang bermasalah," kata Hanif kepada Gresnews.com, di Jakarta, Rabu (25/3).

Menurut Hanif, minimnya koordinasi membuat penegakan hukum di laut ikut melemah. Verfikasi yang dimaksud adalah kapal ilegal yang bermasalah ditelusuri data dan kelengkapan hingga kelayakan operasi kapal. Bilamana prosedur baku belum dipenuhi maka tidak perlu diberikan izin karena kalau dibiarkan akan berpotensi mengulangi pelanggaran yang serupa.

"Usai dikeluarkan izin seharusnya pemerintah tetap konsisten memantau gerak-gerik kapal tersebut di laut. Selama ini masalah terjadi karena usai memberikan izin kemudian aktivitas kapal di tengah laut tidak diawasi secara intensif," ujar Hanif.

Terkait hal itu, Hanif meminta pemerintah secara intensif proaktif melakukan mediasi dan penanganan kasus secara solid dengan pihak penegak hukum. Hanif menambahkan, kinerja dan upaya di bidang kelautan dan perikanan seringkali masih didominasi oleh KKP. Hanif menilai belum ada kerjasama atau dalam arti lain KKP seperti berjalan sendiri.

Misalnya, KKP yang dinilai selama ini aktif melakukan penangkapan, investigasi, hingga mengajukan kasus ke pengadilan atau kejaksaan. Namun, kementerian terkait lainnya belum aktif terlibat sejauh itu sehingga masih ada celah yang dimanfaatkan pihak asing.

Salah satu buktinya, setelah 14 kapal ikan ilegal asal Cina berhasil kabur pada Desember tahun 2014 dari Laut Arafuru tanpa diketahui pemerintah Indonesia. Menurut data KKP, total kapal yang ditangkap berjumlah 22 unit namun 14 diantaranya melarikan diri saat akan diamankan oleh TNI AL dan AU.

Merespons hal itu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan hal itu akibat kurang koordinasi antara TNI dan KKP.  "Kejadian ini akibat minimnya koordinasi. Hal ini dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah," ujar Ryamizard.
 
Menteri Pertahanan berharap, Kementerian Koordinator Maritim harus aktif menjalin koordinasi dengan semua pihak terkait termasuk dengan institusi pertahanan agar penindakan kejahatan di laut tetap berjalan maksimal.

BACA JUGA: