JAKARTA, GRESNEWS.COM - Usulan Komisi VI DPR RI untuk menghapus setoran dividen perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih perlu dikaji kembali dengan melihat kinerja BUMN. Usulan tersebut dilayangkan lantaran BUMN selama ini lebih banyak meminta suntikan modal ketimbang menyetor dividen.

Menurut mantan Sekretaris Menteri Kementerian BUMN Said Didu pemberian PMN merupakan strategi pemerintah untuk mempercepat pembangunan melalui BUMN, bukan melalui proyek. Dia menilai pada dasarnya pemerintah tidak mengeluarkan uang untuk pemberian PMN karena PMN yang dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) masuk ke dalam pos modal.

Dia menambahkan, jika PMN masuk ke dalam belanja negara, artinya pemerintah mengeluarkan uang. Atas dasar ini, neraca pemerintah yang terdiri dari aset BUMN ditambah aset pemerintah, maka aset pemerintah menjadi naik. "Jadi ibaratnya membangun BUMN, uang negara tidak keluar," kata Said kepada Gresnews.com, Jakarta, Sabtu (24/1).

Menurutnya ke-35 perusahaan BUMN menerima PMN merupakan perusahaan yang memiliki dampak begitu besar terhadap ekonomi nasional. "Maka dari itu, pemerintah memilih BUMN yang menerima PMN adalah infrastruktur. Kalaupun diberikan kepada perkebunan, hal itu bertujuan untuk percepatan revitalisasi pabrik gula untuk mencapai swasembada pangan," kata Said.

Kemudian, pemerintah memberikan PMN kepada BUMN agar tidak terikat dengan anggaran proyek yang ketat untuk proyek jangka panjang. Sebab PMN dikeluarkan tiap tahun, dengan sekali mengeluarkan PMN maka BUMN dapat mengerjakan proyek infrastruktur jangka panjang. "Itu kan hanya pilihan, apakah anggaran ini dijadikan proyek atau melalui BUMN. Pemerintah memilih melalui BUMN dan itu memang strategi bagus," kata Said.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana mengatakan perlu dibedakan antara dividen dengan PMN. Menurutnya dividen berasal dari laba BUMN yang ditahan dan dikembalikan kepada negara. "Disatu sisi, pengurangan dividen untuk memperbaiki keuangannya dan untuk investasi di sektor produktif," katanya.

Maka dari itu, Azam menilai Komisi VI DPR RI perlu melihat kinerja BUMN, apakah perusahaan tergolong berkinerja baik, apakah memiliki kemampuan memupuk modal karena kemampuannya terbatas, lalu ada juga perusahaan yang menggunakan PMN dan mengurangi dividen untuk menyelesaikan hak-hak normatif karyawan. Sehingga perlu klasifikasi yang jelas khusus BUMN yang harus dikurangi dividen dan khusus BUMN yang harus menerima PMN.

"Kita sedang teliti, BUMN mana yang harus mendapatkan PMN dan BUMN yang dikurangi dividennya," kata Azam kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: