JAKARTA, GRESNEWS.COM - PT Freeport Indonesia (PTFI) masih terus menawar kepada pemerintah terkait kewajibannya untuk membangun fasilitas pemurnian barang tambang (smelter). Kali ini Freeport menegaskan, baru akan membangun smelter jika pemerintah memberikan perpanjangan kontrak hingga tahun 2041.

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Chappy Hakim mengatakan, hingga saat ini lokasi pembangunan smelter Freeport belum diputuskan dengan alasan belum adanya kepastian perpanjangan kontrak yang akan habis pada 2021. "Freeport berkomitmen akan membangun smelter, tetapi membangun smelter dan menentukan kepastian lokasi memang ada beberapa yang menjadi pertimbangan  dan menjadi bahan untuk diselesaikan terlebih dahulu," kata Chappy di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/12).

Chappy menyebutkan, membangun smelter membutuhkan biaya yang sangat besar. Dalam hal ini, Freeport harus berinvestasi hingga mencapai US$2,2 miliar. Anggaran tersebut, kata Chappy, tersebut dapat diperoleh bila Freeport telah mendapat perpanjangan kontrak dari pemerintah.

"Jadi kepastian perpanjangan kontrak yang berhubungan erat dengan ketersediaan dana untuk pembangunan smelter, karena membangun smelter butuh dana, maka baru ada dana jika kontrak sudah diperpanjang," jelasnya.

Chappy menegaskan, proses pembangunan smelter ini melibatkan kerja sama dengan perusahaan smelter. Dengan begitu, ada hitung-hitungan nilai keekonomian antara Freeport dengan perusahaan smelter itu yang harus dikalkulasi dari pembangunan smelter.

"Membangun itu kerja sama dengan perusahaan yang lain. Itu sebabnya ada kalkulasi-kalkulasi yang harus dihitung bersama. Oleh karena itu ada nilai keekonomiannya," ujarnya.

Saat ini dengan belum adanya kepastian perpanjangan kontrak dan kepastian izin ekspor mineral konsentrat yang dibatasi Januari 2017 nanti, Freeport belum akan membangun smelter lagi. "Belum, ini banyak hal, Januari ada keputusan lanjut atau tidak, ya itu saja belum ada kepastian. Itu merupakan bagian dari pertimbangan kita untuk ambil keputusan dari keseluruhan," imbuhnya.

"Tadi yang saya bilang tidak akan bangun kalau nggak perpanjang itu kesannya akan blacklist pemerintah, itu keliru itu sebagai gambaran saja bahwa kita berharap perpanjang itu kesannya karena dengan perpanjang itu memungkinkan kita idealnya berlanjut," imbuhnya.

Dia berharap ada keputusan yang tepat antara pemerintah dengan Freeport terkait dua hal tersebut. Hal itu untuk memikirkan kepentingan masyarakat papua dan Indonesia.

"Kita berharap bahwa keputusan yang diambil itu tidak melanggar UU yang ada, dan ada yang win-win, baik untuk Freeport terutama untuk Papua dan Indonesia," tegas Chappy.

Menanggapi sikap Freeport ini, anggota Komisi VII DPR RI Endre Saifoel mengatakan, belum adanya kepastian pembangunan smelter yang dilakukan PT Freeport Indonesia terkesan, pihak Freeport sengaja mengulur-ngulur waktu. Politisi Nasdem ini menilai, sikap berani Freeport mengulur waktu ini terjadi karena sikap pemerintah yang terus saja memberi izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.

Sementara itu, Freeport terus saja tak memberikan kejelasan dalam membangun smelter. "Masalah smelter tidak kunjung selesai, sekarang sudah sejak 2014 sesuai kesepakatan UU, Freeport belum juga melaksanakan pembangunan smelter tersebut, mereka berjanji setiap enam bulan, kenapa sekarang tidak ada pembangunannya di Gresik," kata Endre.

Dia menegaskan, dalam UU Nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara jelas Freeport seharusnya tidak boleh melakukan ekspor konsentrat, bila belum ada pembangunan smelter. Tetapi kenyataannya pemerintah malah memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat tanpa adanya kejelasan terhadap pembangunan smelter.

"Sejak tahun 2009 telah ada UU yang menyatakan lima tahun setelah diundangkan ini harus menyiapkan smelter untuk eskpor, tidak boleh lagi melakukan ekspor konsetrat," tegasnya.

Dia juga menilai, perlambatan pembangunan smelter hanya sebagai akal-akaln Freeport supaya mendapatkan perpanjangan izin ekspor dari pemerintah. Atas alasan tersebut, pihaknya meminta agar pemerintah tidak memberikan izin perpajangan ekspor usai 11 Januari 2017 sebelum adanya pembangunan smelter.

"Kalau kita lihat ini hanya akal-akalan saja agar terus diperpanjang, maka sudah jelas bahwa tidak boleh lagi melakukan ekspor sesuai dengan amanat UU nomor 4 tahun 2009 Pasal 170 tahun depan di 11 Januari tidak ada lagi alasan ekspor konsentrat tanpa ada pembangunan semelter," jelasnya.

PEMERINTAH HARUS TEGAS - Menanggapi persoalan ini, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP BUMN Bersatu) Arief Poyuono mengatakan, pemerintah seharusnya segera saja memberikan keputusan apakah mau memperpanjang kontrak atau tidak. Sebab PT FI juga butuh kepastian yang jelas dari pemerintah.

"Izin PT FI akan berakhir 2021 tinggal 4 tahun lagi artinya sudah benar Freeport tidak membangun smelter tanpa ada kepastian dari pemerintah Indonesia untuk memperpanjang kontrak izin Usaha pertambangan Freeport," kata Arief kepada gresnews.com, Rabu (7/12).

Arief mengungkapkan, alasan Freeport masuk akal karena membangun smelter membutuhkan biaya yang tidak murah. "Jangan nanti sedang dibangun smelternya lalu izin tidak diperpanjang, lalu bahan tambang apa yang mau di smeltering sama Freeport?" jelasnya.

Menurut  dia, jika sekelas PT Freeport Indonesia saja Pemerintah Joko Widodo tidak bisa memberikan kepastian jaminan investasi bagi Indonesia, bagaimana dengan korporasi yang baru akan melakukan investasi di Indonesia. "Makanya 2 tahun pemerintahan Jokowi tidak ada investasi yang riil masuk ke Indonesia semua baru dalam proses MoU. Saya pikir ini contoh yang buruk dalam memberikan jaminan investasi yang diberikan oleh pemerintah," tegas Arief.

Bahkan, kata dia, yang perlu dicatat, Freeport sudah menanamkan investasinya di Indonesia puluhan tahun. "Dan kalau sudah begini Freeport harus meminta pemerintahan baru Amerika Serikat dibawah Donald Trump untuk menekan pemerintah Joko Widodo yang lebih pro ke RCC," pungkasnya.

Berbeda dengan Arief, Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyatakan alasan Freeport menunggu perpanjangan kontrak adalah alasan klasik. Persoalan sebenarnya, kata dia, PT Freeport Indonesia memang tidak mau membangun smelter di Indonesia.

"Kalau tidak punya dana atau uang sebanyak US$2,2 miliar untuk bangun smelter, akan lebih baik perusahaan ini angkat kaki dari Papua atau mundur," kata Uchok kepada gresnews.com, Rabu (7/12).

Uchok mengatakan, Jokowi harus tegas kepada Freeport. "Masa negara kalah dengan Freeport dan terima saja keinginan Freeport untuk pembangunan smelter semau mereka saja. Seharusnya pemerintah tegas, kasih batas waktu buat Freepot, kapan mau bangun smelter selesai jangan mengikuti kemauan freeport," pungkasnya.

BACA JUGA: