JAKARTA,GRESNEWS.COM - Pemerintah kembali menunjuk PT Aneka Kimia Raya (AKR) Corporindo Tbk (AKRA) menjadi pendamping PT Pertamina  (Persero) untuk mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM)  bersubsidi. Penunjukan AKR sebagai Pelaksana Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) tertentu ( P3JBT), sesuai penunjukan Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Penunjukan itu telah setujui dan ditandatangani Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, kemarin.

Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman Sommeng, mengatakan telah menunjuk PT AKR selaku badan usaha untuk mendampingi Pertamina menyalurkan BBM subsidi jenis solar tahun 2017.  Surat Keputusan P3JBT telah diserahkan pemerintah kepada PT AKR. Sementara secara bersamaan juga diserahkan Surat Keputusan Penugasan sebagai Pelaksana Penyediaan dan Pendistribusian jenis BBM khusus Penugasan (P3JBKP) Tahun 2017 kepada PT Pertamina (Persero).

Andy mengatakan penetapan surat keputusan P3JBT dan P3JBKP dilakukan setelah melewati serangkaian proses seleksi. Dari 29 Badan Usaha yang diundang untuk mengikuti pendaftaran dan mengambil dokumen seleksi Calon Badan Usaha Pelaksana Penyedia dan Pendistribusian Tahun 2017, akhirnya yang dianggap layak menjadi Pelaksana Penyediaan dan Pendistribusian adalah PT AKR.

"Melalui Sidang Komite, kami tetapkan Pertamina dan AKR yang mendapat penugasan penyediaan dan pendistribusian BBM tersebut," kata Andy di Jakarta, Kamis (24/11).

Andy menjelaskan besaran kuota penugasan P3JBT Tahun 2017 untuk Pertamina sebesar 16.310.000 Kilo Liter (KL)yang diantaranya untuk minyak solar (Gas Oil) sebesar 15.700.000 KL. Sedangkan AKR Corporindo mendapatkan kuota untuk P3JBT sebesar 300 ribu KL untuk jenis minyak solar, dan total kuota penugasan P3JBT Tahun 2017 sebanyak 16.610 ribu KL.

"Sementara alokasi kuota penugasan P3JBKP untuk PT Pertamina (Persero) sebesar 12.500 ribu KL," kata Andy di Jakarta, Kamis (24/11).

Dalam rangka mewujudkan program BBM satu harga pemerintah telah membuka peluang keterlibatan swasta dalam penyediaan dan pendistribusian BBM. Ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM yang menjadi turunan dari Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM.

Bahkan keterlibatan swasta ini tak hanya pada penyediaan dan pendistribusian BBM. Untuk mewujudkan ketahanan energi dan menjamin ketersediaan bahan bakar minyak serta mengurangi ketergantungan impor, pemerintah juga mendorong keterlibatan swasta dalam pembangunan kilang minyak. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 35 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri oleh Badan Usaha Swasta.

Namun keterlibatan swasta dalam penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi ini sempat dipersoalkan oleh Himpunan Wiraswastawan Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas). Menurut Ketua Hiswana Migas Nuradib, BBM bersubsidi tidak patut didistribusikan oleh swasta. BBM bersubsidi menurutnya, milik rakyat sehingga tidak pada tempatnya disalurkan perusahaan swasta. Perusahaan swasta lebih cocok bemain pada pendistribusian BBM non subsidi.  

Sebab jika terjadi kelangkaan akan rancu, karena tidak jelas pihak yang harus bertanggung jawab, karena batas pendistribusiannya rawan di daerah-daerah antara swasta dan Pertamina. Selain itu Volume BBM yang disalurkan melalui agen premium minyak dan solar (APMS) juga relatif kecil hanya 10 ribu Kiloliter, sehingga masuknya AKR menjadi pendistribusi BBM subsidi maka jatah  anggota Hiswana Migas akan berkurang. "Padahal, untuk usaha pendistribusikan BBM, kami banyak mengandalkan pinjaman dari perbankan nasional," ujarnya beberapa saat lalu.
 
Ia mempertanyakan kebijakan BPH Migas yang memberikan hak penyaluran BBM bersubsidi kepada perusahaan swasta di daerah yang jaringan distribusinya sudah padat dan sudah berjalan dengan baik, bukan di daerah yang jaringan distribusinya perlu dikembangkan.  
Menanggapi kekhawatiran itu Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan sesuai ketentuan aturan itu badan usaha swasta yang ditugaskan menyalurkan BBB subsidi akan diwajibkan membangun infrastruktur BBM di wilayah terpencil. "Jadi swasta dalam permen ini kalau dia mau ambil penugasan, diwajibkan juga bangun SPBU atau APMS (Agen Premium dan Minyak Solar)," katanya awal November lalu di Kementerian ESDM,

Wiratmaja mengatakan, pemerintah telah mengatur tentang lokasi pembangunan wilayah SPBU atau APMS bagi badan usaha. Hal ini dilakukan agar pembangunan SPBU atau APMS merata dan tidak terfokus pada satu wilayah saja.

Menurut Wiratmaja tingginya harga BBM di tingkat pengecer pada daerah terpencil, salah satunya  disebabkan minimnya SPBU. Saat ini, badan usaha swasta yang diketahui telah membangun SPBU di kawasan Timur Indonesia adalah AKR. Ia berharap ke depan semakin banyak pihak swasta yang bersedia membangun SPBU di daerah pinggiran.

SISTIM DISTRIBUSI TERUMIT - Sementara itu Direktur Eksekutif CERI (Center of Energy and Resources Indonesia),  Yusri Usman mengatakan, mengingat negara Indonesia adalah negara kepulauan dan masih ada daerah yang infrastrukturnya sangat terbatas menjadikan sistem distribusi BBM negara ini terumit di dunia.

Menurut Yusri, mengacu pada Permen ESDM 16 Tahun 2011 tentang Kegiatan Penyaluran BBM yang mengatur ketentuan  Badan Usaha  Pemegang Izin Usaha Niaga Umum (BU-PIUNU ). Telah ditetapkan pihak swasta yang menjadi penyalur adalah perusahaan yang mempunyai kompetensi bisa menjamin distribusi BBM di seluruh pelosok tanah air dengan kualitas dan kuantitas yang terjamin.

Namun, sejauh ini dari kesiapan infrastruktur distribusi BBM, hanya Pertamina yang paling sempurna dan diikuti oleh PT AKR ," "Tetapi mestinya pemerintah harus adil dalam penentuan alokasinya , sehingga jangan hanya Pertamina menerima beban lebih berat daripada pihak swasta AKR," ujarnya.

Menurutnya, dalam Pelaksana Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) tertentu ( P3JBT). "Pihak swasta jangan hanya memilih daerah yang mudah saja, harusnya ditugasi juga di daerah sulit pedalaman di Papua," ujarnya.

BACA JUGA: