JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masalah perizinan pembangunan dan pengelolaan kereta cepat Jakarta-Bandung masih memunculkan polemik. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menggugat syarat konsesi yang diajukan Kementerian Perhubungan untuk proyek yang melibatkan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai operator ini.

Menurut Menteri BUMN Rini Soemarno, seharusnya izin konsesi terhitung efektif sejak kereta tersebut dinyatakan layak beroperasi kelak. Namun dari Kementerian Perhubungan menegaskan hitungan konsesi dimulai sejak proyek ini diteken selama 50 tahun.

"Saya khawatir persoalan ini (konsesi) bisa mengganggu iklim investasi," kata Rini di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (8/2).

Dia mengatakan seharusnya Kementerian Perhubungan dalam memberikan konsesi tidak menyamakannya dengan proyek jalan tol karena lahan proyek kereta dibebaskan secara mandiri oleh investor. Sementara jalan tol dibangun di atas lahan yang dibebaskan oleh negara meski yang menjalankan pembangunan adalah investor, dengan konsesi 45 tahun.

Melalui perbandingan ini, ia menganggap normal jika meminta konsesi selama 50 tahun untuk kereta cepat dan berlaku sejak proyek dinyatakan layak beroperasi. Selain itu, konsesi hingga 50 tahun setelah operasi memang sangat diperlukan karena investasi proyek ini bisa mencapai US$5,5 miliar atau sekitar Rp 77 triliun.

Rini menjelaskan ada dampak yang muncul jika konsesi dijalankan terhitung sejak penandatanganan dokumen. Setelah dokumen ditandatangani, pembangunan proyek kereta cepat baru bisa berlangsung namun masih perlu pengujian. Jika proses pengujian ini berlarut-larut, jadwal untuk setiap tahap pun akan mundur. Ia meminta ada negosiasi lebih lanjut untuk ketentuan konsesi.

Ia menjelaskan, konsesi proyek infrastruktur lainnya pun dimulai saat pertama kali beroperasi. Oleh karena itu, ia meminta Direktur Utama KCIC Hanggoro Budi Wiryawan mendiskusikan masalah konsesi tersebut dengan Kementerian Perhubungan.

KEPASTIAN USAHA - Staf Khusus Kementerian BUMN Sahala Lumban Gaol mengatakan pemberi pinjaman yaitu China Development Bank (cdb) harus meyakini bahwa perjanjian kesepakatan dengan pemerintah harus dilindungi kepastian yang diberikan kepada KCIC. Jika proyek tersebut dibangun dengan ketidakjelasan masa konsesi, akan membuat CDB berpikir ulang memberikan pinjaman proyek tersebut.

Dia mengatakan jika dalam konsesi terhitung sejak penandatanganan kereta cepat tentunya Kementerian Perhubungan harus memperhatikan waktu pembangunan kereta cepat tersebut. Jika pembangunan kereta cepat tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan, perbankan akan menganalisa kembali perjanjian yang sudah dibentuk.

"Ini hal-hal yang harus diperhatikan. Jadi hal-hal ini sebetulnya ada pemberi konsesi," kata Sahala.

KCIC sebenarnya meminta penghitungan konsesi pengelolaan kereta cepat dimulai pada 2019. Sementara itu, Kementerian Perhubungan menginginkannya saat pembangunan proyek dimulai tahun ini.

Sebelumnya Direktur Utama KCIC Hanggoro Budi Wiryawan beralasan, perusahaan pengembang tersebut baru bisa mereguk keuntungan sesudah kereta cepat dengan lintasan sepanjang 142 kilometer ini beroperasi. "Karena kami 100 persen swasta, kami memohon konsesi berjalan terhitung sejak beroperasi," kata Hanggoro dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (4/2).

Meski awal pembangunan konstruksi untuk proyek ini sudah dilakukan, masih ada tiga izin yang belum dirampungkan KCIC. Ketiganya adalah izin konsesi, izin pembangunan dan izin usaha. Perusahaan itu hanya perlu mengantongi satu izin saja, yakni izin pembangunan, agar kegiatan konstruksi bisa dimulai. Hanggoro mengklaim konsorsium BUMN Indonesia-Cina itu sudah siap menjalankan pembangunan untuk lima kilometer pertama.

Perundingan antara KCIC sebagai pemegang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dengan Kementerian Perhubungan masih alot. Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko menyebut ada sembilan poin yang disepakati seputar perizinan.

Beberapa di antaranya adalah konsesi masa operasi, fee konsesi, larangan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tunduk pada perundang-undangan Indonesia, dan prasarana yang mesti diserahkan dalam kondisi clean and clear setelah konsesi berakhir.

Klausul-klausul lain yang juga belum menemui kesepakatan adalah perjanjian konsesi yang tidak dapat dibatalkan sepihak oleh pemerintah jika ada perubahan undang-undang, pemberian hak eksklusif rute kereta, izin operasi dari pemerintah untuk sarana kereta cepat lainnya dengan persetujuan KCIC dan jaminan pemerintah.

Kementerian Perhubungan juga memberi syarat tambahan bagi KCIC untuk memasang sistem peringatan dini atau early warning system untuk gempa dan kajian seismologis. Hal ini merupakan tuntutan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingat jalur Jakarta-Bandung rawan gempa dan longsor.

BACA JUGA: