JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menghadang laju pelemahan ekonomi Indonesia sejumlah rapat koordinasi terus digelar istana. Kekhawatiran perekonomian Indonesia akan terus terjun ke titik terendah membuat Kabinet Kerja harus sigap mengantisipasi.  

Terakhir, Presiden Jokowi menggelar rapat kabinet terbatas di Istana negara untuk mencari solusi perbaikan ekonomi. Presiden memanggil sejumlah menteri  ekonomi, terutama menteri di bawah Menko Perekonomian Darmin Nasution untuk merumuskan langkah-langkah antisipasi memburuknya perekonomian.

Usai pertemuan itu Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi berskala besar dalam waktu dekat. "Paket ekonomi itu tujuannya memperkuat fundamental ekonomi, memperlancar kegiatan ekonomi dan penguatan nilai tukar rupiah," katanya usai menghadiri rapat kabinet terbatas dengan Presiden, di Kantor Presiden, Kamis (27/8) .

Darmin menegaskan kebijakan ini akan  dikeluarkan dan diterbitkan dalam waktu sepekan ke depan. "Bapak Presiden meminta dan sudah merinci satu paket kebijakan besar yang sudah harus selesai, mungkin tidak semua tetapi paling tidak sebagian besar keluar pada minggu depan," papar Darmin.

Rincian paket kebijakan itu akan ada banyak. Namun fokusnya akan ditujukan kepada sektor riil‎. "Ini menyangkut sektor riil, menyangkut keuangan, ada yang menyangkut deregulasi, juga ada yang menyangkut kebijakan baru dan  tax holiday," katanya

Darmin menjelaskan paket ekonomi itu  untuk memperlancar kegiatan ekonomi, mendorong masuknya valuta asing dari luar. Sebab hal itu diperlukan oleh Indonesia. "Tidak ada jalan lain, kita perlu valas. Termasuk kaitannya, soal rupiah," katanya.  

Namun ia mengaku belum dapat menjelaskan satu per satu aturan tentang itu. Sebab, masing-masing menteri sedang menyiapkan. Jika paket tersebut telah tersusun, akan langsung disampaikan kepada publik. Hal itu sesuai arahan presiden  untuk menjawab situasi saat ini.

RAPAT MARATON - Benar saja, usai menggelar rapat di Istana, Darmin secara maraton mengundang sejumlah menteri di bawah koordinasinya untuk berkumpul di kantornya. Mereka kembali menggelar rapat untuk menggodok sejumlah kebijakan yang dipesan presiden untuk perbaikan ekonomi.  

Hadir dalam rapat ini Menteri Keuangan‎ Bambang Brodjonegoro, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri BUMN‎ Rini Soemarno, serta Menteri Perdagangan Thomas Lembong.

Namun rapat hanya berlangsung singkat sekitar‎ 45 menit. Mereka harus mencari masukan soal kondisi di sektor masing-masing. "Rapat belum ada keputusan. Minggu depan mau dirapatkan lagi. Tadi masih awal," ungkap Saleh Husin, yang ikut rapat tersebut.

Saleh sendiri mengaku hanya melaporkan kondisi industri terkini. Serta melaporkan sejumlah kebijakan yang telah diambil di kementeriannya. "Hanya membahas bagaimana mempercepat pengembangan industri. Bagaimana pembangunan industri cepat selesai. Kemudian industri yang dibangun agar cepat berproduksi," tuturnya.

Saleh mengaku sempat mengungkapkan sejumlah kendala yang dihadapi selama ini. Antara lain soal biaya logistik yang masih mahal dan kurangnya  infrastruktur, seperti listrik.

Sedang Sudirman Said juga  turut hadir  menyampaikan permasalahan yang menghambat di sektornya,  seperti  persoalan listrik, minyak, mineral, serta batubara. "Selain soal listrik, saya update soal bahan bakar minyak (BBM), UU Migas dan soal status kerjasama perusahaan tambang seperti status Freeport," katanya.

UPAYA SEJUMLAH SEKTOR - Selain akan menerbitkan sejumlah paket besar itu, untuk mengatasi pelemahan rupiah sebenarnya sejumlah sektor telah berjibaku menerapkan sejumlah kebijakan. Seperti halnya Bank Indonesia, yang terus mengintervensi pasar dengan membanjiri dolar. Sementara Kementerian keuangan mengambil langkah merevisi sejumlah aturan perpajakan yang dinilai membebani pertumbuhan investasi. Termasuk mengeluarkan insentif penghapusan pajak penghasilan (PPh) badan atau perusahaan sebesar 10% hingga 100%.

Langkah serupa juga dilakukan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)dengan rencana melakukan pembelian kembali saham-saham perusahaan BUMN dari pasar saham. Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan perusahaan plat merah siap membeli kembali (buyback) saham yang nilainya mencapai Rp 10 triliun.
 
Bahkan tak hanya perusahaan induk BUMN, anak usaha di bidang dana pensiun dan asuransi juga akan dikerahkan untuk masuk ke pasar modal dan membeli saham. Hal ini dilakukan untuk membantu memulihkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

"Kita sedang bicarakan siapa dulu yang akan masuk. Perusahaan-perusahaan itu sedang melakukan analisa. Pada saat yang sama dari bank, dana pensiun, asuransi, mereka juga sedang melihat. Kita koordinasikan," ujar Rini di Jakarta, Kamis (27/8).

Rini mengatakan bahwa para perusahaan BUMN itu juga adalah emiten dan mereka akan menganalisa sendiri. Bagaimana harga saham BUMN-BUMN yang efektif.

MODAL KUAT UNTUK BANGKIT - Sementara itu Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo masih optimis bahwa perekonomian Indonesia akan bisa pulih. Meski diakui kondisi perekonomian sekarang sangatlah sulit. Alasannya fundamental perekonomian Indonesia saat ini masih kuat.

"Kita harapkan periode ini akan bisa kita lewati dan kita juga jelaskan bahwa secara fundamental ekonomi Indonesia‎ itu ada perbaikan," ujarnya, Kamis (27/8)

Agus memaparkan indikator bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat, diantaranya  inflasi, yang sebelumnya 8% saat ini sudah ‎bergerak ke arah yang ditargetkan, yaitu 4,5%. Selain itu defisit transaksi berjalan (current account deficit) dari yang sebelumnya 4,2% dari PDB, saat ini bisa diperbaiki hingga ke level 2% dari PDB. Juga neraca perdagangan, jika tahun sebelumnya defisit, saat sudah bisa surplus.

Optimisme Agus itu sejalan dengan proyeksi sejumlah lembaga Internasional. Bahwa ekonomi tahun 2016 bisa tumbuh sampai 3,8% atau lebih tinggi dibandingkan proyeksi di 2015 yang hanya mencapai 3,3%. "Konsensus meyakini ekonomi dunia 2016 akan lebih baik, ada di kisaran 3,8%," katanya.

Menanggapi rencana paket ekonomi yang akan dikeluarkan pemerintah. Agus menilai hal itu akan sangat baik. Hal itu menurutnya tak terlepas dari koordinasi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga terkait. (dtc)

BACA JUGA: