JAKARTA, GRESNEWS.COM - Proses uji materi terhadap peraturan yang kedudukannya berada di bawah undang-undang (UU) kerap kali dilakukan secara tertutup oleh Mahkamah Agung (MA). Hal ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran demokrasi. Banyak pihak mendorong agar proses uji materi di MA dilakukan secara terbuka sebagaimana pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Alasannya, agar terdapat transparansi khususnya dalam uji materi peraturan di bawah UU yang berkaitan dengan publik atau kepentingan umum.

Sayangnya, MA sendiri enggan untuk mengikuti proses uji materi secara terbuka seperti di MK. Juru bicara MA Suhadi mengatakan, meski tertutup, proses uji materi yang dilakukan MA bisa dipastikan tidak dipengaruhi kepentingan apapun karena mereka sama sekali tidak menggelar perkara.

Seperti diketahui, sebelumnya sejumlah pemohon mengajukan uji materi UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA. Mereka menggugat Pasal 31A Ayat (4) huruf h UU MA yang mengatur proses pengujian dilakukan paling lama 14 hari. Persoalan yang digugat dalam pasal tersebut uji materi tidak dilakukan secara terbuka sehingga menghilangkan kontrol publik atas proses uji materi.

Suhadi menegaskan, proses uji materi yang dilakukan tertutup oleh MA sudah berdasarkan Undang-Undang (UU) Mahkamah Agung. Dia memastikan MA bisa menjaga independensi para hakim agung dalam melakukan proses uji materi. Para hakim agung, kata dia, bisa menjaga independensi dan netralitas karena memang sudah diamanatkan UU.

Adapun uji materi yang dilakukan MA cukup menggunakan berkas yang diajukan pemohon dan jawaban dari instansi terkait. Sehingga tidak perlu menghadirkan pemohon atau ahli untuk membuka perkara.

"Lembaga yang menguji peraturan di bawah UU hanya satu di MA. Bayangkan kalau dari Jayapura mau uji materi. Ketika dipanggil masa harus datang. Jadi sementara ini cukup data-data pendukung yang diajukan. Lalu dalam 14 hari untuk putusan," ujar Suhadi saat dihubungi Gresnews.com, Jumat (17/4).

Suhadi menjelaskan, peraturan perundang-undangan di bawah UU kini sebenarnya lebih mudah diujimaterikan setelah adanya revisi UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA. Sebelum revisi tersebut, uji materi dilakukan hanya berdasarkan surat edaran dan pengajuannya harus diberikan ke pengadilan melalui sebuah perkara.

"Sehingga tanpa perkara tidak boleh dilakukan perubahan peraturan perundang-undangan di bawah UU," kata Suhadi.

Ia mencontohkan dalam kasus perburuhan, peraturan perundang-undangannya baru bisa dibatalkan setelah ada gugatan buruh di pengadilan. Kini, dengan perubahan UU MA, uji materi bisa meniru proses uji materi di MK. Sehingga uji materi di MA bisa dilakukan tanpa harus terikat adanya sebuah perkara yang sedang diproses di pengadilan.

"Pemohon uji materi bisa mengajukan langsung ke MA atau pengadilan negeri tempat domisili. Lalu proses selanjutnya ditetapkan majelis tanpa memanggil pihak terkait," urai Suhadi.

Pendapat Suhadi ini disanggah Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Victor Santoso Tandiasa. Dia mengatakan, judicial review atas peraturan di bawah UU di MA seharusnya dilakukan secara terbuka. Menurutnya, MA harus bisa membedakan antara judicial review dengan persidangan lainnya.

Karena itu, judicial review oleh MA seharusnya dilakukan terbuka seperti yang terjadi di Mahkamah Konstitusi. Sebab secara substansi proses uji materi di MA dan MK sama.

"Tapi di MA sangat tertutup sehingga kita tidak bisa berharap terlalu banyak terhadap pengujian itu," ujar Victor saat dihubungi Gresnews.com, Jumat (17/4).

Ia menilai proses uji materi di MA seharusnya bisa memanggil ahli atau pihak terkait. Sikap MA yang tertutup tersebut dianggapnya telah melanggar prinsip demokrasi. "Sebab tidak ada transparansi dalam prosesnya. Apalagi peraturan di bawah undang-undang banyak memuat aturan yang berlaku untuk publik," kata Victor.

Terkait dengan argumen MA bahwa pemohon uji materi yang berasal dari luar daerah akan kesulitan ketika harus menghadiri persidangan uji materi di MA, ia menilai hal tersebut bukan alasan. Sebab berkaca pada persidangan uji materi di MK, jika pihak terkait yang berdomisili di luar Jakarta kesulitan hadir maka masih bisa dihadirkan melalui telekonferensi via internet.

Beda uji materi di MK dan MA, kata Victor, di MK pemohon diberikan kesempatan mengajukan bukti atau ahli. Tapi di MA baik uji materi, kasasi maupun peninjauan kembali tidak dilakukan gelar perkara seperti di MK.

Hanya saja, terkait hal ini, Suhadi kembali menegaskan dengan tidak adanya gelar perkara, MA tidak akan terpengaruh pihak manapun dalam menghasilkan putusan.

Pada kesempatan berbeda, dalam sidang pengujian UU MA Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi mengatakan pemerintah sudah melakukan diskusi dengan MA agar uji materi peraturan perundang-undangan di bawah UU bisa dilakukan secara terbuka sambil mendengarkan keterangan para pihak.

"Sebab, pemerintah juga kesulitan untuk menyampaikan keterangannya ke MA," ujar Mualimin.

BACA JUGA: