JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kepastian PT Pertamina  (Persero) menjadi operator Blok Mahakam semakin dekat. Setelah Pertamina secara resmi menandatangani  Head of Agreement (HoA) peralihan kelola Wilayah Kerja (WK) antara Total E& P Indonesia dan Inpex Corporation pada  1 Januari 2018 mendatang, Rabu (16/12) kemarin.

Agreement ini menjadi awal persiapan Pertamina untuk melaksanakan transfer pengelolaan Blok Mahakam "Pertamina harus melaksanakan sebaik-baiknya agar tidak mengalami goncangan berarti saat mulai mengoperasikan Blok Mahakam pada 1 Januari 2018," kata Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto, dalam keterangan persnya di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, kemarin

Dalam perjanjian itu ada beberapa pokok perjanjian yang disepakati. Pertama, transfer agreement untuk mempertahankan kelanjutan operasi selama masa transisi pasca 2017. Hal ini  untuk memastikan ?terjadinya peralihan operator yang baik dari Total kepada Pertamina.

Dalam transfer agreement ini diatur ketentuan proses pengalihan karyawan Total di Blok Mahakam menjadi karyawan Pertamina. Serta penyiapan anggaran dan rencana kerja pasca 31 Desember 2017 beserta izinnya.

Dengan perjanjian ini, mulai 2016 hingga 31 Desember 2017, Pertamina sudah mulai ikut mengelola Blok Mahakam bersama-sama Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation. Sehingga, pada 1 Januari 2018 Pertamina benar-benar siap mengelola Blok Mahakam sendiri dan produksi migas di blok tersebut tak terganggu.

Dwi berharap masa transisi dapat berjalan mulus sehingga Pertamina dapat mengoperasikan Blok Mahakam dengan baik pada 2018.  "Pertamina harus betul-betul bisa seperti yang diharapkan Pak Menteri ESDM, Sudirman Said, saya yakin Pertamina bisa," ujarnya.

TOTAL, INPEX HARUSNYA TAK DIBERIKAN SAHAM - Sementara itu, Direktur Eksekutif  Indonesia Mining and Energy Study (IMES) Harli Muin mengatakan, Head of agreement memang salah satu perjanjian kerjasama non-tender dalam kepemilikan saham antara Pertamina disatu sisi dan Total dan Inpex disisi yang lain.

Namun, masalahnya, bukan pada perjanjian, bahwa pengelolaan migas, seperti yang diharapkan prinsip Nawacita, penguasaan harus sepenuh dimiliki negara yang pengelolaanya diserahkan ke Pertamina.

"Karena prinsip head of agreement sudah salah. Harusnya setelah diberikan ke Pertamina, tidak boleh lagi melibatkan asing sebagai pemilik saham," kata Harli kepada gresnews.com, Kamis (17/12/15).

Harli menjelaskan, kepemilikan  asing hanya dapat dilakukan melalui kotrak kerja tertentu, dalam hal proyek tertentu, seperti pipanisasi dan lainnya. Kepemilikan asing sama sekali tidak punya alasan untuk diberikan.

Kerjasama seperti ini Harli nilai merugikan Pertamina. Kepemilikan saham dalam kerjasama itu, harus mayoritas Pertamina, tidak boleh lagi PT Total dan Inpex memiliki saham di Blok Mahakam.  "Mereka memakan keuntungan dari blok Mahakam sudah cukup selama setengah abad," katanya.

Pengamat Energi ini menyebutkan, regulator tidak rugi bila 100 persen blok Mahakam dimiliki Pertamina. Namun, bila asing operatornya, pasti pemerintah rugi. "Lihat  saja 51 tahun perusahaan asing itu, apa yang mereka buat terhadap negara kita. Konflik, dan kemiskinan," ujarnya.

Sementara itu, pembagian saham sebesar 71 dan 29  memang sedang dibahas antara pemerintah, PT Pertamina, Total dan Inpex . Namun, menurutnya PT Total dan Inpex, tidak perlu diberikan  saham lagi

Bila pemerintah memberi peluang saham 29 persen kepada PT Total dan Inpex, menurut Harli, wajib dicurigai ada suap dan korupsi dalam proses tersebut. "Kita harus memeriksa pejabat di ESDM setingkat Menteri dan Dirjen," katanya.

Menurut Harli, semestinya proporsi 29 persen itu diberikan kepada pemerintah daerah Kalimatan Timur dan Provinsi tetangga mereka," paparnya.

TUGAS BERAT PERTAMINA - Usai penandatanganan itu Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, Pertamina sebagai operator blok Mahakam memiliki tugas yang semakin berat. Sebab blok Mahakam adalah blok minyak dan gas yang terbilang cukup besar  dan memiliki kandungan minyak dan gas yang juga sangat besar.

"Pertama kali Pertamina dapat peralihan ini. Sehingga tanggung jawabnya besar. Pasalnya ini operasi yang sangat kompleks," kata Sudirman di Gedung Dirjen Ketenagalistrikan, kemarin.

Menurut Sudirman, ini merupakan ujian bagi Pertamina untuk membuktikan proses pengalihan hingga operasi pengolahan berlangsung dengan baik. "Jika ada kontinuitas, maka resiko produksi  akan bisa diminimalisir sebaik-baiknya," katanya.

Sementara itu, Total E& P Indonesia dan Inpex Corporation menyepakati kemitraan hingga 30 persen di Blok Mahakam dari penjualan PT Pertamina (Persero)  pada 2017.

"Kalau kami sepakat pembagian 30 persen itu, Maka Total dan Inpex akan mengambilnya sama rata, yakni, 15 persen untuk masing-masing," kata Direktur Total EP Asia Pacific Olivier Cleret de Langavant kepada gresnews.com usai penandatanganan kesepakatan  HoA Blok Mahakam, kemarin

Namun terkait kesepakatan yang memuat kesediaan Total untuk mempertahankan produksi Mahakam sampai kontrak berakhir. Olivier mengaku Total sendiri berencana mengurangi  bantuan modal di Blok Mahakam di tahun 2016 dan 2017 dari investasi sebelumnya pertahun mencapai sebesar US$ 2 miliar.

"Mengenai detail pengurangan saya tidak bisa jelaskan, tapi soal tren pengurangan investasi sudah sering terjadi pada semua perusahaan di seluruh dunia," papar Oliver

Kemudian terkait kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC), Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pemerintah sementara ini meminta Pertamina untuk membayar bonus tandatangan blok Mahakam senilai US$ 41 juta atau setara Rp 533 miliar.

Komitmen Total ini dijamin Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi. Kata dia, selama ini Total dan Inpex sudah terbukti menjadi kontraktor yang patuh. "Dari evaluasi Work Plan and Budget (WPnB) 2016, Total dan Inpex adalah operator yang baik," ujar Amien. (Agus Irawan/dtc)

BACA JUGA: