JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Ignasius Jonan telah mengesahkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) terhadap PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Konsekuensi pemberlakuan IUPK tersebut mensyaratkan perusahaan pertambangan harus membangun smelter jika ingin melakukan ekspor konsentrat.

Pemerintah telah mengeluarkan PP 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) pada 11 Januari yang lalu. PP ini memungkinkan Freeport dan pemegang Kontrak Karya (KK) lainnya untuk tetap mengekspor konsentrat sepanjang mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdninand Hutahaean menilai pemerintah mencari celah untuk menguntungkan Freeport dengan menggunakan dalih IUPK. Dia mengungkapkan perubahan dari izin Kontrak Karya KK menjadi IUPK tidak bisa dijadikan alasan untuk tetap melakukan ekspor mineral mentah karena eksport mineral mentah telah dilarang.

"Pemerintah jangan menyiasati Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) dengan rejim KK atau IUPK," ujar Ferdinand kepada gresnews.com melalui pesan singkatnya, Sabtu (11/2).

Menurutnya jika pemerintah membiarkan Freeport melakukan ekspor mineral dengan dalih telah melakukan perubahan perizinan dari IUPK maupun KK menurutnya tetap merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang-undang Minerba. Karena pelarang ekspor mineral mentah sudah ada sejak UU rejim UU Minerba.

"Semangat dalam UU Minerba adalah melarang semua ekspor mineral mentah tanpa melihat status KK atau IUPK. Dengan demikian pemerintah ini patut disebut melanggar UU jika membiarkan freeport ekspor," ujar Ferdinand.

Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Melalui PP/2017 mengharuskan bagi perusahaan Kontrak Karya untuk megubah izinnya menjadi Izin Usah Pertambangan Khusus (IUPK). Tanpa mengubah izin tersebut, PTFI tidak bisa melakukan izin ekspor konsentrat.

Dalam rangka menaati itu, PT Freeport dan PT AMNT telah mengamini untuk mengubah izinnya menjadi IUPK. Itu pun sudah restui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan syarat pihak Freeport berjanji akan membangun smelter sebagai ketentuan untuk melakukan ekspor.
MERAGUKAN KOMITMEN FREEPORT - Anggota Komisi VII Mukhtar Tompo menilai masih meragukan komitmen PT Freeport untuk membangun smelter. Selama ini, PT Freeport telah beberapa kali mendapat keringanan dari pemerintah. Tapi komitmen PT Freeport masih sangat lemah untuk memenuhi kewajibannya membangun smelter seperti ketentuan aturan di dalam UU Minerba.

Menurut Mukhtar Tompo, Freeport telah langgar UU dan menganggap izinnya bisa diperpanjang walaupun tidakpatuhan dengan aturan yang berlaku. Tompo menegaskan, semua perusahaan tambang harus mematuhi aturan main yang tertuang di dalam UU Minerba sebagi pedoman.

"Selama ini Freeport di istimewakan. Sekarang tak boleh dilanjutkan. Pemerintah wajib menata ulang segala komitmen dan KK yang bisa menguntungkan negara sebagai pemilik SDA," ujar Tompo ujar Muhtar Tompo Sabtu (11/2) melalui pesan singkatnya kepada gresnews.com.

"Ketidakkonsistenan Freeport adalah mereka tidak membangun smelter. Itu kan amanat UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 bahwa perusahaan tambang itu wajib membangun smelter tanpa itu tidak boleh ekspor," imbuh Muhtar Tompo.

Bahkan Freeport telah diberi kesempatan beberapa kali untuk memenuhi kewajibannya membangun smelter tapi Freeport seperti abai dengan perundang-undangan. Menurut politisi asal Sulawesi Selatan ini, tindakan Freeport tersebut secara kasat mata melanggar undang-undang. Pasalnya ketentuan untuk membangun smelter merupakan amanat undang-undang Minerba yang tidak dipatuhi Freeport.

"Ini sudah ke-enam kalinya lo diperpanjang. Artinya kita selama ini membiarkan melanggar undang undang di depan mata kita. Kita lihat niat baiknya membangun smelter ternyata tidak kunjung," ujar Tompo.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyatakan perlu berhati-hati menanggapi permintaan dari Freeport. Salah satunya pernyataan Freeport yang bersedia untuk mengubah KK menjadi IUPK dengan syarat pemerintah dan Freeport membuat perjanjian stabilisasi investasi.

Menurut Freeport perjanjian ini yang memungkinkan Freeport mendapat kepastian hukum dari pemerintah agar tidak ada aturan-aturan baru dikemudian hari yang membuat Freeport terbebani sehingga mengurangi keekonomian usaha mereka.

Hikmahanto menjelaskan pemerintah harus hati-hati dalam menyikapi syarat yang diminta Freeport. Paling tidak ada tiga alasan.

Pertama, perjanjian stabilisasi investasi merupakan perjanjian yang bersifat perdata. Ini karena pemerintah dalam kapasitasnya sebagai subyek hukum perdata membuat perjanjian dengan Freeport sebagai badan hukum yang merupakan subyek hukum perdata. Namun perjanjian ini hendak membelenggu kewenangan pemerintah sebagai subyek hukum publik untuk membuat peraturan perundang-undangan.

Artinya kedaulatan suatu negara untuk membentuk hukum hendak dikekang dengan suatu perjanjian perdata. Perjanjian semacam ini tidak beda dengan KK yang selama ini dinikmati oleh Freeport.

Alasan kedua yang perlu diwaspadai oleh pemerintah adalah apakah pemerintah yang berkuasa sekarang dapat memastikan agar pemerintah yang akan datang tidak membuat aturan-aturan yang merugikan dalam kacamata Freeport?

Menurutnya demokrasi yang berkembang di Indonesia saat ini memposisikan pemerintah tidak berada dalam situasi yang sama seperti pemerintahan Soeharto di masa lalu. Suara rakyat yang diartikulasikan dalam janji kampanye harus diwujudkan saat kandidat presiden menjadi presiden. Situasi ini tidak beda dengan perusahaan induk Freeport, Freeport McMoran, yaitu Amerika Serikat.

Ketiga, bila permintaan Freeport dikabulkan tentu banyak perusahaan multinasional yang berinvestasi di Indonesia akan meminta hal serupa. Pemerintah akan terlihat lemah di mata rakyat bila perusahaan multinasional dapat mendikte negara.

Bila tiga alasan diatas diabaikan maka akan menjadikan posisi pemerintahan Jokowi-JK seolah tidak berdaulat dibidang sumber daya alam sesuai janji kampanye. Seharusnya Freeport menerima PP 1/2017 tanpa syarat apapun mengingat pemerintah telah memfasilitasi kepentingan Freeport dalam situasi rakyat Indonesia yang menghendaki agar tambang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (dtc)

BACA JUGA: