JAKARTA, GRESNEWS.COM- Pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dari harga Rp6.900/liter menjadi Rp6.700 /liter. Harga baru BBM jenis solar itu berlaku sejak Sabtu, 10 Oktober lalu atau tiga hari setelah pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan paket kebijakan ekonomi tahap tiga yang digadang-gadang dapat menjadi stimulus peningkatan perekonomian dalam negeri.

Vice President Communication PT Pertamina, Wianda Pusponegoro, mengatakan, sebenarnya sudah ada sekitar empat pricing policy yang dilakukan oleh Pertamina. Selain menurunkan harga solar sebesar Rp200, sebelumnya, Pertamina juga telah melakukan penyesuaian harga BBM lainnya, yaitu jenis Avtur sekarang menjadi US$44,1 sen/liter, Pertamax dari Rp9.250 menjadi Rp9.000/liter, Pertalite dari Rp8.400 menjadi Rp8.300/liter. "Untuk selain solar sudah kita lakukan penyesuaian dari awal Oktober lalu," kata Wianda dalam sebuah diskusi Energi Kita di bilangan Jakarta Pusat, Minggu (11/10).

Ia menambahkan, penyesuaian harga BBM tersebut dilakukan karena mempertimbangkan indeks harga pasar yang mengalami penurunan, yang saat ini berada di posisi US$45/barrel. Penyesuaian harga juga telah dilakukan oleh Pertamina pada LPG 12 kg pada pertengahan September lalu. Harga LPG 12 kg pada 16 September lalu turun dari Rp6.700 per tabung menjadi Rp134.300 per tabung. "Jadi penyesuaian harga itu bisa kita lakukan selama indeks harga pasar itu mengalami perubahan," ujarnya menegaskan.

Menurut Wianda, penyesuaian harga solar ini juga mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional, dengan harapan dari penurunan harga Rp200 itu dapat menjadi stimulus peningkatan perekonomian nasional, khususnya di sektor industri. Pertamina mencatat, sekitar 46 persen dari 104 juta kendaraan di Indonesia itu menggunakan solar, yaitu truk untuk industri atau alat angkut barang dan bus atau moda transportasi lainnya yang dipergunakan untuk alat angkut massal. "Sehingga pricing policy ini bertujuan untuk menggerakkan sektor riil di masyarakat untuk stimulus ekonomi nasional," tegasnya.

Namun ia mengakui, pricing policy ini tidak bisa berdiri sendiri, sehingga harus diikuti dengan kebijakan pendukung dari pemerintah di sektor lainnya, seperti penurunan biaya antrean, biaya angkut dari pelabuhan, dan biaya operasional lainnya. "Dengan demikian kondisi perubahan harga ini memiliki dampak positif," ujar Wianda usai acara diskusi tersebut.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Ramson Siagian, mengatakan, partainya sejak harga minyak dunia mengalami penurunan dari harga US$104 /barrel beberapa waktu lalu, sudah meminta agar pemerintah menurunkan harga BBM, khususnya jenis solar. Menyikapi penyesuaian harga solar saat ini, Ramson pun mengapresiasi hal tersebut. Hanya saja Ramson merasa heran kepada pemerintah, pasalnya penyesuaian yang dilakukan oleh pemerintah hanya sebesar Rp200 /liter.

"Padahal hitung-hitungan kami seharusnya solar itu bisa turun Rp500 sampai Rp700 per liter. Bukan Rp200 seperti sekarang," kata Ramson kepada gresnews.com saat ditemui di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat.

Hitung-hitungan fraksi partai besutan Prabowo Subianto itu, kata Ramson, berdasarkan formula yang telah disepakati antara Pemerintah, Pertamina dan DPR RI. Ia menjelaskan, skema perhitungan harga solar adalah  harga crude oil ditambah dengan cost produksi dan cost operasional, kemudian dikalikan dengan kurs dollar Rp14.500/dollar. "Dengan perhitungan itu seharusnya kalau diturunkan Rp500 itu sudah untung. Karena kita sudah ada subsidi Rp1.000 khusus solar. Tapi sayangnya perhitungan kita itu tidak dilakukan oleh pemerintah," ujarnya.

Ketika disinggung, apa dampak yang akan terjadi terhadap perekonomian nasional atas penurunan harga solar saat ini, Ramson pun menegaskan bahwa penyesuaian harga solar saat ini tidak akan banyak berpengaruh pada stimulus ekonomi nasional.  "Paling tidak turunnya perlu Rp500-Rp700/liter untuk jenis solar itu. Sehingga itu dapat menjadi stimulus bagi masyarakat atau sektor riil. Kalau hanya Rp200 itu tidak akan terasa apa-apa," katanya.

TANPA DAMPAK – Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, juga mengatakan, penyesuaian harga BBM jenis solar ini tidak akan banyak berpengaruh pada perekonomian nasional. Ia menilai para pengusaha di sektor industri dan masyarakat, khususnya jasa transportasi, menilai bahwa kebijakan harga BBM di Indonesia tidak dapat stabil, sehingga sektor industri maupun masyarakat saat ini pasti akan lebih merasa khawatir jika dalam waktu dekat harga BBM justru kembali mengalami kenaikan. Dengan penyesuaian harga solar Rp200/liter tersebut dapat dipastikan tidak akan berdampak positif untuk perekonomian nasional.

"Kebijakan ini saya rasa kurang nendang ya. Masalah mendasar bagi kita adalah kita saat ini ketergantungan terhadap energi impor, karena persoalan dasarnya itu bukan di harga," kata Enny menjelaskan.  

Ia meyakini, selama pemerintah tidak pernah mengubah konsep untuk fokus pada swasembada energi, persoalan yang sama pasti akan tetap muncul di kemudian hari. Menurutnya, langkah pemerintah untuk fokus pada swasembada energi itu lebih dapat menjadi stimulus penguatan ekonomi nasional, sebab dari swasembada energi tersebut diyakini akan lahir keyakinan stabilitas harga pasar. "Nah harga yang stabil itu yang sebenarnya dapat menjadi stimulus ekonomi kita," tegasnya.

Hal serupa juga disampaikan Bagus Pambagio. Pengamat kebijakan publik ini berpendapat, penurunan harga solar tidak akan berpengaruh bagi masyarakat. Sebab, masyarakat hanya berharap ada kepastian harga BBM. Kepastian harga energi (BBM) sendiri ditentukan oleh suplai energi. Ia meyakini, jika pemerintah tidak memiliki blueprint ketahanan energi, persoalan yang sama akan kembali muncul di tengah-tengah masyarakat

Ia mengisahkan, saat ini harga minyak internasional turun, sebentar lagi Eropa memasuki musim dingin, pasti harga minyak dunia kembali naik. Dalam kondisi itu, posisi Indonesia sebagai importir minyak pasti akan tetap membeli minyak dengan harga mahal. Ia menambahkan, kebijakan pemerintah menaik-turunkan BBM saat ini telah dinilai masyarakat kecil sebagai kebijakan yang tidak berimbang. Sebab, ketika pemerintah menaikkan harga BBM 30 persen, pemerintah juga tidak menaikkan harga transportasi dengan harga yang sama. Ketidakberimbangan kebijakan tersebut ditengarai sebagai salah satu indikasi bahwa kebijakan turunnya harga solar kali ini tidak akan diikuti dengan penurunan harga lainnya.

"Karena kenaikan yang lalu saja sudah tidak balance, dan saat ini turun Rp200 mereka gak akan mau ikut turun lah. Nah kalau begini artinya tidak akan berdampak apa-apa untuk masyarakat, yang rugi itu sebenarnya kita juga," paparnya. (Rifki Arsilan)

BACA JUGA: