JAKARTA, GRESNEWS.COM - Lampu indikator perekonomian nasional terang menyala kuning, tanda harus berhati-hati. Pertumbuhan yang melambat, nilai rupiah yang loyo dan meningkatnya pengangguran seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Nyatanya pemerintah masih berkeras seolah tak ada masalah serius yang harus ditangani.

Pemerintah menganggap semuanya masih on the track, sesuai jalur sehingga sah saja menambal defisit anggaran dengan berutang. Pedoman pemerintah rupanya sederhana saja, berkaca dari Yunani, negeri yang sedang terbelit utang dan bangkrut. Artinya cukup berpatokan dengan rasio utang, yakni hanya negara dengan utang melebihi PDB yang bisa babak-belur oleh krisis keuangan.

Tengok saja postur Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang tetap mencari utangan untuk menambal defisit anggaran. Dalam pembahasan keuangan dan RAPBN 2016 di kantor Kepresidenan, nilai belanja pemerintah untuk tahun depan direncanakan nyaris Rp 2.200 triliun. Sedangkan pendapatan negara Rp Rp 1.900 triliun. Jadi ada defisit sekitar Rp 300 triliun.

"Belanja hampir Rp 2.200 triliun, pendapatan Rp 1.900 triliun. Defisitnya seputar 1,9-2 persen," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, saat meninggalkan Kantor Presi‎den, Jakarta, Senin (6/7/2015).

Kebutuhan belanja terbesar masih akan ditujukan untuk pembangunan infrastruktur. Bambang menyampaikan, anggaran infrastruktur tahun depan akan lebih besar dari sekarang, atau mencapai Rp 290 triliun. "Prioritas ada tiga, infrastruktur lebih dari Rp 290 triliun. Kemudian ad‎a energi dan pertanian pangan, tiga itu," ujarnya.

Sedangkan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) dimungkinkan akan lebih kecil dari APBN Perubahan 2015. Menurutnya ini karena disesuaikan dengan kebutuhan. "PMN lebih kecil karena sesuai prioritas saja," tukas Bambang.

Seperti diketahui beberapa waktu sebelumnya pemerintah melalui masing-masing menteri telah membahas asumsi makro ekonomi dan pagu awal RAPBN 2016 dengan‎ Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ini nantinya dibacakan oleh Presiden Jokowi dalam sidang Paripurna DPR pada tanggal 16 Agustus 2016.

TARGET PAJAK MELESET INCAR UTANGAN - Pendapatan negara sebagian besar sekitar 80 persen lebih diperoleh dari sektor pajak. Namun pendapatan pajak tahun ini  diprediksikan tak sesuai target yang ditetapkan dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.295 triliun. Sisa enam bulan yang tersisa maksimal realisasi penerimaan pajak adalah 92 persen dari target.

Seperti diketahui, pemerintah menargetkan penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp 1.294 triliun atau meningkat sekitar 44persen dari tahun sebelumnya. Target agresif ini tak lain untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia ‎yang saat ini tengah lesu.

Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengaku tidak bisa menjalankan kewajibannya mencapai target tersebut. Padahal dari awal sudah diberi suntikan ´vitamin´ berupa kenaikan tunjangan kinerja. "Iya jauh, saya juga sedih. Mencari jalan gimana, kok susah banget," ungkap Sigit di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (2/7/2015).

Sigit mengaku telah berupaya semaksimal mungkin, bersama dengan para pegawai lainnya. Di mana telah menjalankan berbagai program sejak beberapa bulan lalu. Program yang diluncurkan juga sudah diawali ketersediaan data dari berbagai instansi. Akan tetapi perkiraan setoran dari yang diperkirakan, meleset cukup jauh.

"Tadi saya bilang dapat data, nilainya Rp 1 triliun misalkan. Ternyata pajak yang bisa diambil segitu, cuma 5 persen. Kecewa juga saya, datanya nggak valid," tegas Sigit.

Namun pemerintah sudah punya rencana cadangan jika target pajak tahun ini tidak tercapai. "kita gunakan pinjaman. Pinjaman program dan lain-lain. Kalau yang tahun ini tidak tercapai, kita sudah siap Plan B untuk dapatkan pinjaman," kata Menko Perekonomian Sofyan Djalil di kantor Wapres, Jakarta, Senin (6/7/2015).

Selain itu, kata Sofyan, pemerintah juga bisa memanfaatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran alias Silpa yang selalu ada setiap tahun. "Kan tiap tahun ada Silpa, jadi kalau itu menjadi ukuran berarti dari penyerapan akan ada silpa sekitar 10 persen. Nah, ukuran lain akan kita gunakan pinjaman program yang disediakan lembaga multilateral," ungkapnya.

FOKUS INFRASTRUKTUR BERSANDAR KE CHINA - Pemerintah Jokowi saat ini fokus pada pembangunan infrastruktur. Alokasi untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pun menjadi penerima anggaran terbesar untuk tahun depan. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016, anggarannya mencapai Rp 106,4 triliun.

"Tadi disampaikan paling besar adalah PUPR Rp 106,4 triliun," ungkap Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, di kantor Presiden, Jakarta, Senin (6/7/2015).

Fokus dari penggunaannya nanti masih akan sama dengan tahun ini. Adalah pembangunan bendungan dan jalan sebagai prioritas utama. Selanjutnya adalah rumah, air minum, dan lainnya. "Bendungan dan jalan yang paling prioritas. Sekitar delapan bendungan di RKP (Rencana Kerja Pemerintah) yang baru. kemudian jalan jembatan dan air minum," sebutnya.

Untuk jalan, Basuki menyebutkan, masih ada porsi yang akan ditujukan untuk menyelesaikan Trans Jawa. Termasuk juga proyek Trans Sumatera dan Trans Kalimantan. "Sekarang sudah jalan yang Kalimantan, ada yang Balikpapan dan Banjarmasin. Kan ada dari APBD, APBN, ada yang dari pinjaman China. Sudah mulai tender tahun ini," kata Basuki.

Tampak benar kebijakan pemerintahan Jokowi berkiblat ke China. China, siap menggarap berbagai proyek infrastruktur di Indonesia. Dari pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandar udara (bandara), pembangunan jalan sepanjang 1.000 km, pembangunan jalan kereta api sepanjang 8.700 km, serta pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW). Tak hanya itu, Chinajuga akan terlibat dalam pembangunan jalur kereta supercepat Jakarta-Bandung dan Jakarta-Surabaya. Hampir semua proyek infrastruktur berskala besar disapu bersih oleh Cina.

Menteri BUMN Rini Soemarno pernah mengungkapkan, China melalui Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) dan China Development Bank (CDB), memiliki komitmen membiayai mega proyek pemerintah dan BUMN, seperti kereta cepat rute Bandung-Jakarta, kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT), jalan tol Trans Sumatera, dan pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW). Total komitmen China mencapai US$ 50 miliar atau setara Rp 650 triliun (asumsi kurs US$ 1=Rp 13.000).

"Waktu pembicaraan di China ada MoU The China Development Bank (CDB) siapkan dana US$ 20 miliar, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) US$ 20 miliar untuk BUMN infrastruktur, dan PLN US$ 10 miliar," kata Rini beberapa waktu lalu.

Kerjasama pembiayaan ini tampak makin serius. Minggu lalu, Rini bersama petinggi Kementerian BUMN juga melakukan pembicaraan khusus yang kedua di China terkait komitmen pinjaman. Kunjungan ini dilakukan Rini sebelum terbang ke acara Paris Air Show 2015. Untuk mencairkan pinjaman tersebut, BUMN harus menyusun studi kelayakan atau feasibility study (FS) proyek yang bakal dibiayai.

Dari US$ 50 miliar komitmen pinjaman, sebesar US$ 10 miliar atau hampir senilai Rp 130 triliun akan dialokasikan untuk membantu PT PLN (Persero) membangun pembangkit listrik baru, dalam program pembangkit 35.000 MW. "Yang pasti dari US$ 50 miliar, US$ 10 miliarnya untuk PLN. Kalau memang untuk program pembangunan transmisi maupun power plant (pembangkit listrik)," sebutnya.

Ternyata komitmen pinjaman tidak berhenti di situ, Rini juga menyebut KfW Bankengruppe alias bank pembangunan milik pemerintah Jerman berkomitmen mengucuri pinjaman kepada BUMN Indonesia US$ 2 miliar atau setara Rp 26 triliun. Dana pinjaman tersebut, lanjut Rini, akan diprioritaskan untuk membantu pembiayaan pembangkit listrik dan pembiayaan pengadaan kapal.

"Yang US$ 300 juta sudah tanda tangan dengan PLN, kita juga sedang bicara kemungkinan kapal juga untuk Pelni karena kapal Pelni yang dipakai sekarang kapal-kapal dari Jerman," ujarnya.

CHINA DIUNTUNGKAN - China memberikan tawaran menggiurkan, bantuan pendanaan infratruktur, tulus kah? Tentu tidak, negeri Tirai Bambu ini sebenarnya sedang mengincar pasar besar di kawasan ini. Kawasan ASEAN memiliki jumlah penduduk hampir 650 juta jiwa dan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Termasuk, Indonesia terbesar sebagai pasar terbesar di ASEAN bakal menjadi penentu bagi masa depan Asia Timur dalam menggeser hegemoni ekonomi dunia.

Bagi China, misalnya, negara-negara ASEAN selama ini menjadi pemasok berbagai kebutuhan energi dan bahan baku. Sebaliknya bagi ASEAN, China juga pasar penting bagi ekspor mereka. Jika pada akhir tahun ini Masyarakat Ekonomi ASEAN terwujud, kawasan ini akan menjadi pasar tunggal raksasa dan basis produksi.

Sudah sejak beberapa tahun ini Indonesia sudah menjadi lahan empuk beragam barang China, mulai dari peniti hingga mesin modal. Apalagi sejak diberlakukannya Perjanjian Perdagangan Bebas Cina-ASEAN (ASEAN-ChinaFree Trade Agreement/ACFTA) 1 Januari 2010 lalu. Dengan bea masuk 0 persen, barang-barang China leluasa masuk ke Indonesia.

Selain mengincar pasar Indonesia plus negara ASEAN lainnya China juga sejatinya sedang menolong dirinya sendiri. Bantuan pendanaan infrastruktur tersebut tentu saja bersyarat yakni dengan menggunakan produk mereka. Dengan demikian industri dalam negeri China tertolong.

Pemerintah China memang berusaha mencari pasar ke luar negeri. Sasarannya adalah negara dengan jumlah penduduk besar, dan sedang berusaha membangun infrastruktur dasar, seperti Indonesia. Maklum saja kondisi ekonomi China sekarang sedang mengalami perlambatan pertumbuhan, sedangkan kapasitas industrinya rata-rata sudah optimal serta mempunyai utang dalam jumlah besar.

Kalau keadaan ini terus berlangsung, akan banyak industri di China mengalami kebangkrutan. Karena itulah pemerintah China merayu habis-habisan pemerintahan Jokowi agar mau meminjam dana dari mereka.  (dtc)





BACA JUGA: