JAKARTA, GRESNEWS.COM – Pemerintah dan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati untuk melakukan pembahasan revisi terhadap Undang-Undang (UU) No  4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Revisi itu ditargetkan selesai pada pertengahan 2016.    

Ketua Komisi VII DPR, Gus Irawan Pasaribu menyatakan Pemerintah dan pihaknya telah sepakat  untuk melakukan pembahasan soal merevisi undang-undang Minerba. Kesepakatan itu disampaikan Irawan saat menyambangi kantor Ditjen Minerba di Jakarta, Senin (1/2).

Ia juga menegaskan pertemuannya dengan Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono bukan membahas soal izin ekspor Freeport. Tetapi lebih fokus soal pembahasan UU Minerba.

"Kami tidak bahas soal perusahaan atau izin ekspor Freeport, tapi hanya membicarakan soal revisi UU Minerba, karena banyak soal yang terjadi di sektor Minerba, terkait soal penerimaan negara bukan pajak (PNBP) 2015 yang menurun," kata Irawan.

Dengan kondisi ini menurutnya,  jika tidak ada terobosan tahun 2016 pendapatan itu juga akan menurun. Revisi itu menurut Irawan mutlak diperlukan karena ada sejumlah persoalan. Diantaranya permasalahan tumpang tindih soal regulasi turunannya. Baik  yang ada di PP dan Permen. "itu kita inventarisir setelah merevisi UU Minerba," tegasnya.

Politisi dari Partai Gerindra itu menyebutkan, untuk arah revisi UU tersebut, lebih menegaskan soal unsur-unsur mana saja dari hasil barang galian yang harus dimurnikan dan barang tambang yang tidak harus dimurnikan.

Pada kesempatan yang sama Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Fadel Muhammad menjelaskan, revisi Undang-Undang No 4 tahun 2009 tentang Minerba akan ditargetkan rampung  pada pertengahan 2016. Menurutnya terdapat tiga poin sasaran dari revisi tersebut, diantaranya agar pendapatan negara dari sektor mineral dan batubara dapat ditingkatkan. Agar negara  mendapatkan manfaat dan bisa dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat.

"Sangat besar yang kita punya dari minerba," kata Fadel saat ditemui di Kantor Ditjen Minerba, di Jakarta, Senin (1/2).

Fadel menjelaskan, untuk poin kedua revisi juga dilakukan untuk memberikan kesempatan usaha bagi masyarakat. Ia mencontohkan seperti di daerah Gorontalo, ketika dirinya menjadi Gubernur, ia memberikan kesempatan kepada 4 ribu penambangan emas dengan tidak  menutup usahanya.

"Jadi Kedua usaha-usaha dalam bidang tersebut berjalan dengan baik tanpa menutup usaha masyarakat," ungkapnya.

Sedangkan poin ketiga, menurut politisi senior Golkar ini, adalah pengaturan peran pemerintah sebagai pengatur  kekayaan negara. Jadi baik pemerintah pusat atau pun pemerintah daerah (Pemda) ada koordinasi yang baik untuk mengaturnya.

Ditambahkan Fadel, selama ini kesalahannya karena sistem penataan koordinasi pusat dan daerah  belum sinkron. Sebab pegawai bidang minerba sekarang ini baru ditempatkan di kantor-kantor gubernur.

"Kita ingin poin ketiga  yakni peran pemerintah pusat dalam mengatur  kekayaan Indonesia, jangan sampai dilepas begitu saja. Sehingga harus ada koordinasi pusat dan daerah," jelasnya.

DRAF REVISI OLEH PEMERINTAH - Sejak Agustus tahun lalu pemerintah tengah menyiapkan revisi atas undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (Minerba). Alasan direvisinya UU  tersebut, menurut Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Said karena dua hal, pertama terkait kondisi terkini industri minerba dan kedua adalah korelasi antara UU, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen).

"Kesatu, memang situasi minerba kan sedang menurun, jadi memerlukan insentif dan sebagainya. Kedua, ada aturan-aturan yang menunjukkan ketidakkonsistenan antara UU, PP, dan Permennya," kata Sudirman saat itu.

Menurut Sudirman dalam revisi tersebut pemerintah mengajukan perbaikan-perbaikan. "Sedang disiapkan semuanya, supaya pada waktu diluncurkan itu lebih sistematis‎," tambahnya.

PESAN KPK - Desakan revisi UU Minerba memang telah mengemuka sejak Joko Widodo terpilih sebagai presiden. Setidaknya revisi tersebut menjadi salah satu pesan yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada kepada  Jokowi  yang akan menjabat sebagai kepala negara.

Sebab KPK sebelumnya menemukan sejumlah persoalan dalam regulasi sektor Minerba yang berpotensi kerugian negara. Sehingga saat itu lembaga antikorupsi ini berpesan untuk dilakukan pembenahan di sektor tersebut.

Dipaparkan KPK, dari hasil kajian lembaganya ditemukan ada unsur-unsur dan modus korupsi sehingga harus ada perbaikan pada aspek regulasi, diantaranya UU Otonomi Daerah, karena pemberian otonomi luar biasa ke pemerintah tingkat 2. "Kalau tidak direvisi akan timbul masalah," kata Wakil Ketua KPK saat itu Busyro Muqoddas, Mei 2014 lalu.

KPK juga mengklaim menemukan dugaan pelanggaran di bidang minerba dalam proses legislasi. Poin terkait dengan pembelian pihak asing. Ada pelanggaran hak ekonomi dan sosial dan pelanggaran Undang-Undang Dasar Pasal 33 karena penjualan kepada asing.

Bahkan sejak diperoleh hasil kajian itu, KPK telah melakukan koordinasi dan supervisi kepada 12 pemerintah provinsi di bidang Minerba dengan 5 sasaran kegiatan yang diterjemahkan dalam 46 rencana aksi.

Sejak ada koreksi KPK, sejumlah bupati membuat surat ke KPK untuk menyanggupi pencabutan 28 izin usaha pertambangan. Izin -izin itu dicabut karena ada sejumlah persoalan.

KPK pun mencatat sejak supervisi tentang Minerba ini. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor Minerba meningkat dari Rp5 triliun per Maret 2013 menjadi Rp11,3 triliun per Maret 2014. KPK sendiri mencatat potensi kerugian keuangan negara dari sektor minerba akibat ketidak keselarasan regulasi mencapai Rp35,6 triliun 1,79 juta dolar AS. (dtc)







BACA JUGA: