JAKARTA, GRESNEWS.COM - Asosiasi Nelayan Republik Indonesia ( ANRI) menilai pelaksanaan program konversi bahan bakar minyak ( BBM) ke bahan bakar gas ( BBG) bagi nelayan terlalu terburu-buru. Program yang terburu-buru itu mengakibatkan nelayan tidak siap dan kesulitan menerapkannya.

Ketua ANRI,  Tarmuji Ajie Prasetyo mengatakan, program konversi BBM ke BBG itu akan sangat baik jika pemerintah memiliki komitmen melaksanakannya. Apabila program tersebut kemudian bisa berjalan dengan baik.

Namun, Tarmuji mengingatkan bahwa pengalaman pemerintah membuktikan dalam penggunaan BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor terutama di jalan raya di kota-kota  seperti, Jakarta  dan sekitarnya program tersebut tidak berjalan dengan baik sesuai target.

"Kami tidak masalah kalau pemerintah  mau melaksanakan program konversi BBM ke BBG, yang penting memperhatikan persiapan pendistribusiannya dan infrastruktur untuk nelayan," kata Tarmuji kepada gresnews.com, Selasa ( 24/11) .

Tarmuji mengatakan kebijakan pemerintah mengkonversi penggunaan BBM ke BBG akan menyulitkan para nelayan. Karena nelayan harus membeli mesin kapal baru untuk menggantikan mesin lama dari BBM.

Namun ia menilai kebijakan pemerintah terkait konversi BBM ke BBG, terkesan terburu-buru tanpa memikirkan kebutuhan nelayan, seperti peralatan nelayan untuk mendukung kerja nelayan. Termasuk diantaranya soal jaminan pasokan BBG yang harus lancar untuk. Serta stasiun pengisian BBG yang harus dibangun di dekat pantai. Infratruktur tersebut akan jadi persoalan jika tidak dibangun.

Jika  kebijakan konversi BBM ke BBG itu jadi dilakukan, berarti biaya operasional  para nelayan akan lebih mahal,  karena biaya pembelian BBG lebih mahal dibanding pembelian bahan bakar solar. "Pengisian di stasiun BBG yang terbatas akan membuat nelayan terlambat melaut, serta biaya operasional akan bertambah untuk mencarinya BBG. Sehingga penggunaan BBG untuk melaut akan lebih mahal dibanding biaya BBM," ungkapnya.

Konversi tersebut, menurut Tarmuji, akan menambah susah kalangan nelayan. Apabila tidak dipikirkan secara mendalam dan  ada persiapan yang baik dalam menyediakan infrastruktur dan lainnya.

" Sekarang saja  kehidupan  nelayan sudah susah, apalagi kalau konversi BBM ke BBG dilakukan tanpa ada persiapan yang baik, maka nelayan akan lebih susah," katanya.

Untuk itu Tarmuji berharap  pemerintah mengkaji ulang program konversi BBM ke BBG. Sebab masih banyak program lain untuk membantu menuntaskan kemiskinan masyarakat nelayan dan masyarakat Pesisir.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya W Yudha  mengatakan, pihaknya mendukung langkah pemerintah menerapkan program konversi BBM ke BBG atau Elpiji untuk kapal perikanan nelayan kecil. Sehingga masyarakat nelayan bisa lebih hemat dalam pengisian BBM dan lebih menguntungkan.

"Saya kira konversi BBM ke BBG atau elpiji untuk masyarakat nelayan cukup bagus jadi lebih hemat ," kata Satya kepada gresnews.com, Senin
(23/11).

Namun yang terpenting  menurutnya pemerintah harus persiapkan sejumlah sarana dan fasilitas, serta memperhatikan  pendistribusian erlpiji dari Pertamina ke  nelayan agar tidak terjadi kendala bagi masyarakat nelayan mendapatkan elpiji tersebut.

Sedang Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro
mengatakan persediaan untuk pasokan bahan bakar gas ( elpiji ) untuk kapal penangkapan ikan nelayan cukup melimpah persediaannya sehingga tidak harus membuat nelayan khawatir.

Terkait pelaksanaan Perpres program konversi BBM ke BBG untuk nelayan, Pertamina juga mengklaim telah siap. Semua persiapan  pendistribusian telah siap dan hanya tinggal menunggu perintah pemerintah.

" Kita akan koordinasi dengan pemerintah, sebab untuk pendistribusian Pertamina sudah siap," jelasnya.

BELUM DISALURKAN - Namun sebelumnya Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Wiratmaja Puja dalam paparan Minggu kemarin (8/11) menyebutkan bahwa  lelang konverter kit untuk nelayan belum bisa dilakukan, lantaran menunggu payung regulasi turunannya Perpres. Akibatnya, distribusi pun belum bisa dilakukan.

"Datanya sudah lengkap, nelayan yang mau kita pilih, akan diberikan tahun ini. Sebetulnya semua sudah lengkap tapi karena dasar regulasinya belum terbit. Maka pihaknya masih menunggu regulasi.

Menurut Wiratmaja rencananya akan dibangun 22 unit SPBG tahun ini. Sementara sedang dibangun 18 unit. Sedangkan 4 unit lagi tidak bisa dibangun, karena lahan tidak dapat dan gagal lelang.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Narmoko Prasmadji berharap, Kementerian ESDM segera merampungkan roadmap konversi BBM ke BBG, dan menyelesaikan standar konverter kit untuk elpiji nelayan, agar program ini berjalan.

"Kami menunggu dari mereka, apakah mereka akan menyelesaikan di tahun ini yang tinggal satu setengah bulan, atau tahun depan,” kata Narmoko, di kantor KKP, Jakarta, Senin (9/11).

Sebagai informasi, Program konversi BBM ke BBG untuk nelayan menjadi salah satu fokus dalam paket kebijakan ekonomi pemerintah yang dirilis September lalu. Narmoko mengatakan, pihak KKP saat ini masih menunggu kementerian teknis yang mengurusi ‘hulu’ program konversi ini, yakni Kementerian ESDM.

"Kita masih menunggu  Kementerian ESDM. Tapi saya kira itu tugasnya di Kementerian ESDM," katanya

Menurutnya meskipun penggunaan elpiji bisa membuat biaya biaya nelayan lebih murah. Namun yang terpenting harus ada jaminan keselamatan, dan jaminan ketersediaan gasnya.

Narmoko menambahkan, KKP menargetkan program konversi ini bisa menyasar nelayan-nelayan dengan kapal berukuran kecil di bawah 5 gross tonage, yang jumlahnya sekitar 1,5 juta nelayan. "Koordinasi dengan ESDM kita sering rapat. Cuma kan hulunya mereka. Kalau mereka tidak selesaikan soal ini, kita tidak bisa kerja," kata Narmoko.

PERPRES KONVERSI GAS NELAYAN - Seperti diketahui Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 November 2015 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil.

Penyediaan dan pendistribusian LPG itu menyasar kapal perikanan bagi nelayan Kecil yang menggunakan mesin motor temple atau mesin dalam yang beroperasi harian.
Perpres itu menyebutkan penyediaan dan pendistribusian LPG untuk kapal perikanan bagi nelayan Kecil dilaksanakan secara bertahap pada daerah tertentu, yang akan  ditetapkan oleh Menteri ESDM dengan pertimbangan menteri bidang kelautan dan perikanan.

Aturan itu juga menyebutkan alih penggunaan energi BBM itu akan diawali dengan pemberian paket perdana secara gratis oleh pemerintah berupa: a. mesin kapal; b. Konverter Kit serta pemasangan; dan c. Tabung khusus LPG beserta isinya.

Pemberian secara gratis itu berlaku hanya 1 kali. Pendistribusian dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pemberian paket perdana itu menggunakan produk yang telah ber-Standar Nasional Indonesia (SNI) atau memiliki spesifikasi teknis yang disetujui Kementerian Perindustrian.

Perpres juga memerintahkan Menteri menetapkan ketersediaan, alokasi, serta standard dan mutu (spesifikasi) LPG untuk kapal perikanan bagi nelayan kecil. Serta menetapkan harga patokan LPG setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri di bidang keuangan negara. Aturan ini juga menetapkan LPG untuk kapal perikanan bagi nelayan kecil, diberikan subsidi per kilogram.

Program LPG untuk nelayan ini pendistribusiannya menggunakan tabung baja LPG 3 Kilogram, yang juga digunakan oleh rumah tangga dan usaha mikro. Sedangkan penetapan dan penghitungan harga patokan LPG, harga indeks pasar LPG, dan harga jual eceran untuk kapal perikanan nelayan kecil juga mengikuti mekanisme penetapan dan penghitungan harga LPG tabung 3 kilogram untuk rumah tangga dan usaha mikro. (Agus Irawan)

BACA JUGA: