JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah  merencanakan  akan menutup sejumlah pabrik gula milik negara karena alasan kekurangan suplai tebu sebagai bahan baku. Rencana tersebut disampaikan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dalam rapat di Komisi VI beberapa waktu lalu.  Beberapa pabrik gula yang direncanakan akan ditutup itu berada di PTN IX, X dan XI.

Namun sejumlah pihak justru menyayangkan rencana tersebut. Padahal sebelumnya pemerintah berniat menjadikan swasembada gula, serta menciptakan kemakmuran petani tebu di tanah air.

Anggota DPR dari Komisi VI Fraksi Partai Gerindra Abdul Wachid menilai kebijakan PTPN yang akan menutup pabrik tebu di beberapa daerah masih perlu pengkajian komprehensif. Karena industri tebu, merupakan penggerak roda perekonomian masyarakat daerah dan penutupan tidak bisa dilakukan tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat terutama petani tebu.

Ia berpendapat penutupan pabrik gula akan berpengaruh terhadap petani tebu yang selama ini menggantungkan hidup dari sektor industri tebu. Selain itu, terdapat aspek lain yang juga bergerak lantaran adanya pabrik gula tersebut. Kalau ditutup maka dampaknya akan sangat terasa bagi perekonomian masyarakat.

"Penutupan pabrik gula itu berdampak kepada ekonomi di daerah. Di situ ada pabrik gula dan ada roda ekonomi. Mulai dari tukang ojek, penjual rokok dan lainnya," ujar Wachid di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (24/1).

Selain itu, Wachid melihat pemerintah tidak serius mewujudkan komitmennya untuk merealisasikan swasembada gula. Dia melihat pemerintah tidak memperhatikan kondisi petani tebu untuk membantu persoalan yang dihadapinya. Apa lagi dengan menutup pabrik tebu, hal itu merupakan kebijakan yang kontroversial dengan janji politik pemerintah yang akan meningkatkan kesejahteraan petani.

Wachid menyindir janji pemerintah saat kampanye menjelang pemilihan presiden yang akan swasembada gula dengan membangun pabrik gula di beberapa sentra perkebunan tebu di Jember, Jawa Timur. Janji itu menurutnya justru semakin jauh, dengan adanya rencana PTPN menutup pabrik gula di beberapa daerah karena alasan kekurangan bahan mentah.

"Pabrik juga harus ada jaminan harga pada petani selama ini kan tidak ada," kata Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah ini.

Pemerintah, tambah Wachid, justru cenderung membuka keran impor yang tidak terbatas. Kalau dulu, yang mendapat izin impor hanya pabrik gula rafinasi, tetapi sekarang banyak sekali dan tidak terkendali. DPR Komisi VI sendiri, kata Wachid, mengeluh tidak ada data yang jelas menangani gula. Bahkan Komisi VI telah tiga tahun menagih kepada Menteri Perdagangan soal neraca gula.

"Kalau sekarang bagaimana bisa tahu masalah kebutuhan gula dan produksinya kalau neraca gulanya tidak ada. Dari neraca itu akan diketahui berapa produksi dan kebutuhan gula sehingga alasan impor bisa bisa dipantau kapan dan diberikan kepada siapa," katanya.


PETANI MENGELUH - Seorang petani tebu di Sragen Jawa Tengah, Sukadi Wibisono mengungkapkan keluhannya soal kebijakan PTPN IX yang akan menutup pabrik gula yang selama ini menjadi tempatnya menjual hasil taninya. Sejauh ini petani masih berharap pabrik gula direvitalisasi pemerintah. Karena pabrik sekarang rendeman sangat rendah akibatnya petani ogah-ogahan untuk menanam tebu.

Petani, kata Sukadi, mengeluh soal kredit kepada petani yang semakin susah diakses petani. Selain karena bunganya sangat tinggi, akses untuk mendapatkan pinjaman juga sangat susah.

"Kalau dulu simple tapi sekarang susah sekali," ujar Sukadi kepada gresnews.com, Rabu (25/1) melalui sambungan teleponnya.

Dia menceritakan, dulu ada pinjaman Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE)  yang biasanya dipakai petani dengan akses yang mudah dan bunga sangat rendah. Sekarang kredit itu beralih ke Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sukadi memang aksesnya langsung ke Bank tetapi Bank pun tidak bisa mencairkan pinjaman ke petani kalau masih ada pinjaman di Bank lain. Padahal petani mengalami gagal panen akibat el nino.

"Tidak ada perlindungan bagi petani makanya animo masyarakat mulai rendah menanam tebu," keluh Sukadi.

Dia berharap pemerintah membuka perlindungan terhadap petani dengan memberikan pinjaman kredit yang aksesible dan bantuan lainnya. Petani mengaku kesulitan terhadap pupuk untuk mendorong produktivitas pertaniannya.

"Pupuk susah sekali, sering terlambat. Bagaimana mau produktif kalau pupuknya sering terlambat," keluhnya.

Menurut Sukadi, pemerintah tak perlu khawatir terhadap pasokan bahan baku kalau petani diberi dorongan yang maksimal. Kalau pabrik direvitalisasi, imbuh Sukadi, animo petani untuk menanam tebu akan segera naik. "Pasti banyak yang nanam, bahan bakunya akan tetap ada kalau pabriknya direvitalisasi," tukas Sukadi.

BACA JUGA: