JAKARTA, GRESNEWS.COM - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) kembali melakukan penertiban terhadap sumur-sumur minyak ilegal yang dikelola masyarakat. Kali ini, sumur minyak yang ditertibkan adalah yang berada di Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Data SKK Migas menyatakan, di Kabupaten tersebut terdapat 92 titik penambangan sumur minyak ilegal yang dikelola secara tidak aman oleh warga. Hingga akhir pekan ini, pihak SKK Migas sudah menutup sejumlah 60 sumur ilegal itu.
 
"Sudah ada 60 sumur minyak ilegal yang sudah ditutup dan sign board sudah terpasang di atas sumur. Penutupan terakhir terjadi pada 18 Desember lalu di mana sembilan sumur resmi ditutup," demikian keterangan tertulis pihak SKK Migas.

Upaya penutupan tersebut sempat mendapat perlawanan dari masyarakat. Penambahan personel keamanan pun dilakukan guna memperlancar proses penutupan.

Sumur-sumur minyak ilegal itu ditutup dengan cara menanamkan pipa dan kemudian menyuntikan semen dan menutup bagian atas dengan lebar tutupan 1,5 meter. Kemudian Pemilik Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) yang mendapat izin diminta untuk segera mengambil alih serta mengoperasikan wilayah itu dengan mengebor dan eksplorasi.

Para penambang sengaja menggali sumur-sumur dengan cara mengebor dengan kedalaman 50-100 meter. Lalu menyedot minyak mentah dari dalamnya tanah untuk disuling menjadi minyak solar, kemudian dijual di pasaran.

Terkait penertiban ini, anggota Komisi VII DPR RI Idris Luthfi mengatakan, sebenarnya penertiban sumur-sumur minyak ilegal bukan merupakan bukan tanggung jawab dan kewenangan SKK Migas. "Sebetulnya penertiban sumur ilegal bukan tugas SKK Migas. Tugas mereka adalah mengawasi dan mengaudit sumur ilegal," kata Idris kepada gresnews.com, Minggu (24/12).

Namun di satu sisi, kata politisi PKS itu, sikap SKK Migas yang melakukan penutupan sumur-sumur minyak ilegal bisa dimengerti. Pasalnya, pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang berwenang melakukan penindakan juga tidak mempunyai tim khusus.

"Harusnya Kementerian ESDM bekerjasama dengan Polri, KPK, Kejagung membentuk tim, paling tidak membentuk mekanisme pelaporan dari masyarakat terhadap sumur migas ilegal," jelasnya.

Staf Operasi SKK Migas Haswanto, ketika melakukan penutupan sumur minyak ilegal itu mengatakan, pihak SKK Migas melakukan penutupan karena kegiatan pengeboran minyak ilegal itu merugikan negara. "Yang diuntungkan hanya oknum tertentu saja," katanya.

Sementara jika dikelola secara resmi, akan banyak manfaat yang bisa diperoleh masyarakat. Pertama, negara memiliki sumbe cadangan minyak baru. Kedua, pemerintah daerah akan medapat dana bagi hasil (DBH) dari migas. Ketiga, bisa menyerap tenaga kerja dan memberikan ksejahteraan bagi masyarakat sekitar. Keempat, tidak merusak lingkungan.

Haswanto menegaskan, selain merugikan negara, operasi minyak ilegal ini berpotensi merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat. Oknum pengelola maupun masyarakat sekitar berisiko terpapar langsung minyak mentah tanpa alat pelindung diri dan berpotensi terkena beberapa bahan berbahaya minyak mentah seperti benzene, toluene, cylene.

Minyak mentah juga mengandung logam berat seperti tembaga, arsen, merkuri, dan timbal. Semua bahan berbahaya ini bisa berdampak pada kesehatan pernafasan, pencernaan, dan kulit atau mata.

"Yang terkena benzene misalnya, akan mengalami pusing atau sakit kepala, mual pingsan, iritasi kulit, dan mata bahkan menyebabkan kanker darah. Sementara yang terpapar toluene, akan merasakan hal yang sama dan jika sampai pada tahap kronis akan mengalami gangguan syaraf pusat," kata Haswanto.

Kemudian, dampak bagi lingkungan, ketika tanaman khususnya tanaman pangan di sekitar yang tercenar minyak menyerap logal berat, dan makanan yang dihasilkan dikonsumsi manusia, maka logam berat itu bisa mencemari manusia dan berdampak pada kesehatan.

KETERLIBATAN APARAT - Terkait masalah ini, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, jika dapat dipastikan sumur minyak yang dikelola oleh masyarakat itu merupakan sumur baru dan bukan sumur tua, maka itu melanggar ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 tahun 2008.

Terkait sumur baru, kata Yusri, daerah dalam hal ini gubernur ataupun bupati tidak berwenang mengeluarkan izin. Izin hanya bisa dikeluarkan oleh pemerintah pusat.

"Kalau bukan sumur tua, berarti telah melanggar UU Migas Nomor 22 tahun 2001 dan Peraturan Pemeritah Nomor 35 tahun 2004. Sehingga pengelola sumur minyak tersebut telah terjadi pelanggaran hukum dan menimbulkan kerugian negara, maka siapapun bisa dikenakan pasal pidana korupsi," kata Yusri kepada gresnews.com, Minggu (24/12).

Menurutnya, maraknya pengelolaan sumur minyak ilegal oleh masyarakat terjadi karena adanya pihak-pihak tertentu atau aparat hukum yang terlibat menjadi beking para pelaku pencuri minyak di sumur ilegal. "Biasanya pengelolaan sumur ilegal ini melibatkan oknum-oknum aparat hukum dan pihak terkait juga, sehingga sulit memberantasnya," jelasnya.

Pihak Pertamina sendiri memang sering direpotkan dengan operasi sumur-sumur minyak ilegal ini. Di kawasan sumur tua di Bojonegoro, Jawa Timur misalnya, terdapat 550 sumur tua dan 295 sumur ilegal. Sumur-sumur itu ilegal karena tidak ada izinnya, dan tidak menjalin perjanjian antara KUD dengan Pertamina. Mereka melakukan pemboran tanpa izin di area wilayah kerja Pertamina EP.

Public Relation Manager PT Pertamina EP Muhammad Baron pernah mengungkapkan, produksi minyak bumi dari sumur tua ada acuannya sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 1/2008 tentang Pedoman pengusahaan pertambangan minyak bumi pada sumur tua. Pedoman tata kerja BP Migas No 023/PTK/III/2009 tentang Pengusahaan pertambangan minyak bumi pada sumur tua.

"KUD/BUMD hanya diperbolehkan mengusahakan dan memproduksi minyak bumi pada sumur tua pada lapisan sumur yang sudah ada, tidak diperkenankan melakukan kerja ulang pindah lapisan yang biasa kami sebut KUPL, pendalaman sumur dan pemboran sumur tambahan," terangnya.

KEMBANGKAN WISATA - Untuk mengatasi masalah ini, salah satu cara yang dilakukan seperti di Bojonegoro adalah dengan mengembangkan kawasan Wonocolo sebagai percontohan desa wisata baru dengan konsep geoheritage. Wisata ini akan mengangkat sejarah perminyakan di Indonesia.

Untuk itu, masyarakat yang masih menggantungkan hidupnya pada pengeboran sumur tradisional di wilayah ini sedang didorong agar mandiri dan sadar wisata. Sebab sumber minyak yang ada di wilayah ini mulai menipis. Selain itu sistem penambangan tradisional juga dikhawatirkan akan merusak lingkungan.

"Untuk pengelolaannya sumur tua sendiri sangat menarik. Dengan dikelola secara tradisional, muncul ide kreatif untuk mengembangkan menjadi suatu edukasi wisata kepada masyarakat terkait penambangan secara tradisional. Penambangan tradisional yang dikelola dengan baik baru satu-satunya di Indonesia dari Wonocolo," kata Baron.

Dengan adanya kawasan Petrolium Geoheritage Bojonegoro ini, diharapkan tercipta multiplier effect yang besar bagi masyarakat dan lingungan. "Dampak yang diharapkan dengan adanya geoheritage ini adalah masyarakat menjadi mandiri, lingkungan menjadi lebih baik, dan secara operasional minyak-minyak yang ada di sana semua akan tersetorkan ke Pertamina," tandas Baron.

Baron mengakui saat ini memang sudah ada perubahan perilaku dari masyarakat yang mulai menerima adanya upaya perubahan ke depan menjadi lebih baik.

Seiring dengan pengembangan kawasan ini, Pertamina telah menghabiskan biaya sekitar Rp2,5 miliar-Rp3 miliar untuk perbaikan jalan, fasilitas hunian, dan pembinaan keterampilan masyarakat.

"Kami berharap Pertamina tidak terus menyuapi tapi memberikan masyarakat modal untuk melakukan pengembangan sehingga masyarakat nantinya bisa swadaya," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: