JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral masih meneruskan program pembagian alat konversi (converter kit) gratis dari bahan bakar minyak ke gas untuk kapal nelayan. Pihak Kementerian ESDM mengatakan, untuk tahun ini, pemerintah akan membagikan sebanyak 5.000 unit converter kit yang akan tuntas pada November mendatang.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan, pembagian converter kit bagi nelayan tersebut saat ini telah dilakukan secara bertahap. "Saat ini telah berjalan di Cirebon, di kampung nelayan, pemasangan mesin, converter kit, tabung LPG sudah diimplementasikan," kata Puja kepada gresnews.com, Minggu (21/8).

Setelah semua selesai, kata Puja, untuk tahun 2017 pemerintah akan membagikan lagi sebanyak 10 ribu converter kit. Diharapkan ke depan dengan pergeseran penggunaan bahan bakar minyak ke gas oleh nelayan, akan menurunkan beban biaya melaut nelayan sekaligus menghemat energi.

Untuk pembagian 10 ribu unit converter kit tahun 2017, Puja mengaku, sudah disetujui oleh Badan Anggaran DPR. Untuk lokasi pembagiannya, pemerintah akan fokus ke wilayah Nusa Tenggara, Sumatera dan Kalimantan.

“Kita anggarkan (converter kit untuk nelayan) lebih banyak lagi untuk tahun 2017, dibagikan mulai dari Lombok, Sumatera dan Kalimantan,” katanya.

Converter kit diberikan kepada nelayan-nelayan kecil yang kapasitas kapalnya kurang dari 5 Gross Ton. Dia menegaskan, pemanfaatan gas sebagai bahan bakar membawa banyak keuntungan bagi nelayan, antara lain meningkatnya penghasilan seiring menurunnya pengeluaran untuk konsumsi bahan bakar. "Lagipula ketersediaannya lebih terjamin ketimbang solar dan ramah lingkungan," ujar Puja.

Khusus terkait penghematan, dengan menggunakan gas LPG, nelayan dapat menghemat biaya hingga 60%. Perhitungannya, satu tabung LPG berukuran 3 kg seharga sekitar Rp20 ribu-Rp25 ribu dan dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk melaut sekitar 3 hari. Sementara jika menggunakan BBM, tiap kali melaut memerlukan BBM sebanyak 2 liter atau sekitar Rp18 ribu-Rp20 ribu per hari atau sekitar Rp54 ribu-Rp60 ribu untuk 3 hari.

Meski niat pemerintah melakukan konversi untuk menghemat, namun Ketua Bidang Organisasi dan Pengkaderan DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Sugeng Nugroho berpendapat, langkah konversi masih salah kaprah dan kurang tepat. Dia menilai, pengertian hemat bahan bakar pada operasional nelayan bukan sekadar terletak pada penggunaan bahan bakar saja.

"Tetapi lebih pada bagaimana nelayan tidak terlalu jauh menemukan kerumunan ikan dan tidak jauh dari tempat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG)," jelasnya.

Menurutnya, dengan jarak dan waktu yang singkat nelayan sudah bisa menebar jaring dan mendapatkan ikan itu akan lebih baik ketimbang melaut terlalu jauh yang memboroskan bahan bakar. "Informasi mengenai pengalihan BBM ke BBG memang sudah lama kita dengar, tetapi sosialisi ke nelayan belum secara keseluruhan dilakukan," paparnya.

Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan para nelayan terkait penggunaan BBG, karena jika terjadi kebakaran akibat kebocoran gas, risiko yang dirasakan juga sangat besar. "Jadi harus juga dipikirkan keselamatan bagi nelayan dengan menggunakan konversi BBG tersebut," imbuhnya.

HARUS DILAKUKAN - Berbeda dengan Sugeng, Direktur Eksekutif Energi Wacth Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mengatakan, upaya pemerintah mengkonversi penggunaan BBM ke gas bagi nelayan dengan pemasangan converter kit, mau tidak mau memang harus didukung. Dia menilai, hal itu akan membantu nelayan mengurangi pengeluarannya.

"Karena diprediksi akan mengurangi pengeluaran para nelayan untuk beli BBM antara 50 persen hingga 70 persen. Jadi masyarakat nelayan akan diuntungkan oleh program ini," kata Ferdinand kepada gresnews.com, Minggu (21/8).

Menurut Ferdinand, dengan adanya program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar ke Bahan Bakar Gas (BBG) akan sangat menghemat dan merupakan langkah tepat. "Hal ini sudah seharusnya dilakukan juga terhadap mobil angkutan umum supaya ada penghematan BBM yang cukup besar," imbuhnya.

Untuk diketahui, secara umum road map konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) dan pembangunan jaringan distribusi gas bumi untuk rumah tangga mengalami perubahan. Hal itu menyusul adanya konsekuensi pengurangan anggaran Ditjen Migas dari Rp3,2 triliun menjadi Rp2,3 triliun.

Dengan demikian, sejumlah proyek infrastruktur pun mengalami revisi, termasuk program konversi minyak ke gas untuk nelayan, dari rencana pembagian paket converter kit sebanyak 11.000 paket menjadi hanya 5.000 paket.

Terkait pengadaan infrastruktur gas, pemerintah juga telah menugaskan PT Pertamina (Persero). Untuk itu Pertamina telah mendapatkan gelontoran dana sebesar Rp42,8 miliar untuk membangun fasilitas gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) mini yang tahun ini memasuki fase engineering.

Pertamina juga mendapat penugasan membangun pipa gas bumi di Jakarta dan Bekasi sebesar Rp120 miliar. Selain itu ada pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga di Prabumulih, Cilegon, dan Balikpapan senilai Rp605 miliar. Kemudian, pendistribusian converter kit untuk transportasi senilai Rp31 miliar, dan pembangunan SPBG di Bekasi dan Prabumulih dengan nilai Rp95 miliar.

Selain itu, terkait pembangunan SPBG, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk juga akan menambah infrastruktur gas bumi sebanyak 60 unit hingga 2019. Ke-60 SPBG itu akan dibangun di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Batam, Lampung, Riau, dan Sumatera Utara.

Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso mengatakan, PGN siap memperbanyak infrastruktur gas bumi, baik untuk sektor transportasi maupun berbagai segmen pelanggan lainnya, seperti rumah tangga, usaha kecil menengah (UKM), komersial (hotel, mal, rumah sakit), industri, dan kelistrikan.

Karena itu, kata dia, PGN mengharapkan dukungan alokasi dan pasokan gas bumi dari pemerintah. "Selain itu juga dukungan berupa kemudahan perizinan dalam membangun infrastruktur gas bumi di tanah air," tutur Hendi.

Saat ini PGN telah mengoperasikan 5 unit SPBG dan menyalurkan gas bumi ke 14 SPBG mitra. PGN juga menyalurkan gas bumi untuk sektor transportasi dengan menggunakan SPBG bergerak (Mobile Refueling Unit/MRU) di beberapa lokasi seperti di IRTI Monas, Waduk Pluit, Grogol, dan Gresik.

PGN memang memiliki infrastruktur gas yang cukup lengkap. Saat ini PGN telah memiliki dan mengelola pipa gas bumi sepanjang 6.971 kilometer (km). Jumlah ini setara 76 persen jaringan pipa gas bumi hilir di seluruh Indonesia.PGN menyalurkan gas bumi ke lebih dari 107.690 rumah tangga, 1.857 pelanggan komersial dan UKM dan 1.529 industri serta pembangkit listrik.

Pada 2015, dari penyaluran gas bumi PGN ke berbagai segmen pelanggan, Indonesia dapat penghematan Rp88 triliun. Penghematan itu berasal dari pemanfaatan gas bumi yang disalurkan PGN sebanyak 1.586 MMSCFD atau setara penggunaan 286.000 barel minyak per hari. 

BACA JUGA: