JAKARTA, GRESNEWS.COM - DPR memprediksi target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5.8 persen bakal meleset. Pasalnya, sejak tiga tahun terakhir perekonomian nasional mengalami perlambatan. Pada kuartal 4 tahun 2014 lalu pertumbuhan hanya 5.01 persen, namun pada Kuartal 1 tahun 2015 hanya 4.71 persen.

"Kita melihat kondisi ekonomi jauh dari harapan kalau mau sedih mungkin kita harus sedih pertumbuhan kita hanya 4.7 persen pada tingkat nasional untuk awal tahun 2015 ini,"ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR John E. Rizal saat memimpin Kunjungan kerja spesifik ke Jawa Tengah ke BI, bersama OJK dan pemerintah daerah Jateng, di Semarang, seperti dikutip dpr.go.id.
 
Diungkapkan John pada pertemuan tiga hari lalu, pemerintah telah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5.8 persen. Namun usulan itu dinilai sangat optimis dan kurang rasional ditengah melambatnya perekonomian Indonesia.
 
"Dalam pertemuan itu saya sampaikan usulan pemerintah 5.8 persen kurang rasional karena itu harus direvisi agar usulannya wajar,"jelasnya.
 
Menurutnya usulan yang terlalu tinggi, akan membuat  DPR kesulitan meyakinkan publik karena itu perlu dipertimbangkan adanya revisi atau range pertumbuhan ekonomi mendatang. "harus rasional sehingga DPR dapat meyakinkan publik, dari yang diusulkan 5.8 persen menjadi 5.7 persen dan maksimal bisa 5.3 persen bahkan dibawah lima persen nanti," tuturnya.
 
Untuk itu ia menyarankan pemerintah untuk realistis dalam mengejar mimpi pertumbuhan 7 persen dalam lima tahun. Sebab hal itu akan  sulit tercapai dengan kondisi ekonomi seperti saat ini. "kalau sekarang pertumbuhan ekonomi hanya 5.2 persen, maka kedepan bisa mencapai 5.4 persen, jadi jika ingin mengejar 9 persen harus dapat rata-rata pertumbuhan ekonomi 7 persen,"jelasnya.
 
Usulan asumsi makro pertumbuhan ekonomi, lanjutnya, masih digodok bersama dengan pemerintah. Namun dari usulan resmi pemerintah yaitu sekitar 5.8-6.2 persen, sementara Bank Indonesia lebih longgar usulannya sekitar 5.4-5.8 persen. "Jadi usulan pertumbuhan ekonomi harus agak longgar jika terlalu jauh membuat masyarakat semakin tidak yakin. Nantinya kesepakatan pemerintah bersama BI, dan DPR tidak akan didengar langsung oleh masyarakat," katanya.

BACA JUGA: