JAKARTA, GRESNEWS.COM - Di sepanjang jalan Margonda, Depok, Jawa Barat, bertebaran tempat gadai swasta. Mereka siap mencairkan dana bagi masyarakat yang membutuhkan dana tunai. Syaratnya mudah, cukup membawa BPKB dan STNK saja, sejumlah uang sudah berpindah tangan.

Selama konsumen masih bisa menebus mobil atau barang lainnya yang digadaikan tak masalah. Namun ketika uang tak di tangan maka barang yang digadai siap-siap melayang. Masalahnya kerap kali gadai swasta asal saja dalam menaksir barang. Tentu konsumen yang dirugikan lantaran nilai taksir jauh lebih rendah dari harga barang pasar.

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh pihak berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh pihak berutang atau oleh pihak lain atas namanya, yang memberi kekuasaan kepada pihak lain yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada pihak berpiutang lainya, setelah dikurangi biaya pelelangan barang tersebut dan biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan barang tersebut setelah digadaikan.

Anggota Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Larsi mengatakan gadai swasta yang saat ini banyak dijumpai dan menjanjikan uang pinjaman cair dalam hitungan menit ternyata tak tak mempunyai izin usaha. Sebab dalam peraturan, hanya Perum Pegadaian lah yang berhak menyelenggarakan aktivitas gadai resmi. Gadai swasta ini sejatinya lintah darat yang bersalin rupa dan mengorganisasikan diri.

"Kompetensi ahli taksir nilai gadai swasta harus dipertanyakan, lantaran tak ada standar bakunya, mereka sering menerapkan taksir yang tak logis," katanya kepada gresnews.com, Minggu (2/8).

Taksir yang ditentukan sebelah pihak ini jelas dikhawatirkan menyuburkan praktek lintah darat yang menyebabkan kondisi perekonomian masyarakat malah bertambah sulit pada akhirnya. Ia juga mengoreksi tempat penyimpanan barang pada gadai swasta yang tak diketahui standarnya. "Sejauh mana jasa gadai swasta bisa menyimpan barang dalam kondisi yang baik dan tidak hilang di tengah jalan," ujarnya.

Gadai swasta selama ini menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah dengan sumber informasi minim. Bidang usaha Pegadaian mempunyai klasifikasi Bidang Usaha dengan nomor Kode 64921 sesuai dengan Peraturan BPS No. 57 Tahun 2009 Tentang Klasfikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia yang mana dalam peraturan tersebut Bidang Usaha ini mencakup usaha penyediaan fasilitas pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Kredit atau pinjaman yang diberikan didasarkan pada nilai jaminan barang bergerak yang diserahkan, dengan tidak memperhatikan penggunaan dana pinjaman yang diberikan.

KEKOSONGAN PERATURAN - Meskipun begitu di Indonesia belum terdapat undang-undang atau peraturan yang berlaku yang mengatur mengenai pegadaian yang dilakukan oleh pihak swasta. Praktek di lapangan usaha pegadaian hanya dilakukan oleh PT Pegadaian yang dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara.

Dalam usaha jasa pegadaian setidaknya ada dua unsur penting yaitu: 1. Subjek hukum yang terdiri dari para pihak yaitu (a) pemberi kredit (berpiutang) dan (b) penerima kredit (pihak berutang). 2. objek hukum (a) dana dan (b) barang bergerak jaminan.

Berbagai unsur yang diperlukan di dalam penyelenggaraan usaha jasa pegadaian dalam memberikan keamanan dan perlindungan bagi konsumen/nasabahnya diantaranya adalah :
1. Memiliki dana yang akan disalurkan kepada para nasabahnya.
Apakah perlu dilakukan batasan besaran dana yang dipakai untuk penyaluran dana dan atau berdasarkan berapa banyak nasabah yang telah menerima dana kredit. Besaran ini dapat menjadi dasar dalam memberikan ijin usaha selain apakah usaha ini untuk lingkup lokal atau nasional. Maka dapat menjadi pertimbangan bahwa ijin dikeluarkan setingkat menteri atau pemda/dinas terkait dengan sistem otonomi daerah.

2. Memiliki juru taksir yang kredibel.
Juru taksir yang handal, kredibel dan kompeten sangat diperlukan dalam melakukan tugas menaksir barang jaminan nasabah. Sehingga tidak akan terjadi penaksiran yang rendah atau bahkan keliru misalnya terhadap barang berharga (emas, berlian atau batu permata) palsu. "Tak semua orang bisa melakukan penaksiran, emas memang jelas, tapi bagaimana dengan motor, TV, HP, dan lainnya yang dipinjam hanya 1/3 harga pasarnya. Ini tidak adil!" ujar  Larsi. Dengan tak adanya standar ahli taksir ini tentu memberikan pelanggaran hak konsumen. 

3. Standar  operasional prosedur dalam penetapan besaran bunga, sistem pembayaran, dan pelunasan.
Jika nasabah terjadi masalah seperti wanprestasi maka kreditor (pemberi Gadai) akan melakukan penjualan terhadap barang jaminan gadai. Maka penjualan lelang harus dilakukan secara terbuka dimana sangat diperlukan transparansi hasil penjualan lelang kepada nasabah. Jika terdapat kelebihan hasil penjualan lelang barang gadai setelah dikurangi kewajiban nasabah dan biaya lainnya maka harus diserahkan kepada nasabah. Kondisi demikian tidak menutup adanya kecurangan yang dilakukan oleh kreditur dalam penjualan barang jaminan gadai. Dan konsumen adalah pihak yang sangat rentan untuk menjadi korban etika tidak baik dari pelaku yang berpraktek seperti usaha jasa pegadaian.

4. Fasilitas tempat penyimpanan barang jaminan.
Ketika konsumen menyerahkan barang jaminan kepada kreditur maka barang jaminan dibawah kekuasaan kreditur, maka penyimpanan dan keamanan menjadi tanggung jawab kreditur. Memperhatikan perkembangan saat ini barang jaminan gadai bukan hanya barang-barang berharga walaupun mayoritas adalah seperti emas, berlian , batu permata. Namun tidak menutup kemungkinan barang bergerak yang. Yang tentu diperlukan tempat untuk penyimpanan dan jaminan keamanan sangatlah penting.

Juga pada penyimpanan, keamanan penerima kredit harus pula diatur khusus dalam satu perundang-undangan. "Seharusnya ada standar yang jelas, jangan tiba-tiba di tengah jalan pemberi kredit lepas tanggung jawab dan barang jaminan hilang," katanya. Regulasi yang masih kosong inilah yang berpotensi merugikan konsumen. Ia pun meminta pemerintah mengakomodir kekosongan hukum yang ada. "Tanggung jawab Menkeu atau Mendag, ini yang kami tanyakan," ujarnya.

PENYUSUNAN DRAFT - Menanggapi hal ini, Bambang Haryo, anggota Komisi VI DPR RI, menyatakan mahfum lantaran persoalan ekonomi masyarakat sedang berada di tataran krisis. Hal ini menyebabkan peningkatan gadai barang untuk memenuhi kebutuhan hidup semakin tinggi.

"Saya pikir ini tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan, dia yang punya kewenangan karena semua transaksi keuangan ada di OJK," ujarnya kepada gresnews.com, Minggu (2/8).

Jika peraturan gadai swasta ini belum ada maka ia mendesak OJK untuk segera menyusun draft rancangannya. Apalagi  utamanya untuk melindungi konsumen gadai, jangan sampai kondisi keuangan negara yang buruk membuat gadai swasta memanfaatkan kondisi dan masyarakat kembali menjadi korban.

Diketahui, OJK yang menjadi mitra Komisi XI bisa saja memasukkan perlindungan konsumen yang berada di Komisi VI dan berkoordinasi dengan dua komisi untuk menyelesaikannya. "Kami siap lintas komisi dengan Komisi XI menyelesaiakan peraturan dalam waktu dekat agar masyarakat terlindungi," ujarnya.

Ia juga mengoreksi kredit pada bank yang dinilai memerlukan banyak birokrasi sehingga masyarakat condong memilih gadai swasta yang hanya memerlukan fotokopi KTP sebagai syarat. Atau memang masyarakat yang tergoda iming-iming uang gadai yang besar tapi tak tahu telah dijebak dalam satu transaksi merugikan.

"Baiknya gunakan perum pegadaian yang sudah tersebar di seluruh Indonesia dan jelas. Atau  melakukan peminjaman melalui sarana lain misal koperasi yang tak menimbulkan kerugian atau tingkat bunga tinggi," ujarnya.

Sementara itu, DPR bersama LSM akan mengawasi praktek-praktek gadai merugikan di lapangan. Juga menekankan pada perum pegadaian untuk mengambil alih maksimal gadai-gadai swasta dengan memberikan sosialisasi menyeluruh pada masyarakat.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan menyatakan dalam waktu dekat dan menengah ingin merevisi Undang-Undang Pegadaian. Namun hal ini masih terkendala ketersediaan inisiasi pemerintah maupun parlemen. "Rancangan sudah ada sejak zaman Badan Pengawas Pasar Modal dulu," ujar Ketua Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Firdaus Djaelani.

Nantinya seluruh usaha jasa pegadaian harus memperoleh perizinan dari OJK terlebih dahulu sebelum beroperasi.

BACA JUGA: