JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan peluncuran produk Bahan Bakar Minyak (BBM) baru yaitu Pertalite dengan jenis Ron90 tidak akan merugikan masyarakat. Nantinya, ketika pemerintah menghilangkan Premium, pengguna Pertamax bisa beralih ke Pertalite.

Staf Khusus Kementerian ESDM Said Didu mengaku akan menjadi masalah ketika pemerintah menghilangkan Premium karena akan membebankan masyarakat. Nah dengan peluncuran Pertalite ini, masyarakat akan diringankan karena yang akan beralih adalah justru pengguna Pertamax yang diprediksi bakal lebih memilih Pertalite.

"Anda punya mobil pasti akan menggunakan Pertalite karena lebih murah. Kan, menguntungkan rakyat. Kok dibacanya merugikan rakyat?" kata Said di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/4).

Said mengatakan peluncuran Pertalite untuk melaksanakan Peraturan Menteri ESDM tentang adanya BBM jenis baru yaitu Ron90. Karena itu kemudian Pertamina menghasilkan Ron90 dengan merek Pertalite tanpa subsidi oleh pemerintah.

"Jika Pertamina tidak membuat BBM jenis Ron90 maka akan didahului oleh perusahaan asing dan konsumen Pertamina akan beralih ke perusahaan asing yang sudah lebih dulu membuat Ron90," kata Said.

Karena itu, Said mempertanyakan sikap DPR yang meributkan inovasi Pertamina membuat BBM Ron90 ini. Padahal perusahaan asing sudah ada yang memasarkan produk BBM dengan jenis berbeda kepada masyarakat, tetapi tidak ada pertentangan di masyarakat dan DPR.

Menurut Said, jika DPR tidak suka dengan peluncuran Pertalite, sebaiknya DPR tidak membeli Pertalite. "Kenapa sekarang Pertamina mau bikin sesuatu kita ribut. Banyak lho jenis BBM yang di Indonesia, tapi kok Pertamina bikin malah ribut. Kalau DPR tidak suka, ya tidak usah beli, simpel saja," kata Said.

Sebelumnya, pihak Komisi VII DPR memang telah meminta Pertamina untuk meminta izin dulu ke DPR sebelum meluncurkan produk bensin Pertalite. Bahkan pihak Komisi VII meminta agar BUMN migas tersebut menunda peluncuran dan pemasaran Pertalite.

Permintaan penundaan terkait perizinan dan persiapan operasional yang matang. Pertamina pun diminta harus lapor ke DPR sebelum menjual Pertalite ke masyarakat. Hal ini merupakan salah satu poin kesimpulan dari Rapat Dengar Pendapat Umum antara Komisi VII DPR dengan Pertamina, Rabu (22/4).

"Komisi VII DPR meminta kepada Direktur Utama Pertamina untuk menunda peluncuran produk Pertalite, mengingat kesiapan teknis operasional belum tuntas, dan perizinan belum selesai. Apabila kemudian hari akan dipasarkan agar dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Komisi VII DPR," kata Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika, saat membacakan hasil kesimpulan rapat.

Sebelum kesimpulan disetujui, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto sudah menjelaskan bahkan meminta kepada Komisi VII DPR agar berlaku adil kepada Pertamina. Pasalnya selama ini badan usaha lain menjual produknya seperti SPBU Shell dan Total, sampai AKR, tidak perlu izin DPR, ketika menjual produk BBM barunya.

"Kita dikritik kenapa kalah bersaing, kenapa kalah pelayanan dengan SPBU badan usaha lainnya. Kita ingin perlakuan yang sama agar kita bisa bersaing, ketika Shell meluncurkan produk V-Power apakah harus Shell ke DPR terlebih dahulu? Apalagi Pertalite sendiri bukan produk BBM subsidi dari negara," tegas Dwi.

Namun pernyataan tersebut disanggah Wakil Ketua Komisi VII DPR, Satya W Wudya, pasalnya Pertalie merupakan salah satu bahan bakar minyak (BBM) yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, sehingga perlu kontrol dari DPR

"Ketika kita mengizinkan Pertamax itu karena konsumsinya sedikit, tapi Pertalite ini sebelumnya ada pernyataan akan menggantikan premium, ini tentu menyangkut hajat hidup orang banyak," ucap Satya.

Sementara itu Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PAN Totok Daryanto menegaskan, apa yang dilakukan Pertamina dengan meluncurkan produk Pertalite merupakan aksi korporasi, dan tentunya tidak ada hubungan dengan uang negara termasuk APBN.

"Jadi buat apa kita urusin aksi korporasi Pertamina, urusan mereka sama Komisarisnya bukan sama kita, lain ini menyangkut solar subsidi tentu perlakuannya beda, DPR punya hak untuk mengawasi," ungkap Totok.

Namun, berbagai interupsi dari anggota Komisi VII DPR akhirnya mensahkan hasil kesimpulan rapat.

Berikut hasil kesimpulan rapat lainnya:

1. Komisi VII DPR meminta kepada Dirut Pertamina untuk menyampaikan lebih rinci neraca dan laba rugi Pertamina serta upaya penghematan signifikan yang dilakukan dari sis impor minyak dan BBM

2. Komisi VII DPR meminta kepada Dirut Pertamina untuk melakukan percepatan peremajaan (upgrading) dan pembangunan kilang baru Pertamina dengan target waktu yang jelas sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri

3. Komisi VII DPR meminta kepada Dirut Pertamina untuk melakukan optimalisasi aset Pertamina yang tidak produktif baik di dalam negeri maupun di luar negeri

4. Komisi VII DPR meminta kepada Dirut Pertamina untuk mengkaji pola pengelolaan sumur tua dalam wilayah kerja Pertamina yang bisa memaksimalkan produksi migas nasional

"Kami siap menjalankan isi kesimpulan rapat," tutup Dwi Soetjipto. (dtc)

BACA JUGA: