JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kendati telah merdeka lebih dari 70 tahun, Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga dan itu bukan tanpa sebab. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut ada kebijakan keliru yang dilakukan pemerintah sehingga mengakibatkan hal tersebut.

JK mengatakan ada dua kebijakan keliru yang menghabiskan anggaran hingga Rp 6000 triliun bila dikonversi dengan nilai saat ini. "Kembali kepada apa yang ingin kita capai dan apa yang salah dalam pelaksanaan ekonomi kita? Bukan pancasila atau tidak pancasila, tapi yang kita ialah kita terlalu mengikuti pola yang ada kemudian pemerintah mengambil kebijakan yang tidak sesuai dengan langkah-langkah yang dicapai. Dalam 10-15 tahun terakhir, kenapa kita tertinggal dengan Malaysia, Thailand atau kenapa tidak maju. Ada dua hal pokok saja sehingga kita tidak semaju yang lain," kata JK dalam sambutan acara Simposium Ekonomi di gedung MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/7).

Ia menjelaskan pada krisis ekonomi pada 1997-1998 Indonesia telah mengalami kerugian yang sangat besar . Kesalahan ketika itu, Indonesia menganut paham liberalisme dan melakukan regulasi sehingga bank-bank banyak berdiri hingga berjumlah 250 bank. Akibatnya, setiap bank saling bersaing dan memberikan bunga tinggi hingga berujung pada kredit macet.

Pemerintah melakukan kesalahan lantaran melakukan penjaminan sehingga menerbitkan blanket guarantee dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan nilai total Rp 600 triliun. JK menyebut kalau diukur dengan bunganya dan nilai saat ini itu nilainya setara bisa sampai Rp 3000 triliun.

Kesalahan kedua adalah pemberian subsidi yang sangat besar, terutama untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 2013-2014. Saat itu harga minyak dunia sedang mencapai titik tertinggi, bahkan menembus US$100 per barel. Nilai subsidi BBM saat itu mencapai nilai sekitar Rp 400 triliun. Nilai itu setara 25% dari total APBN. Dalam sepuluh tahun pemerintahan sebelumnya, subsidi mencapai Rp 3000 triliun.

Wapres menyebut dari dua kesalahan kebijakan tersebut menghabiskan dana Rp 6000 triliun yang sama dengan sekitar 25 tahun dalam membangun infrastrukur. "Bayangkan semuanya itu, kalau saja setengahnya saja itu untuk pembangunan, pasti kita bisa maju lewati Thailand, Malaysia," ujar JK.

Menurutnya ongkos dari dua kebijakan itu jatuh ke orang yang punya uang sehingga terjadilah gini rasio yang tinggi. Orang kaya semakin kaya dan orang miskin masih tetap berkutat dengan kemiskinannya. JK mengatakan hal ini menjadi tanggungjawabnya untuk mengingatkan kembali kesalahan dulu untuk tidak dilakukan lagi di masa akan datang.

MASIH TUMBUH DAN FOKUS PEMERATAAN - Kondisi perekonomian saat ini pun dinilai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution masih dapat dibanggakan. Darmin menyebutkan perkembangan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir telah mengalami perbaikan meskipun tumbuhnya hanya sedikit.

Pertumbuhan tersebut terlihat dari indikator seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat kemiskinan, tingkat ketimpangan, dan tingkat pengangguran.

"Kalau dijejerkan 9-10 tahun terakhir inilah kita, di mana kalau pertumbuhan ekonomi datanya 2014, tadinya menurun sekarang sedikit menaik, inflasinya dibandingkan 4-5 tahun lalu jelas membaik, tingkat kemiskinan secara konsisten 10 tahun terakhir membaik," kata Darmin saat menjadi pembicara di acara Simposium Nasional Sistem Perekonomian Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial, Gedung MPR, Jakarta, Rabu (12/7).

Perbaikan ekonomi juga dikarenakan adanya perbaikan pada tingkat ketimpangan di Indonesia yang sebelumnya dikarenakan krisis keuangan pada 1998 saat ini sudah bergeser kepada sektor Sumber Daya Alam (SDA), seperti pertambangan, dan sedikit di sektor perkebunan.

"Kalau 2 tahun terakhir membaik, gini rasio dari 2013 yang tinggi 0,41 sekarang 0,394 akhir tahun lalu, turun tapi sedikit, tingkat pengangguran juga," jelas dia.

Untuk mempertahankan laju perekonomian Indonesia yang sudah berada pada tren yang membaik. Darmin mengungkapkan, pemerintah tengah menyusun kebijakan-kebijakan salah satunya terkait dengan pemerataan ekonomi.

Darmin membeberkan upaya pemerintahan Jokowi merealisasikan pemerataan ekonomi. Sejak Kabinet Kerja terbentuk, langsung diambil keputusan menghapus subsidi BBM dan mengalihkan dananya untuk membangun infrastruktur dan bantuan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan. Bahkan, pemerintah juga telah melakukan penyederhanaan izin usaha dengan melakukan banyak reformasi.

Namun, hal tersebut belum optimal dalam merealisasikan pemerataan ekonomi di Indonesia. "Sehingga kalau ingin rangkaian kebijakan yang mensejahterakan rakyat secara umum harus ada ganjalan kita menyebutnya harus ada ekuiti, sehingga dia bisa lihat, artinya apa itu dalam kerangka kebijakan, jadi bukan hanya perlakuan yang sama tapi juga keberpihakan yang sama," kata Darmin.

Kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah dalam menciptakan ekonomi yang merata sudah ada, namun tidak berjalan dengan konsisten. Salah satunya akses bagi masyarakat kelas bawah, mulai dari kepemilikan lahan, hingga kesempatan berusaha. "Yang pertama akses terhadap lahan," tambah dia.

Ia menjelaskan untuk merealisasikan pemerataan, ada beberapa program yang tengah digenjot pemerintah. Seperti reforma agraria yang di dalamnya terdapat program redistribusi lahan, membuka akses lahan kepada rakyat, dan memberikan sertifikasi lahan.

"Ini tidak mudah karena data kita keadaannya berat, tapi kita sudah siap meluncurkannya," jelas dia.

Upaya selanjutnya, dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program pendidikan dan pelatihan vokasional. Selama ini, pendidikan di Indonesia tidak sejalan dengan dunia usaha. Tidak nyambung antara dunia pendidikan dengan dunia usaha sehingga pemerintah merumuskan pendidikan dan pelatihan vokasi.

"Setelah dipelajari ini barang tidak sulit, dan ternyata pelaksanananya tidak mudah," katanya.

Dalam menjalankan pendidikan dan pelatihan vokasional, diperlukan sinergi antara dunia pendidikan dengan pelaku usaha. Sebab, selain mengasah kemampuan, para SDM di Indonesia untuk magang di perusahaan-perusahaan.

Upaya selanjutnya, bisa dengan memberikan kesempatan berusaha dan kerja bagi masyarakat bawah. Dia menyebutkan, saat ini tengah menyusun aturan kepemilikan minimarket. "Kita perlu pengaturan yang jelas, agar tidak menghambat tapi jangan semakin penguasaannya semakin terkumpul hanya pada 1-2 pihak. Ini sebetulnya aturannya ada di Pemda, di mana tidak boleh di buka minimarket, tapi sayangnya tidak dilakukan secara konsisten," kata dia.

Masih dalam aturan kepemilikan minimarket juga akan diatur mengenai produk yang akan dijual dengan merek sendiri. Tujuannya, agar produk daripada UMKM bisa bersaing. "Karena kalau tidak begitu, orang mau berusaha susah," tukas dia. (dtc/mfb)

BACA JUGA: