JAKARTA, GRESNEWS.COM - Tarif listrik kembali naik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menegaskan, per tanggal 1 Desember besok, akan dilakukan penyesuaian tarif dasar listrik atau tariff adjustment untuk bulan Desember 2015. Kenaikan itu mencapai 11 persen.

Kenaikan ini diberlakukan sesuai aturan dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 31/2014 sebagaimana telah diubah dengan Permen ESDM No 09/2015. Beleid tersebut memberikan peluang penyesuaian tarif dasar listrik setiap bulan, mengikuti perubahan nilai tukar mata uang Dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang Rupiah, harga minyak dan inflasi.

Dengan mekanisme tariff adjustment, tarif listrik setiap bulan dimungkinkan untuk turun, tetap atau naik berdasarkan ketiga indikator tersebut. Kementerian ESDM juga mengatakan, per tanggal 1 Desember besok, pemerintah juga tidak lagi memberikan subsidi bagi pelanggan rumah tangga yang memiliki daya listrik untuk beberapa kelas pelanggan.

Pertama adalah pelanggan dengan daya 1.300 Volt Ampere (VA) ke atas, bisnis sedang daya 6.600 VA ke atas dan industri besar daya 200.000 VA ke atas. Kantor pemerintah dengan daya 6.600 VA ke atas, lampu penerangan jalan umum (PJU) dan layanan khusus juga tak lagi diberi subsidi.

Namun demikian, secara umum tarif listrik bagi pelanggan yang sudah tidak disubsidi mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya. Golongan tarif rumah tangga sedang (R-2) daya 3.500 VA – 5.500 VA dan rumah tangga besar (R-3) daya 6.600 VA ke atas turun dari Rp. 1.533 per kilo Watt hour (kWh) pada bulan November 2015 menjadi Rp. 1.509 per kWh pada bulan Desember 2015.

Untuk golongan tarif bisnis sedang, industri besar, kantor pemerintah, PJU dan layanan khusus juga mengalami penurunan tipis dibanding bulan sebelumnya. Penurunan ini dipengaruhi tingkat inflasi yang rendah dan nilai tukar Rupiah yang menguat beberapa waktu terakhir.

Sementara untuk pelanggan rumah tangga kecil daya 450 VA dan 900 VA, bisnis dan industri kecil serta pelanggan sosial tarifnya tetap dan tidak diberlakukan tariff adjustment. Pelanggan golongan ini masih diberikan subsidi oleh Pemerintah.

Dengan tidak disubsidinya lagi pelanggan rumah tangga dengan daya sebesar, 1.300 VA dan 2.200 VA, maka pada tarif untuk pelanggan di kelas itu juga akan diberlakukan tariff adjustment. Hal ini menyusul penerapan tariff adjusment kepada 10 golongan tarif lainnya yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2015.

Sebenarnya, menurut siaran pers Kementerian ESDM, tarif listrik bagi rumah tangga daya 1.300 VA dan 2.200 VA harus sudah mengikuti mekanisme tariff adjustment saat itu. Namun Pemerintah dan PLN mengambil kebijakan untuk menunda penerapan tariff adjustment bagi pelanggan rumah tangga daya 1.300 VA dan 2.200 VA.

"Pertimbangannya saat itu, pelanggan golongan tersebut sudah mengalami kenaikan tarif listrik secara bertahap sejak Juli 2014 hingga November 2014. Selain itu penundaan juga untuk meringankan beban ekonomi pelanggan di kedua golongan tersebut," demikian bunyi siaran pers Kementerian ESDM, Senin (30/11).

Dengan penyesuaian per Desember ini, sebanyak 12 golongan tarif listrik sudah mengikuti mekanisme tariff adjusment. Ke-12 golongan tarif listrik tersebut adalah :

a. Rumah Tangga R-1/Tegangan rendah (TR) daya 1.300 VA
b. Rumah Tangga R-1/TR daya 2.200 VA
c. Rumah Tangga R-2/TR daya 3.500 VA s.d 5.500 VA
d. Rumah Tangga R-3/TR daya 6.600 VA ke atas
e. Bisnis B-2/TR daya 6.600VA s.d 200 kVA
f. Bisnis B-3/Tegangan Menengah (TM) daya diatas 200 kVA
g. Industri I-3/TM daya diatas 200 kVA
h. Industri I-4/Tegangan Tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas
i. Kantor Pemerintah P-1/TR daya 6.600 VA s.d 200 kVA
j. Kantor Pemerintah P-2/TM daya diatas 200 kVA
k. Penerangan Jalan Umum P-3/TR dan
l. Layanan khusus TR/TM/TT.

BADAN PENGELOLA SUBSIDI - Kenaikan tarif listrik ini memang terkait langkah PLN melakukan efisiensi dengan cara mengurangi subsidi listrik yang diterima dari pemerintah. Di sisi lain, PLN juga dituntut untuk menyediakan pasokan listrik yang memadai dengan cara ikut membantu mengembangkan energi listri terbarukan.

Sayangnya, program ini masih mandek lantaran, harga listrik dari pembangkit energi terbarukan masih mahal. PLN khawatir, jika harus membeli, maka akan ada subsidi lagi yang harus diberikan. Sementara dari pihak pemerintah beralasan harga tinggi penting untuk merangsang investor.

Terkait polemik ini, PLN mengajukan usul agar pemerintah membentuk Badan Pengelola Subsidi Energi Terbarukan. Badan ini yang akan mengelola subsidi listrik termasuk listrik yang dihasilkan dari pembangkit energi baru terbarukan.

Direktur PLN Nasri Sebayang mengatakan, pembentukan badan penyangga ini diperlukan karena efisiensi PLN dinilai dari besaran subsidi listrik setiap tahun. Jika subsidi listrik yang disalurkan ke PLN tak berkurang, PLN dianggap tidak melakukan efisiensi.

Karena itu, Nasri mengatakan, perlu badan penyangga di luar PLN yang mengelola subsidi energi terbarukan, agar PLN tidak dianggap melakukan inefisiensi ketika membeli listrik dari energi terbarukan dengan harga tinggi.

"Subsidi itu kalau bisa tempatnya di badan penyangga, jangan di PLN. Kita ini kan selalu diminta efisien, efisiensi pada umumnya dilihat dari angka subsidi. Makin banyak subsidi dianggap makin nggak efisien. Nanti kita dianggap nggak efisien. Sekarang kita sudah menurunkan subsidi dari Rp100 triliun menjadi tinggal Rp30 triliun," kata Nasri usai Seminar Pembangunan dan Pengelolaan Bendungan di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (25/11).

Badan penyangga ini, sambungnya, serupa dengan Badan Layanan Umum (BLU) pengelola dana talangan sawit untuk subsidi biodiesel, yang baru dibentuk pemerintah tahun ini. "Kan sudah ada contoh badan penyangga untuk biodiesel. Tapi bedanya uangnya (subsidi energi terbarukan) ini dari subsidi APBN," ucapnya.

Nasri juga menegaskan, bahwa PLN senantiasa mendukung pengembangan energi terbarukan. Buktinya, PLN terus membangun pembangkit listrik dari sumber-sumber energi terbarukan seperti air, panas bumi, matahari, dan sebagainya.

"Sebenarnya tidak ada masalah. PLN mendukung energi terbarukan. Sampai 2015 kita bangun PLTA sampai 6.000 MW, PLTMH 1.500 MW, PLTP hampir 5.000 MW, belum lagi PLTS dan sebagainya," tutupnya.

PLN TAK MAU BELI LISTRIK MIKRO HIDRO - Seperti diketahui, salah satu kendala yang menghambat pengembangan energi terbarukan adalah harganya yang kurang ekonomis. Listrik dari mikro hidro misalnya, feed in tariff yang diberlakukan pemerintah di atas US$12 sen/kWh.

Sementara rata-rata tarif dasar listrik (TDL) PLN hanya US$9 sen/kWh. Akibatnya, PLN tak mau membeli listrik dari Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) karena takut menanggung kerugian. Padahal pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2015 tentang PLTMH.

Beleid itu dikeluarkan sebagai salah satu upaya mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Dalam Permen ESDM ini, ditetapkan feed in tariff untuk listrik dari mikro hidro sebesar US$12 sen/kWh dikalikan dengan ´F´. F adalah Faktor insentif yang besarnya berbeda dari satu daerah ke daerah lain.

Untuk di Sumatera, Jawa, dan Bali, F adalah 1,1. Sedangkan untuk Papua F mencapai 1,6. Artinya, harga listrik dari mikro hidro di Jawa adalah US$12 sen dikali 1,1 atau sekitar Rp1.716/kWh, sedangkan di Papua US$12 sen kali 1,6 atau Rp2.496/kWh.

Tarif yang lumayan besar ini sempat menarik minat investor untuk terjun membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Indonesia. Sayangnya, tarif yang mahal juga membuat PLN enggan membeli listrik dari PLTMH karena dinilai tak ekonomis.

Alhasil tetap saja pengembangan energi terbarukan dalam bentuk PLTMH mandek. "Begitu kami keluarkan feed in tariff melalui Permen ESDM 19/2015, banyak sekali proposal yang masuk dari investor, tapi belum ada PPA (Power Purchase Agreement/perjanjian jual beli listrik) yang ditandatangani, karena ditahan semua oleh PLN," ungkap Direktur Aneka Energi Kementerian ESDM Maritje Hutapea, di sela-sela Bali Energy Forum, Bali, Sabtu (21/11).

PLN merasa harga listrik dari PLTMH terlalu mahal. Bila PLN harus membeli listrik dengan harga Rp1.716-2.496/kWh, tentu keuangannya akan terbebani karena tarif listrik yang dijual PLN ke pelanggan rumah tangga hanya sekitar Rp450 - Rp1.300/kWh.

PLN khawatir nantinya negara juga yang harus menanggung selisih harga tersebut. Ujung-ujungnya subsidi tetap naik dan PLN dianggap tak melakukan efisiensi.

"Itu kita sesalkan, PLN mengatakan kalau mereka menerima feed in tariff maka bebannya bertambah. Jadi mereka minta ada tambahan subsidi untuk itu. Dari segi korporasi kita bisa memaklumi itu, ini sudah kita sampaikan ke Pak Menteri," kata Maritje.

PLN membandingkan harga listrik dari PLTMH yang sangat jauh di atas listrik dari PLTU. "Mereka nggak minta berapa, tapi dengan tarif yang sekarang mereka keberatan. PLN selalu membandingkan dengan PLTU yang cuma Rp800 - Rp900/kWh," ujarnya.

Terkait hal itu, Maritje menerangkan bahwa pihaknya memang sengaja menetapkan feed in tariff yang cukup tinggi untuk mikro hidro sebagai insentif untuk menarik minat investor. Tanpa harga yang layak secara ekonomi, bisnis energi terbarukan di Indonesia tidak akan berkembang.

"Feed in tariff itu selalu lebih mahal dari tarif listrik PLN. Tapi itu yang bisa kita berikan kepada investor supaya mereka tertarik dan berminat di bidang energi terbarukan. Nggak mungkin tarifnya bisa disamakan dengan listrik dari batubara. Kalau feed in tariff ini nggak kita berlakukan, nanti investor nggak ada yang mau," tukas dia.

Dirinya memahami bahwa secara korporasi PLN tidak boleh merugi, tapi di sisi lain perlu ada insentif supaya potensi energi mikro hidro dan energi terbarukan lainnya di Indonesia bisa digarap. Karena itu, Menteri ESDM dan Menteri Keuangan akan mencarikan solusi supaya baik PLN tidak tekor tapi energi terbarukan juga dapat berkembang.

"Di level yang lebih tinggi antara Menteri ESDM dan Menteri Keuangan akan dibahas bagaimana supaya ada tambahan subsidi untuk implementasi feed in tariff ini. Sebentar lagi kita juga akan memberlakukan feed in tariff untuk pembangkit listrik tenaga bayu dan sebagainya. "Mudah-mudahan ini bisa diselesaikan di level yang lebih tinggi," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: